Ahmadinejad: Konflik di Timur Tengah Dipaksakan Pihak Luar

Ahmadinejad kembali ke panggung politik setelah ia mendaftarkan diri untuk maju dalam pilpres Iran 2017 meski tanpa restu Khamenei.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 20 Apr 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2017, 08:15 WIB
Mantan presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan mantan wapres Iran Hamid Baghaei dalam sebuah konferensi pers usai mendaftarkan diri dalam bursa pencapresan
Mantan presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan mantan wapres Iran Hamid Baghaei dalam sebuah konferensi pers usai mendaftarkan diri dalam bursa pencapresan (AP/Ebrahim Noroozi)

Liputan6.com, Teheran - Mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad resmi kembali ke panggung politik setelah ia mendaftarkan diri masuk bursa pencapresan tahun 2017.

Jelang Pilpres pada 19 Mei mendatang, Ahmadinejad pun menguak arah kebijakan luar negerinya jika kelak dirinya terpilih.

Pria berusia 60 tahun tersebut menyerukan agar kekuatan regional di Timur Tengah mengubah kebijakan luar negeri mereka, termasuk di Suriah. Menurutnya, konflik di kawasan tersebut dipaksakan oleh "kekuatan luar".

Pernyataan Ahmadinejad tersebut disampaikannya kurang seminggu setelah secara mengejutkan ia mendaftarkan diri sebagai kandidat capres. Sebelumnya, ia sempat mengatakan tidak akan mencalonkan diri setelah tidak mendapat restu dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Kala itu ia katakan akan mendukung mantan wakil presidennya Hamid Baghaei. Pada 12 April lalu, Baghaei sendiri telah mendaftarkan diri untuk ikut bertarung dalam pilpres.

"Pemimpin Tertinggi menasihati tapi dia tidak meminta saya untuk tidak maju. Itu hanya sebuah saran," ujar Ahmadinejad.

"Saya mengumumkan pencalonan saya serta dukungan saya kepada saudara saya, Baghaei, karena situasi internasional, regional serta pada level internal telah mengalami banyak perubahan."

"Setiap orang dapat memainkan peran dan saya rasa mungkin untuk memimpin negara ini lebih baik dari kondisi sekarang," imbuhnya.

Serukan persatuan regional

Ahmadinejad menyerukan agar negara-negara di kawasan Timur Tengah bersatu meski pada faktanya, Iran sendiri berbeda sikap dalam isu Suriah. Bersama Rusia, Negeri Para Mullah itu mendukung rezim Bashar al-Assad.

Perbedaan mencolok juga terlihat dalam perang di Yaman. Iran mendukung pemberontak Houthi, sementara koalisi sejumlah negara Teluk pimpinan Arab Saudi menyokong pemerintahan yang sah.

"Semua negara harus mengubah kebijakan mereka, termasuk Arab Saudi, Turki, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Bahrain sebagaimana pula Iran, Oman, dan Suriah," ungkap Ahmadinejad dalam wawancaranya dengan Al Jazeera seperti Liputan6.com kutip Kamis, (20/4/2017).

"Kita semua harus melakukan ini dengan mengubah kebijakan luar negeri kita saat ini. Kita harus duduk bersama. Mengapa kita berkelahi satu sama lain? Apa alasannya?," tanya pria yang juga merupakan mantan wali kota Teheran tersebut.

Ahmadinejad menyebut, dalang dari situasi bergejolak di Timur Tengah datang "kekuatan luar".

"Perang telah menyebabkan kehilangan besar dan perampokan atas kekayaan kita. Ini sangat buruk. Harus ada upaya serius untuk negosiasi, perdamaian, dan pemahaman terbaik di antara kita," kata Ahmadinejad.

Ahmadinejad pensiun jadi presiden pada Agustus 2013 setelah menjabat selama empat tahun. Ia meninggalkan Iran dalam kondisi politik domestik terpecah, terisolasi dari dunia internasional, dan ekonomi yang sulit.

Sosok Ahmadinejad kerap melontarkan pernyataan kontroversial. Salah satunya, ia sempat mengatakan, bahwa Holocaust hanyalah sebuah mitos yang digunakan bangsa Eropa untuk menciptakan negara Yahudi di jantung dunia Islam.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya