Liputan6.com, Jakarta Film animasi Nussa mendapatkan pujian dari berbagai pihak karena terbilang inklusif dan menceritakan tentang pertemanan anak disabilitas dan non disabilitas.
Tokoh utama Nussa digambarkan sebagai anak laki-laki yang salah satu kakinya harus diamputasi. Untuk beraktivitas sehari-hari, ia pun menggunakan kaki palsu.
Salah satu tanggapan baik datang dari Ketua Umum Komunitas Disabilitas D STARS Indonesia, Emsyarfi.
Advertisement
Menurutnya, film Nussa menjadi salah satu cara menyemangati keluarga yang dikaruniai anak berkebutuhan khusus. Film ini juga memberi pandangan kepada keluarga non disabilitas tentang rumitnya kehidupan seorang penyandang disabilitas.
Baca Juga
“Nussa membuka mata penontonnya untuk lebih peduli dan bertoleransi kepada anak dan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus,” kata Emsyarfi kepada kanal Disabilitas Liputan6.com melalui pesan teks Senin (25/10/2021).
Referensi untuk Lingkungan Inklusif
Ibu dari anak down syndrome ini juga mengatakan bahwa film animasi seperti Nussa akan menjadi salah satu referensi untuk membuka cara pandang masyarakat tentang perjuangan para penyandang disabilitas.
“Pesan positif yang disampaikan secara humanis dan energic melalui tokoh Nussa diharapkan membuat banyak keluarga di manapun berada menjadi lebih toleran dan inklusi pada para penyandang disabilitas.”
Agar pesan-pesan positif dari film Nussa dapat dicontoh di kehidupan sehari-hari, Eemsyarfi menyarankan untuk mengajarkan anak nilai agama dan nilai budaya Indonesia yang penuh toleransi.
“Tanamkan nilai kepedulian kepada anak sedini mungkin agar setiap anak mempunyai hati yang lembut, ramah, peduli, dan bertoleransi pada sesama dan teman-temannya yang terlahir tidak seberuntung mereka.”
Advertisement
Pendidikan Disabilitas
Lebih lanjut, Emsyarfi juga menanggapi tentang tokoh Nussa yang pintar di bidang sains dikaitkan dengan dunia pendidikan disabilitas di Indonesia.
Menurutnya, banyak sekolah setingkat SD-SMA yang sudah membuka kelas inklusi di Indonesia. Bahkan, banyak perguruan tinggi negeri membuka kelasnya untuk hampir semua penyandang disabilitas.
“Hanya saja masalahnya izin belajar itu belum disertai akses yang memadai untuk para difabel. Semisal ruang kuliah yang berada di lantai dua dan tiga, tidak tersedia akses jalan selain tangga. Sehingga para penyandang difabel daksa tidak bisa mengakses ruang kelas.”
Begitu juga fasilitas toilet, di hampir seluruh universitas dan sekolah belum menyediakan fasilitas akses dan ramah difabel, lanjutnya. Yang paling utama, tidak semua anak memiliki rasa peduli terhadap teman berkebutuhan khusus dan menerima mereka dengan baik.
“Ini PR bagi negara dan keluarga untuk membukakan hati semua anak dengan kondisi reguler agar lebih bertoleransi pada temannya yang berkebutuhan khusus,” pungkasnya.
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Advertisement