Kehancuran Trump hingga 'Kiamat', 3 Ramalan Terkait Gerhana di AS

Tak hanya langka, gerhana matahari total 21 Agustus 2017 di AS memicu ramalan nujum. Apa saja?

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 03 Agu 2017, 21:19 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2017, 21:19 WIB
20160303-Gerhana-Matahari-Total-iStockphoto
Ilustrasi Gerhana Matahari Total (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ada yang tidak biasa dari kemunculan gerhana matahari total yang akan muncul di Amerika Serikat pada 21 Agustus 2017 nanti. Selain fakta bahwa peristiwa itu tergolong langka, fenomena tersebut ternyata memicu sejumlah narasi yang membuat beberapa orang mengernyitkan alis.

Gerhana matahari adalah peristiwa alam ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari -- sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Sang Surya, yang kemudian menuntun dunia sesaat dalam kegelapan.

Indonesia sendiri pernah mengalami fenomena alam yang langka itu pada 9 Maret 2016. Dan tahun ini, giliran daratan Amerika Serikat yang mendapat jatah kemunculan gerhana matahari total, tepatnya pada 21 Agustus 2017 nanti.

Sejumlah pakar menyebut, gerhana di AS pada 21 Agustus 2017 nanti akan menjadi fenomena sains terbesar dalam sejarah.

Fenomena itu tergolong sebagai gerhana matahari total, yakni ketika Bulan menutup seutuhnya matahari, membentuk sebuah umbra (bayangan gelap Bulan) secara penuh.

Terakhir kali gerhana matahari total menyambangi AS adalah pada 26 Februari 1979. Sayangnya, tidak banyak orang yang mendapatkan kesempatan untuk melihat fenomena itu, karena hanya melintas di lima negara bagian di kawasan Barat Laut AS dan kondisi cuaca yang buruk.

Ilustrasi Gerhana Matahari Total (iStockphoto)

Berbeda dengan yang lalu, Gerhana 21 Agustus nanti tergolong sebagai mega fenomena. Pasalnya, menurut pakar langit, semua orang di daratan Negeri Paman Sam akan merasakan dampak peristiwa alam itu. Jika langit cerah pada hari gerhana, kegelapan dari Bulan akan mencakup setidaknya 48 persen permukaan Matahari dan berdampak pada menggelapnya seluruh wilayah Negeri Paman Sam.

Meski peristiwa alam belaka, sejumlah ahli nujum mengaitkan fenomena tersebut dengan sejumlah ramalan atau nubuat, berikut tiga di antaranya yang Liputan6.com kutip dari sejumlah sumber:

1. Kehancuran Donald Trump

Presiden Amerika Serikat Donald Trump (AFP)

Gerhana matahari total yang akan terjadi di AS pada 21 Agustus nanti memancing kelompok pegiat pseudoscience (ilmu semu), ahli ramal dan nujum, serta pakar supranatural di Negeri Paman Sam dan negara Barat lain.

Para pegiat pseudoscience mengonstruksi sejumlah argumen serta mengaitkan fenomena alam langka itu dengan beberapa kejadian teranyar di Bumi, mulai dari politik, Donald Trump, hingga kabar isapan jempol tentang kiamat. Dan, narasi yang mereka bentuk mampu membuat beberapa orang mengernyitkan alis.

Maraknya narasi itu menimbulkan keunikan tersendiri. Pasalnya, AS dan Barat dikenal sebagai negara yang mengedepankan voice of reason (akal dan logika) serta asas ilmiah ketimbang takhayul atau mitos.

Bagi para astrolog, fenomena gerhana di masa kini hingga sekarang tetap menyimpan potensi ramalan dan misteri.

"Apa yang kita bicarakan adalah kemampuan sinar matahari untuk memberi cahaya dan menghasilkan panas, dan semua hal itu sebentar lagi diambil," kata Caves.

"Jadi ada simbolisme yang dibangun tentang fenomena itu, gerhana kerap dimaknai sebagai hal-hal yang mendekati akhir, dan seringkali terjadi dalam konteks yang sangat dramatis," tambahnya.

Pertanda Kehancuran Donald Trump?

Salah satu contoh, seperti yang dikutip dari Newsweek, beberapa ahli nujum menautkan fenomena itu sebagai pertanda awal kehancuran Presiden Donald Trump. Apalagi, peristiwa itu datang di saat situasi politik sang presiden tengah memanas akibat sejumlah terpaan isu dan dugaan skandal.

"Telah banyak pembicaraan mengenai gerhana matahari dengan apa yang akan terjadi pada Donald Trump. Bahkan dunia astrologi telah ramai menghubungkan fenomena langit dengan sang presiden sejak ia dilantik," jelas Wade Caves pakar astrologi asal AS.

