Diawasi FBI, Bagaimana Pelaku Penembakan Orlando Membeli Senjata?

Omar Mateen, pelaku penembakan Orlando, pernah diselidiki setidaknya dua kali karena dicurigai bersimpati pada teroris.

oleh Irma Anzia diperbarui 14 Jun 2016, 07:14 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2016, 07:14 WIB
Aksi Polisi Serbu dan Lumpuhkan Penembak di Klub LGBT Orlando
Tim SWAT di lokasi penembakan Orlando. (Reuters)

Liputan6.com, Orlando - Sehari setelah tragedi penembakan Orlando, pertanyaan tentang bagaimana sang pelaku, Omar Mateen, dapat secara legal membeli senjata api pun makin menyeruak. Sebab ia telah dua kali diselidiki oleh FBI karena dicurigai bersimpati pada teroris.

Mateen (29) melancarkan serangan di klub Pulse, sebuah lokasi hiburan untuk LGBT di pusat kota Orlando yang sedang menyelenggarakan malam dansa Latin-nya yang populer, pada Minggu pukul 02.02 pagi.

Dua puluh menit setelah memulai aksi pembantaian, ia melakukan langkah yang terbilang aneh, yakni menelepon nomor panggilan darurat 911.

Menurut keterangan pihak berwenang, dalam panggilan itu ia sempat menyebut ISIS dan Trarnaev bersaudara yang melakukan pemboman di acara Boston Marathon pada April 2013.

Penembakan Orlando pada Minggu yang memakan korban 49 orang tewas dan 53 luka-luka, dilakukan Mateen dengan menggunakan senapan penyerang kaliber .223, serta pistol semi-otomatis 9 mm dengan beberapa selongsong amunisi.

Dikutip dari The Guardian, Selasa (14/6/2016), semua perlengkapan mematikan itu dibelinya secara legal dengan menggunakan izin kepemilikan senjata pada minggu yang sama sebelum melakukan penyerangan.

Pelaku kejahatan keji ini juga memiliki izin untuk bekerja sebagai penjaga keamanan, dan pernah bekerja di gedung pengadilan Port St Lucie, Florida.

Hal tersebut dianggap ganjil karena ia pernah diinterogasi oleh FBI sebanyak tiga kali, yakni tahun 2013 dan 2014, setelah adanya beberapa laporan akan perilaku ekstrem yang dilakukannya serta hubungannya dengan terorisme. Namun penyelidikan dianggap kurang kuat.

Terungkapnya fakta bahwa pelaku penembakan paling buruk dalam sejarah AS ini adalah seorang warga negara Amerika yang sedang dalam pengawasan FBI, kemungkinan besar akan memicu munculnya perdebatan akan kurang ketatnya hukum tentang senjata di Amerika, terutama bagi mereka yang sedang dalam penyelidikan terkait terorisme.

Komisaris polisi New York City, Bill Bratton, dengan keras mengkritisi Asosiasi Senjata Nasional (NRA), organisasi pelobi senjata paling kuat di AS, yang telah berkampanye untuk mencegah pelarangan penjualan senjata pada mereka yang tertera dalam daftar orang yang dilarang menumpangi pesawat terbang yang dikeluarkan pemerintah.

"Fakta bahwa kita memiliki daftar teroris, daftar dilarang terbang, dan orang dalam daftar tersebut masih bisa membeli senjata adalah kegilaan tingkat tinggi," ungkap Bratton kepada CNN.

Ia menambahkan, bahwa penyelidikan pelaku penembakan di Orlando harus menjawab pertanyaan mengenai, "Apakah hasil penyelidikan FBI sebenarnya dapat mencegahnya dari membeli senjata. Saya tak terlalu banyak berharap. Jelas-jelas saat ini Amerika Serikat terlalu takut pada NRA."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya