Dokter: Anak Lambat Baca Tak Selamanya Disebabkan Disleksia

Kondisi anak yang lambat membaca tak selalu dapat dipastikan bahwa anak tersebut adalah penyandang disleksia.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 02 Agu 2021, 10:10 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2021, 10:10 WIB
Kolecer, Perpustakaan Jalanan Penumbuh Budaya Literasi
Seorang ibu menemani anaknya membaca buku yang tersedia di layanan Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) di Taman Sempur, Bogor, Jawa Barat, Kamis (20/12). Kehadiran Kolecer bertujuan untuk menumbuhkan budaya literasi. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Kondisi anak yang lambat membaca tak selalu dapat dipastikan bahwa anak tersebut adalah penyandang disleksia.

Menurut dr. Resthie Rachmanta Putri. M.Epid dari Klikdokter, kebanyakan orangtua akan khawatir jika anaknya belum bisa membaca padahal teman sebayanya sudah lancar.

Rasa khawatir wajar terjadi, karena sebagian besar orangtua memiliki ekspektasi tinggi agar anak memiliki kemampuan akademik yang cemerlang. Kemampuan membaca merupakan salah satu parameter akademik yang penting dalam kehidupan anak, katanya.

“Meski demikian, kondisi anak yang lambat membaca harus disikapi dengan tenang dan bijak. Kondisi tersebut bisa saja merupakan hal yang normal,” kata Resthie mengutip Klikdokter, Minggu (1/8/2021).

Simak Video Berikut Ini:

Tahap Belajar Baca yang Normal

Resthie menambahkan, agar dapat mengetahui apakah lambatnya anak membaca merupakan hal yang normal atau tidak, orangtua harus mengetahui dahulu tahapan belajar membaca yang normal.

Tahapan belajar baca yang normal ditandai dengan hal-hal berikut ini:

-Pada usia 3, anak sudah mampu diajari alfabet, yaitu mulai mengenali huruf A-Z. Mungkin tidak semua huruf dapat dikuasai dengan benar, tapi anak biasanya mulai bisa mengenali setidaknya 10-15 huruf dari keseluruhan alfabet.

-Pada usia 4, anak bisa diajari untuk membaca namanya sendiri, ia pun bisa mengerti bahwa huruf dibaca dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah. Sebagian besar anak juga bisa membaca 1-2 suku kata, seperti “pipa”, “babi”, “mama”, dan sebagainya.

-Pada usia 5, anak bisa membaca dua hingga tiga suku kata yang memiliki alfabet bervariasi, misalnya “gembira”, “rumah”, “pisang”, dan sebagainya. Anak juga sudah bisa membaca kalimat yang sederhana, misalnya “Ini rumah saya”, “Itu sepatu adik”.

-Pada usia 7, anak bisa membaca buku cerita yang sederhana, dan memahami isi ceritanya dengan baik.

“Namun yang perlu diingat, di Indonesia, anak tidak diwajibkan untuk belajar membaca hingga ia menginjak sekolah dasar. Oleh karena itu, jika tidak diberi stimulasi, anak berusia di bawah 7 tahun yang belum bisa membaca bisa jadi hal yang wajar terjadi.”

7 Tanda yang Patut Dicurigai

Resthie juga menjelaskan, disleksia merupakan gangguan perkembangan belajar yang ditandai adanya kesulitan membaca dengan lancar.

Kondisi ini tidak ada hubungannya dengan tingkat kecerdasan anak. Karena sebagian besar penyandang disleksia memiliki IQ (intellectual quotient/ IQ) yang normal.

Seorang anak patut diduga mengalami disleksia bila terdapat salah satu tanda berikut ini:

-Anak kesulitan untuk membaca huruf yang fonetiknya mirip, misalnya huruf b, d, dan p.

-Anak sulit untuk mengingat kosakata yang baru diajarkan.

-Anak kesulitan mengurutkan nama hari atau nama bulan.

-Anak kesulitan untuk membaca kata yang sederhana (2-3 suku kata).

-Anak tidak bisa membaca fonetik “ng”, “ny”.

-Anak tidak bisa mengerjakan matematika sederhana, misalnya 2+2, atau 3+1.

-Anak tidak tertarik pada buku cerita dengan gambar yang menarik.

“Jika mendapati salah satu tanda tersebut pada anak, segera bawa anak ke psikiater untuk memastikan diagnosis disleksia. Jika benar anak mengalami disleksia, jangan panik dulu. Disleksia bukanlah akhir segalanya,” tutup Resthie.

 

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya