Liputan6.com, Damaskus - Militer Suriah mengklaim telah menembak jatuh drone atau pesawat tak berawak milik Amerika Serikat yang terbang di atas Provinsi Latakia -- markas pendukung Presiden Bashar al-Assad.
"Pertahanan udara Suriah menembak jatuh pesawat musuh milik AS di utara Latakia," demikian dikabarkan kantor berita Suriah, Sana, tanpa memberikan rincian lebih lanjut, seperti dikutip dari Reuters.
Insiden penembakan drone terjadi Selasa kemarin sekitar pukul 19.40 waktu Suriah.
Sementara, seorang pejabat AS mengakui, mereka hilang kontak dengan salah satu drone tak bersenjata MQ-1 Predator yang dioperasikan di barat daya. Namun, belum ada konfirmasi bahwa pesawatnya ditembak jatuh. Pentagon masih menyelidiki kejadian tersebut.
Pejabat AS kedua mengatakan, drone bertolak dari Turki, sementara pejabat ketiga mengonfirmasi bahwa benar pesawat itu terbang di langit Latakia. Dan pejabat keempat yang dikonfirmasi menyebut drone tersebut telah hancur. Namun, belum diketahui penyebabnya.
Jika klaim pihak Bashar al-Assad terbukti maka itu adalah kali pertamanya militer Suriah menyerang pesawat milik AS sejak pasukan koalisi mulai menyerang ISIS yang juga bermarkas di wilayah Suriah. Militer Assad tak ikut serta dalam penyerangan terhadap kelompok militan itu.
AS sebelumnya mendeskripsikan pertahanan udara kubu Assad sebagai 'pasif'. Serangan koalisi yang dipimpin Negeri Paman Sam juga tak menargetkan pasukan atau infrastruktur pemerintah Suriah.
Dalam wawancara dengan BBC, Presiden Assad mengatakan pihaknya mendapatkan informasi soal serangan pasukan koalisi dari pihak ketiga
Serangan Bahan Kimia
Sementara itu, aktivis menuding pasukan pemerintah menggunakan klorin dalam serangan di provinsi Idlib Senin 16 Maret 2015 lalu.
Baca Juga
Dua kelompok melaporkan, 6 orang tewas, termasuk 3 anak-anak, ketika pesawat menjatuhkan bom yang diisi dengan cairan kimia.
Di sisi lain, militer Suriah membantah klaim tersebut dan menuding balik bahwa itu hanya propaganda. Klorin adalah bahan kimia yang biasa digunakan dalam industri. Namun, cairan itu diharamkan dalam pertempuran berdasarkan Konvensi Senjata Kimia atau Chemical Weapons Convention (CWC).
Suriah telah menandatangani konvensi tersebut setelah senyawa perusak sistem saraf sarin digunakan dalam serangan pada Agustus 2013 di sejumlah wilayah pinggiran ibukota Damaskus, yang menewaskan ratusan orang.
Advertisement
Kala itu negara Barat menuding pihak pemerintah, sebaliknya, kubu presiden menuduh pemberontak. (Ein/Tnt)