Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan (Korsel) mengeraskan retorika terhadap negara tetangganya Korea Utara (Korut) dengan ancaman terbaru, "Datanglah kepada kami dan kami akan memotong kepala ular."
Negeri Ginseng itu disebutkan tengah mempercepat rencana untuk mendirikan sebuah "unit pemenggal kepala."
Baca Juga
Secara spesifik brigade khusus ini akan menargetkan pimpinan perang termasuk Kim Jong-un. Demikian menurut seorang pejabat Kementerian Pertahanan Korsel seperti dikutip dari CNN, Kamis, (5/1/2017).
Advertisement
Menurut pejabat tersebut pula, unit ini akan diaktifkan ketika "terjadi perang." Secara teknis, Korsel dan Korut masih berperang mengingat mereka menandatangani gencatan senjata pada tahun 1953 -- bukan perjanjian damai yang mengakhiri pertempuran.
Pada awalnya, brigade ini diharapkan akan terbentuk pada tahun 2019. Namun Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan, unit ini akan didirikan tahun ini.
Kabar ini mencuat setelah serangkaian provokasi yang dilakukan Pyongyang. Termasuk salah satunya rekaman yang menunjukkan Kim Jong-un tengah memimpin latihan tempur yang menargetkan kediaman resmi presiden Korsel, Blue House.
Kementerian Pertahanan Korsel meyakini Korut akan kembali menggelar uji coba nuklir dan rudal dalam tahun ini meski telah mendapat sanksi dan tekanan dari masyarakat internasional.
Dalam pidato Tahun Barunya, Kim Jong-un menegaskan bahwa negaranya akan segera melakukan uji coba rudal balistik antarbenua. Klaimnya, rudal balistik tersebut mampu mencapai pantai-pantai di Amerika Serikat (AS).
Ini tentu memicu kekhawatiran Seoul. Kendati banyak analis mengatakan, kemampuan rudal Korut belum cukup untuk mengangkut hulu ledak nuklir.
"Rumor telah beredar beberapa kali bahwa Korsel akan membentuk 'unit pemenggalan kepala'," ujar Profesor Choi Jong-kun dari Yonsei University.
Menurut Profesor Choi, lewat isu 'unit pemenggalan kepala' ini Korsel mengirimkan pesan ke Korut.
"Ini adalah permainan sinyal," ujar Choi yang menilai Korsel salah langkah.
"Kita belum memiliki pemimpin. Kita pada dasarnya perlu mempertahankan sikap defensif sementara menghindari publisitas," imbuhnya.
Korsel memang tengah menghadapi krisis kepemimpinan pasca pemakzulan Presiden Park Geun-hye. Kondisi ini membuat rakyat didera ketidakpastian, sementara memicu protes keras dari kelompok berhaluan kiri.
Choi menambahkan, Kementerian Pertahanan Korsel diisi oleh cukup banyak kaum Hawkish.
"Pola ini membuat Kementerian Pertahanan cenderung lebih agresif, mereka cenderung jauh lebih banyak mengendalikan kebijakan Korea Korsel. Sering kali, keputusan dan pengumuman mereka berlebihan," kata Choi.