Liputan6.com, Jakarta Di masa sekarang, teknologi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya menyebabkan perputaran informasi menjadi sangat cepat, kemajuan teknologi turut membuka lapangan pekerjaan hingga peluang bisnis baru. Salah satu bidang pekerjaan yang muncul karena adanya hal ini adalah influencer atau pemengaruh.
Influencer adalah orang yang mampu menggerakan atau mempengaruhi orang lain dalam jumlah banyak (massa) untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Mereka bisa saja jarang ditemukan di layar televisi, namun memiliki jumlah pengikut serta pengaruh besar di sosial media seperti Instagram maupun TikTok.
Baca Juga
Sejalan dengan hal ini, pada Selasa (21/5), Vero ASEAN dan YouGov telah merilis sebuah studi terbaru mengenai fenomena influencer di media sosial, atau yang biasa dikenal dengan konten kreator. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi peran pemengaruh dalam membentuk perilaku konsumen dan tren di Indonesia.
Advertisement
Sebuah studi dari Statista mengungkapkan bahwa pengeluaran untuk pemasaran influencer bisa mencapai sekitar Rp 5.5 triliun pada tahun 2028 nanti. Oleh sebab itu, tidak heran bila industri ini dapat memberikan peluang besar bagi bisnis di Indonesia untuk memanfaatkan keberadaan influencer yang dapat mempengaruhi audience mereka.
Ditemui di Jakarta, Edward Hutasoit selaku General Manager YouGov Indonesia mengungkapkan bahwa survei komprehensif ini melibatkan lebih dari 2.000 responden secara online dan berasal dari berbagai latar belakang demografis.
Dari hasil survey tersebut diketahui bahwa sebanyak 94% populasi online di Indonesia mengatakan bahwa influencer telah memberikan pengaruh kepada mereka dalam memutuskan untuk membeli sesuatu.
Alasan Para Responden Mengikuti Influencer di Media Sosial
Sebanyak 63% dari responden juga berpendapat bahwa alasan utama mereka mengikuti influencer yaitu untuk mencari hal baru, 58% orang berpikir untuk mengikuti influencer karena ingin mempelajari hal baru, sedangkan 53% orang berkata untuk mencari inspirasi.
Sementara itu, sebanyak 63% dari responden secara aktif mencari konten yang menawarkan saran dan tips dari para ahli, 47% menginginkan konten-konten edukatif, sedangkan 41% merasa tertarik dengan konten cerita yang dapat menarik empati.
“Semua masyarakat Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendapatan, hingga lokasi geografis, mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh konten dari influencer. Hal ini bisa membuka peluang besar bagi bisnis dan organisasi untuk bekerja sama dengan influencer dalam menyampaikan pesan mereka,” ujar Brian Griffin selaku CEO Vero.
Advertisement
Harapan dari Adanya Hasil Survei Ini
Edward kembali menegaskan bahwa efektivitas influencer berkaitan erat dengan nilai-nilai budaya di Indonesia tentang kebersamaan dan kepercayaan. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para kreator dapat berperan sebagai pembimbing yang dapat memberikan saran sesuai dengan keahlian mereka.
Selain kreator, survey ini juga dapat bermanfaat untuk segi bisnis agar dapat memanfaatkan keberadaan influencer dengan efektif. Bermitra dengan pemengaruh tidak hanya dapat menjadi taktik pemasaran, namun juga terhubung dengan audiens dan menciptakan dampak yang signifikan melalui kepercayaan terhadap mereka.
Hal ini sejalan dengan yang dilakukan oleh tim Vero dalam memandang influencer. Chatrine Siswoyo selaku Senior Advisor ASEAN Vero menekankan, “Mengenali influencer sebagai individu yang berbeda-beda memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan pesan merek secara relevan kepada audiens, sehingga dapat meningkatkan kesadaran merek.”
Tantangan Influencer untuk Membuat Strategi Konten yang Sesuai
Dalam pertemuan tersebut terdapat pula sosok Agung Karmalogy, seorang influencer dengan jutaan pengikut di Tiktok dan Instagram. Dirinya turut memberikan pandangan dari perspektif konten kreator, bahwa dia harus menerapkan startegi konten yang sesuai agar dapat terus relevan dengan para audiensnya.
Salah satu yang dirinya lakukan yaitu membangun interaksi dan kedekatan dengan memanfaatkan fitur di sosial media, seperti fitur tanya jawab maupun fitur broadcast. Selain itu, Agung juga perlu menyesuaikan tawaran brand yang masuk agar tetap sesuai dengan demografi pengikutnya yang kebanyakan wanita berusia 22 hingga 40 tahun.
“Temuan ini menunjukkan bahwa pola perilaku konsumsi di Indonesia telah mengalami pergeseran. Para influencer tidak hanya membentuk komunitas baru, namun juga dapat memberikan referensi melalui konten yang menghibur dan sarat informasi berharga. Sebuah tantangan tersendiri bagi para kreator untuk tetap menjaga autentisitas dan relevansi dengan budaya di masyarakat,” jelas Prof. Ujang
Advertisement