Liputan6.com, Washington, DC - Kepergian sang ayah yang dikenal sebagai petinju legendaris dunia, Muhammad Ali, masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga, tak terkecuali untuk putri ketiganya, Hana Ali.
Kesedihan Hana semakin menjadi menyusul adanya tragedi penembakan di Orlando yang terjadi setelah pemakaman sang ayah. Ia pun menegaskan, peristiwa penembakan massal itu sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang diyakini Muhammad Ali.
"Saya dan keluarga sangat terganggu mendengar peristiwa tragis bagi kehidupan manusia yang berlangsung di Orlando, Florida, pada Minggu pagi, hanya dua hari setelah pemakaman ayah saya," tulis Hana dalam suratnya seperti dilansir CNN, Rabu (15/6/2016).
"Pemakamannya telah menjadi perayaan atas hidupnya, di mana para pemimpin dunia dan tokoh dari berbagai agama datang bersama-sama dalam semangat perdamaian, cinta dan toleransi agama untuk menghormati kehidupan muslim paling terkenal di dunia, Muhammad Ali. Seorang pria yang mencintai agamanya dan mendedikasikan dirinya untuk menyebarkan kebenaran dan banyak kearifan," tuturnya.
Menurut Hana, jika masih hidup sang ayah akan sangat kecewa dan sedih dengan sikap pengecut pelaku penembakan yang telah menewaskan banyak orang.
"Ayah kami akan sangat sedih dan kecewa dengan sikap pengecut dan tak berperasaan yang menampilkan kebiadaban seorang pria bersenjata muslim yang membunuh begitu banyak orang tak bersalah atas nama agama, yang sejatinya memiliki makna: perdamaian," sebut Hana.
Hana mengatakan, ayahnya mencintai keyakinannya, namun ia juga menghormati semua agama dan setiap individu.
"Sebagaimana ayah saya mencintai imannya, ia membesarkan kami untuk menghormati semua agama dan semua orang, untuk tidak menghakimi satu orang pun. Dia mengajarkan kami bahwa tidak ada manusia yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki Tuhan, dan ia sering mengutip salah satu idiom Islam favoritnya saat mengajarkan kami pelajaran spiritual. 'Jika semua lautan adalah tinta dan semua pohon adalah pena, maka masih tidak akan cukup untuk menulis pengetahuan yang dimiliki Tuhan,'", kata Hana.
Sang ayah, disebut Hana, tidak mengutuk siapa pun. Ia memaafkan setiap orang dan selalu menyimpan cinta di hatinya. Hana juga selalu mengingat pesan utama sang ayah.
"Hana, hanya ada satu agama yang benar, dan itu adalah agama yang ada di hati. Tuhan tidak pernah menamakannya Yahudi, Kristen, Islam, Buddha, dan sebagainya. Manusia yang memberikannya nama dan itulah yang memisahkan dan memecah kita. Satu mimpi saya, suatu hari melihat dunia memperjuangkan hal yang sama: kemanusiaan," pesan Muhammad Ali.
Muhammad Ali yang memiliki nama lahir Cassius Clay itu dikatakan Hana tidak memiliki kebencian terhadap ras tertentu dan ia tidak juga menghakimi agama berdasarkan perbuatan kelompok ekstremis.
Perjalanan spiritual Muhammad Ali sebagai muslim penuh lika-liku. Pada 1965, Ali bergabung dalam organisasi kontroversial Nation of Islam yang alirannya berbeda dengan Islam pada umumnya.
Kemudian pada 1975, Ali mengikuti ajaran Sunni, yang dipraktikkan mayoritas muslim di dunia. Perubahan tersebut terjadi ketika Amerika Serikat menjadi lebih multirasial, yakni dengan meningkatnya penduduk keturunan Arab, Asia, dan imigran muslim dari Eropa. Belakangan Ali tertarik mendalami Sufi.