Liputan6.com, Newport Beach Dalam perjuangannya membasmi korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia telah berusaha keras melalui segala medan tempur untuk memerangi tindak pidana jahanam ini. Selain melakukan pembasmian tindakan pidana korupsi itu secara langsung, KPK berusaha memberikan hukuman yang membuat jera pelaku tindak pidana korupsi, misalnya dengan upaya penyitaan harta benda koruptor dan keluarganya yang diduga diperoleh dengan cara-cara yang tidak wajar. Upaya ini patut dihargai terutama karena kebanyakan anggota keluarga para koruptor yang telah merasakan nikmatnya hasil jarahan ini malah berupaya terus menikmatinya, bahkan dengan menyembunyikan kekayaan haram ini ke luar Indonesia.
Peristiwa pelarian hasil jarahan melalui tindak pidana korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa tahun yang lalu, negara Korea Selatan pernah mengalami masa di bawah pimpinan seorang Chun Doo-hwan yang pernah didakwa menerima suap sebesar lebih dari 200 juta dollar Amerika Serikat dari beberapa perusahaan besar di Korea Selatan di tahun 1997. Chun Doo-hwan berusaha melakukan tindak pidana pencucian uang di luar Korea Selatan, termasuk melakukannya di Amerika Serikat, misalnya dengan pembelian harta benda tidak bergerak. Nyatanya, tindak pidana pencucian uang itu tetap mendapat ganjaran bahkan jauh setelah peristiwanya terjadi.
Karena sifatnya yang sungguh merusak peradaban dan bersifat lintas batas (transnational), tindak pidana korupsi bahkan menjadi perhatian PBB yang kemudian mendirikan badan tersendiri untuk pemberantasan kejahatan serius, termasuk tindak pidana korupsi. Badan yang dimaksud adalah United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Sungguh suatu pembelajaran bagi para pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia, bahwa di manapun dan sampai kapanpun, mereka tidak bisa lari dari tanggungjawab. Mereka harus belajar bahwa kejahatan keji itu tetap akan diganjar dengan setimpal.
Advertisement
Berikut ini disampaikan kutipan berita penyitaan harta kekayaan mantan Presiden Chun Doo-hwan dari Korea Selatan yang diduga merupakan bagian dari tindak pidana pencucian uang, seperti yang kami kutip dari Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) di Departemen Kehakiman Amerika Serikat sebagaimana diumumkan oleh Pejabat Wakil Jaksa Agung David A. O’Neil dari Divisi Pidana Departemen Kehakiman, Asisten Direktur Pelaksana Bill L. Lewis dari FBI Divisi Los Angeles, dan Asisten Direktur John G. Connolly dari Kantor Urusan Internasional Penyidik Keamanan Dalam Negeri di Kantor Penegakan Imigrasi dan Kepabeanan Amerika Serikat (U.S. Immigration and Customs Enforcement (ICE) Homeland Security Investigations (HSI) Office of International Affairs):
Departemen Kehakiman Amerika Serikat (Department of Justice) mengajukan gugatan perdata penyitaan atas sejumlah uang senilai 721.951 dollar AS terkait dugaan hasil korupsi oleh Chun Doo-hwan, mantan presiden Korea Selatan. Penyitaan ini dilakukan ketika kerabat Presiden Chun melakukan penjualan sebuah rumah di Newport Beach yang dulu dibeli menggunakan hasil cuci uang korupsi Presiden Chun. Presiden Chun dan kaum kerabatnya melakukan cuci uang terhadap sebagian dari hasil jarahan korupsi ini melalui perwakilan dan perusahaan samaran baik di Korea Selatan maupun Amerika Serikat.
Uang tersebut disita di bulan Februari 2014 dan terkait dengan penjualan sebuah rumah Newport Beach, suatu kawasan kelas atas di California, dimana putera Presiden Chun, yaitu Chun Jae Yong (lihat gambar terlampir), membelinya dulu di tahun 2005 menggunakan hasil jarahan yang dilacak sebagai hasil korupsi ayahnya. Pemerintah AS bekerjasama dengan Jaksa Penuntut Agung, Departemen Kehakiman di Korea Selatan, dan Jaksa Penuntut Wilayah Seoul Pusat untuk melakukan penyitaan hasil jarahan korupsi ini.
“Selagi menjabat sebagai presiden Korea Selatan, Chun Doo-hwan mengkhianati rakyat Korea Selatan dengan cara menerima suap senilai 200 juta dollar AS, yang oleh sebagian anggota keluarganya kemudian dicuci di Amerika Serikat,” ungkap Asisten Jaksa Agung O’Neil. “Melalui Kleptocracy Initiative di departemen ini, kami secara gamblang menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan memberi ruang dalam sistem keuangan kami bagi pejabat-pejabat korup negara lain—juga termasuk saudara-saudara mereka—untuk menyimpan hasil jarahan haram mereka.”
“Amerika Serikat tidak sudi menjadi tempat penyimpanan harta yang diselewengkan oleh para pemimpin asing yang korupsi,” ujar Asisten Direktur Pelaksana FBI Charles Lewis. “FBI berkomitmen untuk bekerja dengan para rekanan luar dan dalam negeri untuk menandai dan mengembalikan harta-harta itu kepada pemilik resminya, dalam hal ini yaitu rakyat Korea Selatan.”
“Penyitaan terkini itu merupakan bagian dari upaya berkelanjutan oleh HIS untuk menandai dan meyita harta-harta tidak syah di Amerika Serikat yang didapat oleh para pemimpin asing yang korup yang menggunakan negara kami sebagai tempat persembunyian untuk menutupi hasil-hasil jarahan tidak syah dari kejahatan mereka,” seperti dikatakan oleh Asisten Direktur HIS Connolly. “Agen-agen khusus HIS di 67 kantor di 48 negara akan terus bekerja dengan kantor-kantor domestik maupun para rekanan penegak hukum internasional untuk memaksa orang-orang jahat ini mempertanggungjawabkannya dengan cara menghilangkan kenikmatan mereka atas jarahan haram itu.”