Perbedaan Mengajar Daring dan Tatap Muka Bagi Guru Tunanetra

Bagi sebagian guru tunanetra, mengajar secara daring selama pandemi COVID-19 menjadi hal yang lebih mudah dilakukan ketimbang harus tatap muka. Namun, ada pula guru tunanetra lain yang masih memiliki kendala terkait mengajar secara daring.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 18 Mar 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2021, 13:00 WIB
ilustrasi belajar daring Foto oleh Julia M Cameron dari Pexels
ilustrasi belajar daring Foto oleh Julia M Cameron dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta Bagi sebagian guru tunanetra, mengajar secara daring selama pandemi COVID-19 menjadi hal yang lebih mudah dilakukan ketimbang harus tatap muka. Namun, ada pula guru tunanetra lain yang masih memiliki kendala terkait mengajar secara daring.

Hal ini disampaikan Bima Kurniawan, seorang guru tunanetra yang mengajar di SMA 68 Jakarta. Bagi dirinya pribadi, mengajar secara daring lebih mudah dilakukan karena ia bisa bekerja dari rumah.

“Untuk saya pribadi pembelajaran jarak jauh sangat cocok karena segala sesuatunya bisa dikendalikan dalam teknologi,” kata Bima kepada kanal Disabilitas-Liputan6.com ditulis Rabu (17/3/2021).

Contoh hal yang lebih mudah dilakukan oleh Bima dalam kegiatan belajar mengajar secara daring adalah terkait pengumpulan tugas para murid.

“Kalau dulu mengumpulkan tugas lewat buku ya susah sekali, setelah mereka mengumpulkan saya suruh membacakan tugasnya. Tapi, ketika mereka mengumpulkannya dalam bentuk soft file, itu bisa terbaca oleh pembaca layar sehingga tidak merepotkan para murid.”

Jika ada tugas membuat dialog atau monolog, guru bahasa Perancis ini bisa meminta para murid untuk mengumpulkan tugasnya dalam bentuk video atau rekaman suara.

“Itu sebetulnya sangat mendukung, berbagai aplikasi sangat mendukung penyandang disabilitas netra.”

Simak Video Berikut Ini

Tidak untuk Semua Guru Tunanetra

Walau demikian, mudahnya pembelajaran daring tidak dapat dipukul rata bagi semua guru tunanetra, lanjut Bima.

Pembelajaran secara daring memiliki kesulitan tersendiri bagi guru tunanetra yang mengajar di daerah pelosok.

“Misalnya di pedalaman Makassar, Aceh, yang memang kendalanya adalah jaringan.  Mereka itu mau tidak mau tetap sekolah tatap muka dengan protokol yang ketat.”

“Biasanya kalau di daerah-daerah pelosok, akses ponsel pintar dan laptop itu jarang. Paling hanya di lingkungan orang yang sejahtera, kalau di keluarga pra sejahtera biasanya kita tidak bisa memaksakan untuk punya ponsel pintar atau laptop.”

Maka dari itu, menurutnya situasi belajar daring ini tidak selalu dapat dinikmati oleh semua guru tunanetra. Perangkat yang dimiliki, jaringan, hingga lingkungan pun sangat berpengaruh dalam pelaksanaan belajar mengajar, tutupnya. 

 

Infografis Plus Minus Belajar dari Rumah Secara Online

Infografis Plus Minus Belajar dari Rumah Secara Online. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Plus Minus Belajar dari Rumah Secara Online. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya