Liputan6.com, Jakarta - Program Pertukaran Muslim (Muslim Exchange Program/MEP) adalah kegiatan yang dimulai pada 2002 dan diselenggarakan oleh Australia-Indonesia Institute (AII) di bawah Departemen Luar Negeri Australia.
Sejak program itu dimulai, sudah terdapat 200 pemimpin muda Muslim asal Indonesia dan Australia yang telah berpartisipasi. Mereka yang terpilih mengikuti program tersebut, mengaku memperoleh pengalaman tentang Islam dan keanekaragaman di masing-masing negara.
Hal itu juga disampaikan seorang peserta MEP asal Indonesia yang pada Maret lalu berkunjung ke Australia. Kepada sejumlah awak media, perempuan bernama Nurjanni Astiyanti itu membagikan sejumlah pelajaran yang didapatkannya selama mengunjungi Negeri Kanguru pada Maret 2017.
Advertisement
Menurutnya, Australia adalah negara maju yang urusan hukum dan tata tertibnya sudah teratur rapi, sehingga semua orang dari latar belakang berbeda selama bisa saling menghargai dapat hidup di sana.
"Di Australia seseorang bisa memiliki tiga atau empat identitas, tapi selalu Australia-nya dikedepankan. Itu adalah salah satu pelajaran yang penting," ujar Nurjanni. "Pada akhirnya kita belajar untuk saling memahami."
Dalam kesempatan itu, Nurjanni mengutip perkataan akademisi dari Univerisity of Melbourne, Prof Abdullah Saeed, yang mengatakan bahwa Australia merupakan tempat yang baik untuk Muslim menjadi seorang Muslim.
"Di sana kita di sana tidak lagi menghadapi tentang pemerintah yang tidak berpihak dan lain-lain, karena kita berbicara tentang kemaslahatan manusia semua," tutur guru Bimbingan Konseling asal Sukabumi itu di Kedutaan Besar Australia, Jakarta, pada pekan lalu.
"Bahasa di sana tidak lagi menghargai perbedaan, tetapi merayakan perbedaan, dan itu konsisten kita lihat di beberapa titik dan dijadikan sebagai spirit. Perbedaan dihargai sebagai sebuah kekayaan, warna, tidak ditanggapi sebagai bentuk kecurigaan, bentuk permusuhan," ujar Nurjanni.
Perempuan berusia 34 tahun itu juga mengungkapkan pelajaran paling penting yang bisa diambil oleh Muslim Indonesia dari Austrlia.
"Di Australia mereka tidak mengindentikkan diri dengan agama tertentu, tapi di sana diutamakan penghargaan terhadap manusia dan meminimalisir kebencian," tutur Nurjanni.
Dalam kesempatan itu, lima peserta MEP yang merupakan pemuda Muslim asal Negeri Kanguru juga hadir di Kedubes Australia di Jakarta. Selain itu, sejumlah alumni MEP pun turut hadir atas diluncurkannya buku berjudul 'Hidup Damai di Negeri Multikultur: Pengalaman Peserta Pertukaran Tokoh Muda Muslim Australia-Indonesia.'