Liputan6.com, Moskow - Dialog merupakan cara terbaik untuk mengatasi guncangan politik di Jazirah Arab yang melibatkan Qatar dan Arab Saudi Cs. Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani saat keduanya bertemu di Moskow.
Kawasan Timur Tengah memanas setelah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Bahrain, Yaman, Mauritius, Mauritania, Libya, dan Maladewa memutuskan hubungan dengan Qatar. Langkah Saudi Cs tersebut memicu krisis diplomatik terburuk yang melanda negara-negara Teluk Arab dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Negara-negara tersebut kompak menuding Qatar mendukung terorisme dan mendestabilisasi wilayah Timur Tengah melalui jalinan hubungannya dengan Iran dan sejumlah kelompok seperti Ikhwanul Muslimin dan Hamas.
Advertisement
Baca Juga
Qatar mengakui hubungannya dengan kelompok-kelompok tersebut, namun mereka membantah menyokong terorisme.
"Kami tidak senang dengan situasi ini, ketika hubungan antar mitra kami semakin memburuk," ungkap Menlu Lavorv menurut media yang dikelola negara seperti dilansir CNN, Minggu (11/6/2017).
"Hanya melalui dialog langsung dimungkinkan untuk lebih memahami kekhawatiran masing-masing, memecahkan masalah ini, dan memastikan transparansi dalam semua masalah ini."
Lavrov mengatakan, krisis Teluk harus diselesaikan melalui Liga Arab, Dewan Kerja Sama Teluk, dan antar negara yang berseteru.
"Kami menjaga kontak dengan sebagian besar pihak yang terlibat dalam proses yang masih berjalan," terang Lavrov.
Sementara itu menlu Qatar menyatakan, tujuan utama kunjungannya ke Moskow adalah untuk memberikan penjelasan kepada Rusia mengenai apa yang sebenarnya tengah terjadi dan tindakan-tindakan melawan Qatar. Salah satunya melalui sanksi.
Menurut Sheikh Mohammed, Rusia dan Qatar 'terikat hubungan persahabatan' dan menghargai kerja sama bilateral kedua negara.
"Setiap masalah harus dipecahkan dengan dialog. Format dialog antar negara-negara Teluk Persia merupakan yang paling tepat," ujar Sheikh Mohammed.
Krisis Teluk disebut turut memengaruhi kebijakan Amerika Serikat dan perang regional melawan teroris ISIS. Konsentrasi terbesar personel militer AS di Timur Tengah berada di Pangkalan Udara Al Udeid, Qatar.
Pangkalan yang dihuni 11.000 personel militer AS tersebut merupakan kunci dalam perang melawan ISIS di Suriah dan Irak.