Meski Dwarfisme, Mudasir Shaban Tak Ragu Berbagi Selama Pandemi COVID-19

Dengan bantuan yang diberikan oleh Mudasir, orang-orang penyandang disabilitas merasa sangat terbantu. Salah satunya pengakuan dari seorang tuna daksa (cacat pada anggota gerak) bernama Bisma Bagaht.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 13 Jul 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2020, 10:00 WIB
Pendiri Disability Welfare Trust, Mudasir Shaban
Pendiri Disability Welfare Trust, Mudasir Shaban. Foto : Facebook Mudasir Shaban

Liputan6.com, Jakarta Akses ke bahan pokok sangat sulit bagi orang-orang dengan disabilitas di Lembah Kashmir selama Lockdown COVID-19. Beruntung, bantuan terus tersedia berkat Mudasir Shaban, pendiri Disability Welfare Trust. Terlahir dengan Dwarfisme (kelainan yang menyebabkan perawakan penderitanya terlampau pendek), Mudasir menghadapi diskriminasi saat tumbuh di pedesaan Kashmir.

Dengan bantuan yang diberikan oleh Mudasir, orang-orang penyandang disabilitas merasa sangat terbantu. Salah satunya pengakuan dari seorang tuna daksa (cacat pada anggota gerak) bernama Bisma Bagaht.

Segera setelah penguncian coronavirus diberlakukan di Jammu dan Kashmir, Bisma Bagaht, seorang guru, kehilangan ayahnya. Keadaannya yang membutuhkan dukungan untuk bergerak semakin menyulitkannya untuk mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.

Bisma tinggal bersama ibunya dan tiga adik perempuannya di Srinagar. Bisma biasa mencari nafkah sebagai guru les di rumah, tapi keadaan pandemi membuat mereka sampai kehabisan makanan dan persediaan bahan pokok lainnya beberapa minggu setelah lockdown.

Pada akhirnya, bantuan datang dari Mudasir Shaban, Kepala Disability Welfare Trust (DWT) dalam bentuk paket makanan dan persediaan lain ke rumah Bisma dan mereka terus memeriksa keluarga Bisma secara teratur.

Sejak Kecil Dibully

Mudasir sendiri memiliki dwarfisme, kelainan bawaan sejak lahir yang ditandai dengan postur tubuh pendek yang dikenal juga dengan sebutan kerdil atau cebol. Mudasir memiliki tinggi rata-rata di bawah orang seusianya.

Mudasir, yang berasal dari desa Safapura, distrik Ganderbal, menyadari kondisinya setelah mulai bersekolah.

“Saya menyadari bahwa saya cacat ketika saya mulai bersekolah. Keluarga saya berkonsultasi dengan banyak dokter tetapi tidak ada perbaikan. Saya diejek dan dilecehkan oleh teman sekelas dan orang lain sepanjang waktu,” ujar Mudasir kepada Newzhook.

Bahkan saat Mudasir mendaftar ke jenjang sekolah yang lebih tinggi, ia ditolak karena disabilitasnya. Depresi karenanya membuat Mudasir enggan mendaftar di tempat lain. Namun keluarganya terus memotivasi Mudasir untuk melanjutkan studinya di sekolah negeri. Disinilah ia memiliki nilai teratas saat ujian di kelas 8.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Terpaksa Meninggalkan Rumah

Kelemahan Virus Corona
Ilustrasi Pandemi Covid-19 Credit: pexels.com/cottonbro

Prestasi itu rupanya tidak membuat perbedaan dengan cara Mudasir diperlakukan. Sehingga ia terpaksa meninggalkan keluarganya dan tinggal bersama pamannya di Srinagar.

“Itu adalah perubahan besar dan saya berjuang untuk mengatasi standar yang lebih tinggi di sekolah. Saya tidak tahu ada skema yang bisa dinikmati oleh orang-orang disabilitas, sehingga saat itu saya tidak memanfaatkan mereka."

Mudasir terus bertahan dan meraih gelar MBA di bidang Keuangan. Bersamaan dengan itu, ia mulai bekerja dengan banyak organisasi disabilitas lokal seperti Jammu dan Kashmir State Welfare of Blind, Specially Disabled Welfare Association, dan sebagainya.

"Saya memutuskan untuk bekerja dengan organisasi yang memperjuangkan hak-hak penyandang cacat karena saya mengalami sendiri diskriminasi yang dihadapi oleh para penyandang cacat. Saya tahu bagaimana rasanya dan sebagai orang cacat saya membawa perspektif tertentu ke pekerjaan advokasi. Saya ikut serta dalam banyak seminar dan konferensi untuk memahami perjuangan yang lebih besar yang dihadapi oleh orang-orang dari berbagai jenis kecacatan."

Saat pengumuman lockdown, DWT baru berusia beberapa minggu, tetapi Mudasir dan timnya mengerahkan dukungan bantuan.

“Kami mulai bekerja dari rumah kami dan awalnya menjangkau orang-orang difable di Srinagar, mendistribusikan paket makanan dan kebutuhan penting lainnya. Kami telah mengirimkan lebih dari 500 paket makanan ke depan pintu rumah orang di Srinagar saja,” kata Mudasir.

Bertujuan untuk Memberdayakan Komunitas J&K (Jammu and Kashmir) yang Dinonaktifkan

Komunitas penyandang cacat di J&K, seperti yang dialami Mudasir, sangat terkucilkan. “Bahkan di saat-saat normal, kita dikunci karena jam malam dan kehadiran petugas keamanan, sehingga mereka bergantung pada orang lain. Saya bertujuan untuk kembali mengaktifkan komunitas penyandang disabilitas di J&K dengan memastikan bahwa skema pemerintah pusat dan negara bagian mencapainya. Saya ingin memastikan bahwa Undang-Undang Hak Penyandang Disabilitas diterapkan."

Selama lockdown, Mudasir berusaha memastikan dukungan bagi orang-orang bahkan di luar ibukota negara. Zubair Haneef, yang tinggal di Sopore dan memiliki tuna daksa adalah satu diantara sekian banyak orang yang menerima paket makanan dari DWT.

"Mudasir dan timnya telah membantu kami pada saat yang kritis", kata Zubair yang tinggal bersama saudara lelakinya dan orang tuanya. Kami sangat terpengaruh selama lockdown dan bantuannya sangat dibutuhkan”.

Arshida Akhtar dari Srinagar juga masih mendapatkan dukungan dari DWT bahkan kini setelah pembatasan lockdown dilonggarkan.

"DWT menyediakan makanan selama periode lockdown dan bahkan sekarang mereka berjanji untuk mengirimkan obat-obatan yang perlu dikonsumsi karena kondisi saya," jelasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya