Menlu AS: Kami Akan Bekerja Sama dengan Rusia Jika...

Washington bersedia menjalin kerja sama dengan Moskow, namun ada ketentuannya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 17 Feb 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2017, 15:00 WIB
Menlu AS Rex Tillerson dan Menlu Rusia Sergei Lavrov
Menlu AS Rex Tillerson dan Menlu Rusia Sergei Lavrov (AP)

Liputan6.com, Bonn - Rex Tillerson untuk pertama kalinya tampil di panggung dunia sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Mantan CEO Exxon Mobil itu menghadiri konferensi menteri luar negeri G20 di Bonn, Jerman di mana di sana ia melangsungkan pertemuan bilateral dengan mitranya dari Rusia, Menlu Sergei Lavrov.

Usai pertemuan keduanya, Tillerson mengatakan, Washington bersedia menjalin kerja sama dengan Moskow. Namun hal itu akan terjadi hanya jika AS memiliki kepentingan untuk melakukannya.

"AS akan mempertimbangkan kerja sama dengan Rusia ketika kami dapat menemukan bidang kerja sama praktis yang menguntungkan rakyat Amerika," ujar Tillerson seperti dilansir Daily Mail, Jumat (17/2/2017).

Dalam kesempatan tersebut, Tillerson juga mendesak Negeri Beruang Merah memenuhi tuntutan gencatan senjata di Ukraina yang tertuang dalam kesepakatan Minsk. Intervensi Rusia dan aneksasi Krimea tahun 2014 telah menjadi pemicu jatuhnya hubungan Barat dan Moskow ke titik terendah.

"Sebagaimana kita mencari kesamaan baru, kami berharap Rusia menghormati komitmen perjanjian Minsk dan bekerja untuk mengurangi kekerasan di Ukraina," terang Tillerson yang dikenal dekat dengan sejumlah kepala negara termasuk juga Presiden Vladimir Putin.

Ketika disinggung apakah Rusia khawatir dengan "kekacauan" yang terjadi dalam pemerintahan Donald Trump, Menlu Lavrov menolak berkomentar banyak. Ia tegaskan bahwa Moskow tidak ikut campur urusan dalam negeri negara lain.

Namun Lavrov sepakat dengan Tillerson bahwa Rusia-AS harus bergerak maju dalam berbagai hal yang menjadi kepentingan kedua negara.

"Jelas kita tidak bisa selesaikan semua masalah, tapi kita harus saling mengerti mana yang menjadi kepentingan bersama, dan itu terjadi di banyak bidang, kita harus bergerak maju," kata Lavrov.

Diplomat Rusia itu juga mengutip "kesiapan" AS untuk memulihkan hubungan bilateral kedua negara yang renggang. Meski di lain sisi ia mengakui, baik Gedung Putih maupun Kremlin tidak akan mampu menangani semua perbedaan pendapat hanya dengan sekali bertemu.

Dua pekan pertama menjadi orang nomor satu di Kementerian Luar Negeri AS, Tillerson masih irit bicara. Ia bahkan menolak kesempatan berbincang dengan wartawan dalam penerbangan menuju Jerman.

Di Bonn, ia tidak menanggapi pertanyaan wartawan menyangkut dengan tiga pertemuannya. Tillerson juga belum berkomentar secara terbuka terkait masa depan hubungan AS-Rusia, dugaan campur tangan Kremlin dalam pilpres AS atau kebijakan AS menyangkut isu Suriah dan Ukraina.

Trump disebut-sebut menunjuk Tillerson untuk mengisi posisi tersebut karena dipicu pengalamannya dalam dunia bisnis dan hubungan "karib"nya dengan Rusia ketika ia menjabat sebagai CEO Exxon Mobil.

Berbeda dengan Tillerson, Menteri Pertahanan AS James Mattis justru menunjukkan sikap yang lebih terbuka. Ia menyatakan, AS akan bekerja sama lebih erat dengan Rusia untuk memerangi ISIS di Suriah. Berbicara dalam pertemuan para menteri pertahanan NATO, Mattis mengatakan, AS akan secara politik terlibat dengan pemerintah Putih demi mencari peluang kerja sama.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya