Liputan6.com, Manila - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengecam tindakan Amerika Serikat yang menghentikan rencana penjualan 26 ribu senapan ke negaranya.
Kesal, Presiden yang beberapa kali blak-blakan mengucapkan kata-kata kasar itu kembali mengatakan, para pengambil keputusan AS itu "bodoh" dan "monyet".
Baca Juga
Dengan adanya pemutusan kesepakatan senjata itu, Duterte mengatakan mungkin akan beralih menggunakan senjata Rusia atau China.
Advertisement
Seperti yang dikutip dari CNN, Kamis (3/11/2016), Duterte mengirimkan pesan jelas kepada AS setelah muncul laporan yang menyebutkan adanya potensi pemblokiran penjualan senjata untuk Filipina.
"Mereka mengancamku dengan mengatakan tidak akan menjual senjata? Kami memiliki peledak di sini. Mungkin sebaiknya kami beralih pada Rusia, menggunakan senjata mereka," kata Presiden Filipina itu kepada CNN.
"Aku ingat sekali ada diplomat Rusia yang mengatakan, 'datang ke Rusia, kami memiliki apa pun yang Anda butuhkan'," ujar Duterte.
Tidak hanya merasa kesal, dalam pidatonya yang disiarkan di televisi, Duterte juga mengatakan bahwa dia kehilangan rasa hormat untuk Washington DC.
"Lihatlah monyet-monyet ini, padahal kami ingin membeli 26.000 senapan dan mereka (AS) tidak mau menjualnya," ujar presiden ke-16 Filipina itu seperti dilansir dari Malaysiandigest.com.
Menurut penjelasan Duterte, pihak Rusia dan China telah menawarkan untuk menjual senjata kepadanya. Namun presiden kontroversial itu mengatakan bahwa dia ingin melihat terlebih dulu apakah militernya masih ingin menggunakan senjata AS atau tidak.
"Rusia menawarkan kerja sama, China juga. China lebih terbuka, mereka memberikan brosur padaku dan mengatakan tinggal pilih," kata Duterte. "Tapi saya masih menahan diri, bertanya pada anggota militer apakah mereka masih ingin menggunakan senjata AS atau tidak," tambah presiden itu.
Namun yang terjadi tak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Menurut Duterte, AS menjadi kasar pada Filipina. "Tapi lihatlah, mereka menjadi kasar, makanya saya menjadi kasar pada AS."
Pembatalan penjualan senapan itu terjadi setelah Senator AS Ben Cardin mengatakan bahwa dia akan menentang keputusan tersebut.
Menurut laporan ajudan Cardin kepada Reuters, petinggi Demokrat di U.S. Senate Foreign Relations Committee itu bimbang memberikan senjata kepada Filipina, berhubung dengan adanya pelanggaran HAM dalam perang brutal narkoba yang sedang berlangsung di negara itu.
"Staf komite mengatakan Cardin akan memblokir pengiriman senjata jika memang barang berbahaya itu dijual pada Filipina. Tapi mereka belum mengirimnya," kata ajudan senat itu.
Komitmen Aliansi Filipina
Sementara itu juru bicara Departemen Luar Negeri, John Kirby, mengatakan ia dilarang mengomentari status penjualan. Namun dia menekankan bahwa AS berkomitmen dengan mengatakan bahwa aliansi antara Negara Paman Sam dan Filipina itu penting.
"Menurut peraturan federal, Departemen Luar Negeri dibatasi untuk mengomentari status persetujuan lisensi ekspor senjata pertahanan yang diusulkan," kata Kirby dalam sebuah jumpa pers.
"Jadi kami akan terus berkomitmen untuk bekerja sama dengan anggota Kongres, untuk memberikan bantuan keamanan pada sekutu dan mitra AS di seluruh dunia, termasuk Filipina," kata juru bicara itu lagi.
Sejak menjabat sebagai presiden, Duterte memiliki hubungan yang renggang dengan AS dan Presiden Barack Obama. Filipina juga menyatakan niat untuk mempererat hubungan dengan China dan Rusia.
Bulan lalu, Obama membatalkan pertemuan dengan Duterte, setelah presiden itu mengatakan suami Michelle Obama itu "son of a whore". Duterte kemudian menyampaikan penyesalan atas omongannya.