Liputan6.com, Bogota - Kebangkitan klub sepak bola kecil asal Brasil, Chapecoense, berubah menjadi petaka dalam waktu singkat. Kecelakaan pesawat yang menewaskan hampir separuh pemain klub tersebut meninggalkan duka bagi sejumlah pihak.
Pesawat nahas yang membawa tim sepak bola Chapecoense mengalami kecelakaan di Rionegro. Sebanyak 76 penumpang tewas dalam jet yang terbang dari Bolivia menuju Kolombia itu.
Pemain bek Chapecoense, Alan Luciano Ruschel, merupakan salah satu dari lima orang yang selamat dari kecelakaan.
Advertisement
Baca Juga
"Mimpi ini telah berakhir," ujar ketua dewan klub, Plinio David de Nes Filho, kepada TV Brasil Globo.
"Pagi kemarin aku mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Mereka berkata kepadaku bahwa sedang mengejar mimpi, untuk membuat mimpinya jadi kenyataan," ujar de Nes Filho.
Dikutip dari CNN, Rabu (30/11/2016), Chapecoense dijadwalkan akan bermain di final Copa Sudamericana melawan Atletico Nacional pada Rabu 30 November 2016 di Medellin, Kolombia.
"Chapecoense adalah salah satu cerita dongeng paling indah," ujar jurnalis olahraga Argentina, Martin Mazur.
"Tidak seperti klub besar Brasil, kisah Chapecoense yang rendah hati dan permainannya yang luar biasa di Copa Sudamericana secara alami mendapat dukungan dari penggemar sepak bola Brasil pada umunnya dan menjadi favorit mereka."
"Ini merupakan kisah Cinderella dari Amerika Selatan. Tak ada yang memprediksi soal akhir mengerikan ini," tutur Mazur.
Copa Sudamericana yang merupakan kompetisi terbesar kedua antar klub di Amerika Selatan, memberikan latar belakang kisah luar biasa bagi Chapecoense.
Klub sepak bola yang penuh keberanian, semangat, dan tekad itu didirikan pada 1973 di Chapeco yang terletak di Negara Bagian Santa Catarina di wilayah selatan Brasil.
"Ini sangat berat, sulit untuk berbicara. Aku bahkan tak tahu apa yang akan kuucapkan," ujar Wakil Presiden Chapecoense, Ivan Tozzo. "Ini merupakan tim yang kami semua cintai dan ikuti selama bertahun-tahun."
"Aku telah bekerja untuk klub ini selama beberapa tahun dan tahu apa yang telah kami lewati," kata Tozzo.
Perjalanan Chapecoense
Copa Sudamericana musim ini menjadi pertandingan yang penuh dengan petualangan bagi Chapecoense. Mereka telah bepergian dua kali ke Argentina untuk mengalahkan Independiente dan San Lorenzo dalam perjalanannya menuju final, serta mencetak kemenangan agregat atas klub Kolombia Junior.
Kemungkinan untuk menang di Copa Sudamericana tak hanya menjadi hal besar bagi sejarah Chapecoense, tetapi juga membuka pintu bagi mereka untuk bertanding dalam Copa Libertadores, pertandingan sepak bola paling bergengsi di Amerika Serikat.
"Chapecoense merupakan klub yang relatif muda, dibandingkan dengan raksasa lain yang lebih mapan dalam pertandingan Brasil...," ujar jurnalis sepak bola dan penulis Euan McTear.
"Klub itu kembali ke deretan atas sepak bola Brasil hanya tiga tahun setelah absen selama tiga dekade, dan sejumlah pemain yang membawa mereka bertanding di Copa Sudamericana merupakan pemain sama yang membantu mereka memenangkan promosi dari Serie B pada 2013."
"Aku rasa ini merupakan alasan mengapa orang-orang menyambut mereka dan kesuksesannya, karena mereka menyaksikan perkembangan bersatunya klub dan teman-teman," kata McTear.
Mantan penyerang Brasil, Romario, mengekspresikan simpatinya dalam Twitter dengan menulis, "Aku sangat bersedih atas tragedi ini. Rasa solidaritas aku ungkapkan kepada teman dan keluarga para atlet, wartawan, tim teknis, dan kru."
Peristiwa yang dialami Chapecoense ini bukan kali pertama kecelakaan pesawat menimpa tim sepak bola.
Pada 1949, sebanyak 18 pemain Torino tewas dalam kecelakaan pesawat yang terjadi di dekat Turin, Italia, saat mereka kembali setelah bertanding di Lisbon, Potugal. Kecelakaan itu dikenang setiap tahun oleh supoter klub tersebut di lokasi kecelakaan.
Pada 1958, delapan pemain Manchester United tewas ketika pesawat yang ditumpanginya berupaya lepas landas untuk ketiga kali setelah melakukan pengisian bahan bakar di Munich, Jerman Barat. Mereka baru saja mengalahkan Red Star Belgrade dalam European Cup.
Selain itu, pada 1993 sebanyak 18 anggota tim nasional Zambia tewas dalam kecelakaan pesawat ketika melakukan perjalanan menuju kualifikasi Piala Dunia di Senegal. Kecelakaan tersebut menewaskan seluruh 30 penumpangnya.