Efek Kebijakan Trump, Sejarawan Terkenal Nyaris Dideportasi

Insiden penahanan Rousso menambah daftar bahwa orang dengan valid visa dan terkenal pun terdampak dari kebijakan anti-imigran Donald Trump.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 27 Feb 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2017, 10:00 WIB
Efek Kebijakan Trump, Sejarawan Terkenal Nyaris Dideportasi
Suasana di Transportation Security Administration at Bush Intercontinental Airport (AP)

Liputan6.com, Houston - Sejarawan terkenal asal Prancis, Henry Rousso, ditahan 10 jam oleh petugas perbatasan di Bandara Texas. Tak hanya itu, ia diancam akan dideportasi.

Pihak universitas A&M Texas mengatakan Rousso sempat akan dikembalikan ke Paris sebagai orang asing ilegal kerena "kesalahpahaman visa".

"Saya telah ditahan selama 10 jam di Bandara Internasional Houston dan nyaris dideportasi," kicau Rousso dalam Twitternya seperti dikutip dari BBC, Senin (27/2/2017).

"Petugas yang menahan saya sangat tidak berpengalaman," lanjutnya.

Insiden penahanan Rousso menambah daftar bahwa orang dengan valid visa dan terkenal pun terdampak dari kebijakan anti-imigran Donald Trump. Permasalahannya, kebijakan itu telah ditangguhkan di pengadilan federal AS.

Bulan lalu, Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif memberlakukan larangan masuk sementara untuk warga tujuh negara mayoritas Muslim, meskipun daftar tidak termasuk Mesir. 

Rousso adalah sejarawan Yahudi kelahiran Mesor. Pria 62 tahun itu adalah peneliti senior di French National Center for Scientific Research, dengan spesialisasi sejarah Prancis dalam Perang Dunia II.

Texas A&M University telah mengumumkan dalam konferensi pada Jumat 24 Februari lal bahwa Rousso telah ditahan saat mendarat di Bandara Houston pada Rabu 22 Februari.

Majalah Eagle melaporkan, pejabat universitas Richard Golsan mengatakan telah ada kesalahpahaman di visa yang dimiliki.

"Ketika dia menelepon saya dengan berita penahanannya, dia sedang menunggu petugas bea cukai untuk mengirim dia kembali ke Paris sebagai orang asing ilegal dengan penerbangan pertama," kata Golsan.

Golsan mengatakan universitas meminta profesor hukum dan pakar hak imigran Fatma Marouf.

"Karena intervensi yang cepat dan tepat waktunya, Rousso akhirnya dibebaskan," kata Golsan.

Sementara profesor Marouf menggambarkan perilaku petugas bea cukai sebagai "respon ekstrim".

"Sepertinya ada lebih banyak kekakuan dalam menegakkan persyaratan imigrasi tersebut dan teknis dari setiap visa," katanya, dikutip The Eagle.

Rousso akhirnya bisa menghadiri konferensi dan berterima kasih kepada pendukungnya dalam sebuah postingan Twitter.

"Terima kasih banyak untuk reaksi Anda. Situasi saya tidak sebanding dengan beberapa orang yang saya lihat yang tidak bisa bertahan dan melawa seperti saya," katanya.

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya