Liputan6.com, Kuala Lumpur - Tak mudah menjadi anggota korps pengawal presiden Amerika Serikat Secret Service. Mereka -- pria juga perempuan -- adalah orang-orang pilihan yang lolos seleksi superketat dan latihan tanpa henti.
Tugas mereka adalah mengawal dan melindungi orang-orang penting, terutama Presiden Amerika Serikat. Bila perlu, menjadi perisai hidup.
Namun, salah satu anggota Secret Service, Kerry O'Grady jauh-jauh hari menyatakan menolak menjadi perisai hidup untuk Donald Trump. Perempuan itu tak sudi menjadikan dirinya tameng untuk menahan terjangan peluru yang mengarah pada Presiden ke-45 Amerika Serikat itu.Â
Advertisement
Pernyataan tersebut disampaikan O'Grady di laman Facebooknya.Â
Tulisan di Facebook itu ditulis pada bulan Oktober 2016, tetapi menjadi sorotan Washington Examiner pada Selasa 24 Januari 2017. Screenshot dari status itu kemudian beredar di media sosial.
Berikut ini terjemahan postingan status yang dikutip dari CNN.
"Sebagai pelayan masyarakat selama hampir 23 tahun, aku berjuang untuk tidak melanggar Hatch Act. Jadi saya tetap tenang dan berusaha tetap berada dalam jalur. Untuk melakukan hal sebaliknya merupakan pelanggaran pidana bagi mereka yang berada dalam posisi seperti saya..."
"Tapi dunia ini telah berubah dan saya pun demikian. Saya lebih memilih dipenjara daripada menjadi tameng peluru, atau mendukung seseorang yang saya yakini akan menjadi bencana bagi negara ini, untuk para perempuan kuat dan luar biasa, juga kaum minoritas yang ada di sini."
Kerry O'Grady terang-terangan mendukung Hillary Clinton, rival berat Donald Trump dalam Pilpres 2016.
Hatch Act disahkan pada tahun 1939. Berisi larangan pegawai federal tertentu untuk terlibat dalam kegiatan politik. Tujuannya mempromosikan keberimbangan dan sikap nonpartisan di tempat kerja.
Secret Service adalah salah satu lembaga yang terikat dengan aturan tersebut.
Seperti dikutip dari USA Today, Kamis (26/1/2017), pihak Secret Service akan mengambil tindakan yang tepat terhadap Kerry O'Grady.
Seorang juru bicara Secret Service menegaskan bahwa badan tersebut telah mengetahui postingan Facebook Kerry O'Grady. Kendati demikian pihaknya tak akan ikut camput lebih jauh karena itu adalah masalah personal.
O'Grady mengatakan kepada penyidik dalam sebuah wawancara, bahwa ia telah menghapus unggahan statusnya setelah dua atau tiga hari.
Ia menyatakan tak akan lalai menjalankan tugas melindungi presiden, meskipun dirinya mendukungan saingan Trump dari Demokrat, Hillary Clinton.
"Itu adalah dilema bagiku. Tapi begitu aku memasang status itu, kupikir itu bukanlah pemikiran yang perlu dibagikan karena aku sangat patuh dengan misi yang diberikan," jelas O'Grady.