17-6-1985: Kisah Astronot Muslim Pertama di Luar Angkasa

"Di sana kita akan menyadari betapa kecilnya manusia. Kita hanyalah setitik debu di alam semesta."

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 17 Jun 2015, 06:00 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2015, 06:00 WIB
Sultan bin Salman bin Abdulaziz Al Saud, astronot muslim pertama
Sultan bin Salman bin Abdulaziz Al Saud, astronot muslim pertama (Wikipedia)

Liputan6.com, Houston - Deru mesin roket dan semburan api membawa pesawat Discovery mengangkasa dari  Kennedy Space Center, Amerika Serikat 17 Juni 1985. Ada 7 orang di dalamnya, salah satunya adalah Sultan bin Salman bin Abdulaziz Al Saud. Pangeran Arab Saudi itu menjadi muslim pertama di luar angkasa.

Kala itu, ia mengikuti misi, salah satunya menempatkan sebuah satelit untuk Arab Satellite Communications Organization (Arabsat).

Misi berlangsung selama 7 hari, 1 jam, 38 menit, dan 52 detik. Sang pangeran menuju ke titik 4,67 juta kilometer dari Bumi -- ke tempat yang tak pernah diinjak saudara sebangsanya.

Apa yang ia rasakan ketika melihat Bumi dari angkasa luar?  "Di sana kita akan menyadari betapa kecilnya manusia. Kita hanyalah setitik debu di alam semesta," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari The National.

Sultan bin Salman bin Abdulaziz Al Saud, astronot muslim pertama (Wikipedia)

Sang pangeran -- putra Raja Salman yang kini bertakhta -- mengakui, detik-detik ketika ia mengangkasa bikin deg-degan.  "Jika seseorang berkata momentum itu tak menakutkan, sudah pasti ia bohong. Aku berdoa setiap saat. Peluncuran dan pendaratan adalah saat-saat mendebarkan."

Sebagai muslim, Sultan adalah manusia pertama yang salat dan melantunkan ayat-ayat suci Alquran dalam kondisi nol gravitasi.

Bagaimana cara ia salat di angkasa luar?

Sultan mengatakan, seorang muslim bisa berdoa kapan saja. "Menghadap ke segala arah. Seperti di pesawat luar angkasa, Anda tahu, kita tidak bisa benar-benar menghadap ke Mekah. Ke kiblat," kata dia seperti dikutip dari situs WBUR.

Namun, tak mudah untuk melakukan gerakan salat. "Saya harus mengikat kaki saya agar bisa sujud. Tapi, itu tak bisa dilakukan dengan sempurna karena kurangnya gravitasi."

Dalam kondisi musafir atau bepergian jauh, seorang muslim mendapat keringanan dalam beribadah. "Sebagai musafir, saya sembahyang 3 kali sehari, bukan 5 kali. Dan saya salat berdasarkan waktu Florida, ketika pesawat kami mengangkasa."

Kebetulan, misi ke luar angkasa tersebut bertepatan dengan bulan Ramadan. "Jadi, saya juga manusia pertama yang berpuasa Ramadan di angkasa luar."

Sultan juga berperan mengubah persepsi tentang alam semesta yang dipegang kuat Sheikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz, mufti besar Saudi yang meninggal pada tahun 1999 -- yang punya pandangan kontroversial bahwa Bumi itu datar.

Setelah bicara dengan sang pangeran, ia berubah pikiran. Sang mufti yang menjadi buta pada usia 40 dan tidak bisa menonton televisi, bahkan bermimpi suatu hari nanti ia bisa ke angkasa luar.

Selanjutnya: Kisah Astronot Dengar 'Azan' di Luar Angkasa...

Kisah Astronot Dengar 'Azan' di Luar Angkasa

Kisah Astronot Dengar 'Azan' di Luar Angkasa

Perjalanan selama 11 hari di luar angkasa, yang sungguh berarti bagi Sheikh Muszaphar, juga kebanggaan untuk Malaysia, dimulai pada 10 Oktober 2007.

Ia menaiki Soyuz TMA-11 bersama dua angkasawan lain Yuri Malenchenko (Rusia) dan Peggy Whitson (AS). Di kondisi tanpa bobot, Sheikh Muszaphar melakukan percobaan terkait karakteristik dan perkembangan sel-sel kanker hati dan leukimia, serta kristalisasi berbagai protein dan mikroba pada gravitasi rendah.

Di sana, di tepian langit,  Sheikh Muszaphar mengaku menjadi saksi sebuah keajaiban: sayup-sayup terdengar di telinganya, lantunan suara azan.

"Selama perjalananku yang  bertepatan dengan Ramadan, aku seperti mendengar suara azan di Stasiun Luar Angkasa Internasional," kata dia dalam wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency (AA). "Setiap orang yang berkesempatan ke luar angkasa akan merasakan sebuah keajaiban."

Sheikh Muszaphar Shukor,  astronot Malaysia

Astronot lain memang tak mendengarnya, tapi nada panggilan salat itu terdengar jelas di telinganya. "Tapi aku mendengar panggilan itu secara fisik, nyata. Anda mungkin tak akan terkejut jika mendapat pengalaman seperti saya ketika berada di luar angkasa, saat Anda merasa begitu dekat dengan Allah di setiap detiknya."

Sheikh Muszaphar juga merasakan pengalaman spiritual saat melihat betapa kecilnya Bumi. Dan tak habis pikir bagaimana manusia di dalamnya bisa saling membunuh.

Dan, perjalanannya menjadi astronot menaklukkan salah satu ketakutan terbesarnya. "Kami dilatih untuk menjadi pemberani, tak takut terhadap apapun. Sebelumnya, aku fobia ketinggian," akunya.

Selain perjalanan astronot muslim pertama, tanggal 17 Juni menjadi penting dalam sejarah karena menjadi momentum sejumlah peristiwa yang patut diingat.

Pada tahun 1631,  Mumtaz Mahal meninggal saat melahirkan anaknya. Sang suami Shah Jahan I mengingatnya dengan penuh cinta, dengan mendirikan sebuah monumen besar selama 17 tahun: Taj Mahal. (Baca juga: Reruntuhan Kuno di Seberang Taj Mahal, Bukti Mitos The Black Taj?)

 Bibi Ka Maqbara jadi kembaran Taj Mahal di India

 

Kemudian pada 1885, Statue of Liberty tiba di Pelabuhan New York. Patung ini dihadiahkan Perancis untuk Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dan menjadi simbol selamat datang untuk pengunjung, imigran dan orang Amerika yang kembali ke negaranya. (Ein/Ali)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya