Liputan6.com, Jakarta - Kebisingan di tempat kerja mungkin terasa tak mengganggu dan tak disadari, tetapi akhirnya bisa merusak telinga.
Dokter dari Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (PERDOKI), dokter Handojo Kun Hendrawan mengatakan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2018 memuat bising sebagai suara yang tak dikehendaki dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pendengar.
Baca Juga
“Misalnya, kita biasa mendengar musik klasik, tiba-tiba kita mendengar musik dangdut. Sekalipun suaranya pelan, tetapi itu merupakan suara yang tak dikehendaki,” tutur dokter lulusan Universitas Atma Jaya tersebut.
Advertisement
Risiko gangguan pendengaran pun bisa muncul jika kebisingan melampaui 85 dbA.
Menurut Handojo, ada banyak penyebab bising yang dapat terjadi di tempat kerja.
Ia memaparkan, mesin peralatan industri seperti kompresor dan generator menjadi salah satu penyebab utama. Selain itu, peralatan perkakas tangan seperti gergaji mesin, bor listrik, obeng listrik, dan gerinda juga dapat menyebabkan bising.
“Peralatan manual seperti palu pun dapat menimbulkan bising. Jadi, di tempat kerja itu pasti ada bisingnya,” dokter tersebut menambahkan.
Gangguan Pendengaran Akibat Bising
Handojo memaparkan, ketulian bersifat tuli syaraf bisa bersifat sementara (temporary threshold shift/TTS) dan permanen (permanent threshold shift/PTS).
“Orang yang bekerja dengan paparan tidak terlalu tinggi, di bawah 85 dbA, karena paparannya nggak besar (telinganya) bisa bising saat kerja, namun saat di rumah telinganya normal lagi,” paparnya.
Menurutnya, hal ini disebabkan karena tubuh manusia itu “ajaib”, selama gangguan tidak terlalu parah, ia bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Gangguan pendengaran bisa berlangsung hanya dalam bilangan jam atau hari, tergantung derajat kebisingannya.
Sementara itu, penyebab PTS adalah ketulian yang disebabkan kebisingan di atas batas wajar. “Menurut Permenaker, kadar tinggi diperkenankan (KTD) adalah 140 dBA,” tuturnya.
Dengan demikian, pajanan di atas 140 dBA berisiko menyebabkan ketulian menetap di saat itu juga. “Misalnya, jika ada tembakan pistol di samping telinga kita,” ia memberi contoh.
Advertisement
Pencegahan Tuli Akibat Bising
Handojo mengungkap, bising juga dapat menyebabkan dampak sistemik, seperti tekanan darah tinggi dan stres. Oleh karena itu, pencegahan sangat dibutuhkan.
Berdasarkan presentasi Handojo, pencegahan dapat dilakukan dengan cara primer dan sekunder. Pemeriksaan primer dilakukan dengan cara pemeriksaan kesehatan prakarya dengan menentukan batas baseline.
“Kita mau tahu pendengaran dia (pekerja) saat ini sebelum kerja apakah masih bagus, maka itu akan kita jadikan baseline,” ungkapnya.
Selanjutnya, pencegahan sekunder dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan tahunan berdasarkan baseline yang telah ditentukan di awal.
Pencegahan utama yang dilakukan adalah dengan program konservasi yang terdiri dari tujuh elemen.
- Monitor kebisingan secara teratur. Monitor sangat diperlukan sebagai salah satu cara pengawasan.
- Pemeriksaan audiometri bagi karyawan yang terpajan. Menurut Handojo, pemeriksaan baru dapat dilakukan untuk karyawan yang terpajan untuk tujuan cost efficiency, mengingat penggunaan alat-alat yang mahal.
- Pendidikan dan pelatihan. Dokter tersebut mengungkap, pendidikan dan pelatihan berguna untuk mengedukasi masyarakat tentang kegunaan alat proteksi.
- Rekayasa teknik dan kontrol administratif.
- Alat proteksi diri.
- Dokumentasi program.
- Evaluasi dan perbaikan program.
Mengingat di tempat kerja selalu ada kebisingan, ia menyarankan untuk para pekerja melakukan tindak-tindak pencegahan. Sementara itu, untuk pekerja UMKM, ia menyarankan promosi kesehatan mengenai ketulian dari puskesmas.
“Di sana juga bisa diberikan penjelasan alat proteksi pendengaran. Itu yang saya pikir setiap orang dapat melakukannya,” pungkasnya.