Liputan6.com, Islamabad - Abdul Rasheed (9) dan Shoaib Ahmed (13) seperti para bocah pada umumnya. Dua bersaudara itu tertawa ceria, bergerak lincah, dan terus berceloteh soal apa saja. Namun, itu hanya terjadi mulai pukul 04.00, sepanjang siang, hingga sore.
Saat Matahari tenggelam di ufuk barat, tubuh mereka lumpuh dan layu, tak bisa bergerak, tidak mampu berkata-kata. Energi mereka seakan surut seiring redupnya cahaya mentari.
Baca Juga
Karena itu juga, Shoaib dan Rasheed dijuluki 'solar kids'. Kondisi yang sama juga menimpa seorang bocah lain, Ilyas yang baru berusia 1 tahun.
Advertisement
Apa yang dialami tiga bocah asal Desa Balochistan, Islamabad, Pakistan, itu menjadi misteri besar yang menantang untuk dipecahkan oleh para dokter.
"Kami menganggap kasus ini sebagai tantangan. Para dokter melakukan sejumlah tes medis untuk menentukan mengapa anak-anak ini bisa aktif pada siang hari namun tak mampu membuka mata, bicara, dan makan saat senja," kata Javed Akram, dosen kedokteran dari Pakistan Institute of Medical Sciences (Pims), seperti dikutip dari NBC New York, Selasa (9/5/2016).
Pemerintah, tambah Akram, menyediakan perawatan medis gratis pada anak-anak tersebut, yang berasal dari keluarga tak mampu.
Baca Juga
Mohammad Hashim, ayah para pasien tersebut, berasal dari sebuah desa dekat Quetta, ibukota Provinsi Baluchistan.
Petugas keamanan di IT University Quetta itu menikah dengan sepupu dekatnya. Dua dari 6 anak mereka meninggal dunia dalam usia muda.
Hashim menawarkan teori sederhana soal kondisi buah hatinya itu. "Mungkin anak-anakku mendapatkan energi dari Matahari," kata dia.
Namun, para dokter menepis gagasan tersebut. Apalagi, anak-anak tersebut masih bisa bergerak pada siang hari meski berada di ruangan yang gelap ketika hujan badai.
Hashim menambahkan, tiga anaknya yang lain terlahir normal. Ia juga mengatakan, kampungnya bebas dari penyakit menular, dan mereka juga menggunakan fasilitas modern seperti listrik, telepon, dan gas.
Penduduk desa hidup sehat, menjalani kehidupan layaknya penduduk di tempat-tempat lain. "Desa kami tidak tertinggal," kata Hashim
Meski hidup normal hanya setengah hari, Rasheed dan Shoaib tak pernah mengeluh. Saat tubuh mereka bertenaga, kedua bocah membantu sang ayah merawat ternak-ternak mereka.
Rasheed dan Shoaib sangat tekun belajar dan mengidolakan guru mereka, Maulvi Sahab.
Rasheed bercita-cita menjadi pengajar sekaligus hafidz atau penghapal Alquran. Sementara,Shoaib ingin mendalami ilmu agama.
Misteri yang Belum Terpecahkan
Belum Ada Penjelasan Ilmiah
Dikutip dari Kashmirlife.net, Selasa (10/5/2016), Dr Javed Akram, menyatakan penyakit yang dialami oleh bocah-bocah tersebut merupakan kasus pertama di dunia.
Akram menyatakan, dia tidak pernah melihat kondisi seperti itu sebelumnya. Bersama dengan timnya yang terdiri dari 27 ahli medis Pakistan dan 13 orang dokter internasional, mereka bekerjasama untuk memecahkan misteri di balik kondisi bocah-bocah tersebut.
Langkah pertama yang harus mereka ambil adalah membuat diagnosis yang tepat.
Pims telah mengirimkan sampel darah dan hasil tes kepada 13 lembaga yang jadi kolega, termasuk Mayo Clinik dan John Hopkins Medical Institute di AS, dan Guys Hospital di London.
Sementara itu, anggota tim lainnya sibuk mengumpulkan sampel lingkungan dari tanah dan air di Desa Mian Kundi.
Diagnosis awal menyebut, ketiga bocah itu menderita penyakit bawaan yang disebut Masthenia Syndrome.
Itu adalah penyakit langka. Sejauh ini baru 600 kasus yang dilaporkan dari seluruh dunia.
Hashim sangat bersyukur mendapat pertolongan untuk menyembuhkan anaknya.
"Kami beruntung penyakit mereka belum memburuk. Aku tidak tega melihat mereka memiliki waktu yang sangat terbatas," kata ayah enam anak itu.
Hashim menambahkan, anak-anaknya sadar akan kondisi mereka. Rasheed dan Shoaib pun berupaya keras melatih tubuh dan otak untuk menyelesaikan semua pekerjaan sebelum matahari tenggelam.
Namun, kekhawatiran dirasakan Hashim. Ia mengatakan, waktu aktif putra-putranya seakan berkurang. "Pernah suatu ketika, mereka kehabisan tenaga pada siang hari," kata dia.
Advertisement