Liputan6.com, Jakarta Penyakit stroke dapat memicu disabilitas daksa maupun kelainan mental. Pasalnya, ketika seseorang terkena stroke (otak), ia mengalami gangguan fungsi tubuh yang disebabkan rusaknya sel otak yang berkaitan dengan fungsi tersebut.
Menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Pondok Indah – Puri Indah Marcus Adityawan Bahroen, perawatan stroke dapat dilakukan pada kondisi rawat jalan setelah rawat inap. Di mana semua hal yang bersifat akut dan komplikasi sudah diatasi.
Baca Juga
“Namun, bukan berarti perawatan rawat inap dan rawat jalan berbeda terlalu jauh, perawatan setelah stroke ini meneruskan yang sudah diberikan sewaktu rawat inap,” kata Marcus pada Liputan6.com, dikutip Kamis (10/2/2022).
Advertisement
Obat dari dokter spesialis neurologi atau saraf dimodifikasi setelah pulang dari rawat inap. Selain itu, fisioterapi dengan koordinasi tim rehabilitasi medik dilanjutkan, bahkan sudah dimulai pada waktu rawat inap kecuali kasus stroke perdarahan, fisioterapi tidak dilakukan secara agresif di awal.
“Konsultasi dengan psikiater dan terapis terkait juga dapat dikerjakan.”
Simak Video Berikut Ini
Durasi Perawatan dan Rehabilitasi
Marcus menambahkan, lamanya waktu perawatan tergantung kasus yang dimiliki pasien. Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis stroke.
“Ada dua jenis stroke, yakni stroke sumbatan dan stroke perdarahan. Belum lagi setiap pasien penyakit penyertanya berbeda-beda.”
Misalnya, jika seorang pasien terkena stroke sumbatan dan juga punya diabetes, maka terapi obat tidak akan berhenti sampai kapan pun. Obat yang dipilih pun tentunya yang aman untuk tubuh dan tidak menimbulkan kerusakan misalnya seperti gagal ginjal.
Sementara, fisioterapi ataupun terapi wicara dari tim rehabilitasi medik, paling baik dilakukan dalam 6 bulan pertama.
“Tentunya ini dapat dihentikan jika kelainannya sudah tidak ada. Namun, jika kerusakan menetap, fisioterapi juga perlu dilanjutkan terus untuk menghindari kaku dan menekuk pada anggota gerak yang lumpuh,” kata Marcus.
Advertisement
Usia Rentan Stroke
Dilihat dari sisi usia, Marcus menjelaskan bahwa seseorang rentan terkena stroke di atas usia 55. Risiko stroke lebih tinggi ketika memiliki penyakit penyerta (komorbid).
“Disabilitasnya tetap sama setelah terkena stroke, berapapun usianya.”
Misalnya, seseorang berusia 20 tahun terkena sumbatan besar di 2/3 otak besar, tetap saja akan lumpuh.
Perbedaannya, pasien usia muda penyembuhannya diharapkan lebih responsif dibandingkan ketika seseorang terkena stroke di usia yang lebih lanjut.
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Advertisement