Gerhana Agustus tidak hanya unik karena kelangkaannya, tambah Caves, tapi juga karena aktivitas astrologi yang terkait dengannya terjadi seiring dengan keputusan presiden.

Fenomena tersebut terjadi di zodiak Leo, sesuai dengan periode kelahiran Trump. Singa adalah simbol Leo, dan dengan demikian tanda itu merupakan penguasa dan raja.

"Pada saat dia lahir, tingkat tertentu karakter Leo itu diaktifkan, seperti kebangkitan dan kejayaan. Akan tetapi, gerhana itu justru mengaktifkan derajat yang lain, yakni prediksi akan kejatuhan, kehancuran, hingga kesulitan," jelas Caves memprediksi nasib politik dan pemerintahan Presiden Trump menggunakan konstelasi bintang zodiak dan korelasinya terhadap gerhana matahari.

Korea Selatan lakukan uji coba misil demi antisipasi ancaman rudal Korea Utara (Kementerian Pertahanan Korea Selatan)

 

2. Awal Krisis Politik AS

Sementara itu, dari perspektif politik, gerhana dianggap mampu memprediksi dan menghasilkan analisis yang berkorelasi dengan situasi politik dunia terkini.

"Pada dasarnya, dari sudut pandang astrologi, gerhana merupakan ledakan energi yang besar, seperti serentetan cangkang senapan di seluruh peta negara atau individu, memberi energi, dan kekuatan," kata astrolog Debra DeLeo-Moolenaar.

Vladimir Putin dan Donald Trump melakukan pertemuan tertutup disela-sela KTT G20 yang diadakan di Hamburg, Jerman (7/7/2017). (AP Photo/Evan Vucci)

"Pada saat ini, katanya, AS berada dalam periode dramatis, dan gerhana ini dapat memicu frustrasi lebih besar dan mungkin saja memicu untuk menghentikan segala konflik serta isu yang ada," tambah DeLeo-Moolenaar.

"Gerhana itu mungkin tidak menunjukkan bahwa AS dalam bahaya langsung untuk perang. Namun, fenomena itu mengingatkan kita untuk bersiap menghadapi kejadian genting semacam itu yang berpotensi membawa kehancuran bagi AS," jelas Johnson.

 

 

3. Pertanda Kiamat?

Ilustrasi Hari Kiamat (iStock)

Sementara itu, Unsealed, media religi berbasis di Texas, menyebut bahwa gerhana 21 Agustus mungkin menjadi pertanda akhir zaman. Demikian seperti yang dilansir dari Daily Star, Kamis (3/8/2017).

Media itu menjelaskan bahwa 21 Agustus merupakan rangkaian pertama dari total dua peristiwa yang mengarah pada kiamat. Peristiwa kedua adalah gerhana matahari total AS yang akan kembali terjadi pada 8 April 2024.

Dalam periode tujuh tahun ini, menurut media religi, orang-orang beriman akan berseri-seri ke surga. Dan orang yang tidak beriman akan menghadapi kesengsaraan yang mengerikan di Bumi.

Unsealed menjelaskan, "Kitab Suci mengatakan beberapa kali bahwa akan ada tanda-tanda di langit sebelum Sang Penyelamat kembali ke Bumi. Kita melihat ini sebagai kemungkinan salah satunya. Kami pikir itu adalah isyarat Tuhan kepada kami bahwa dia akan melakukan langkah selanjutnya."

Selain itu, Michael Parker dari End Time Prophecies menjelaskan bahwa gerhana nanti menjadi tanda kedatangan Yesus Kristus dan akhir zaman.

"Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa ketika sebuah negara dan para pemimpinnya terlibat berusaha untuk membagi tanah Israel, Tuhan akan datang ke negara itu dan membagi tanah tersebut sebagai penghakiman untuk melakukannya," jelas Parker yang merujuk 'negara' itu sebagai AS

"Gerhana matahari pada 21 Agustus 2017 nanti akan membelah AS secara diagonal - yang pada dasarnya memotongnya menjadi dua," tambahnya.

Akan tetapi, menurut Duncan Steel penulis buku Eclipse: The Celestial Phenomenon that Changed the Course of History, hal-hal prediksi dan ramalan terkait gerhana dan nasib manusia, seperti yang disebutkan oleh Caves, sudah tidak relevan dengan konteks Abad ke-21.

"Zaman dulu, ramalan dan prediksi tentang gerhana itu masih dipercaya oleh manusia. Tapi bagi orang masa kini untuk membayangkan bahwa mereka adalah tanda malapetaka, adalah hal yang gila," jelas Steel.

"Jika orang percaya bahwa gerhana matahari yang akan datang dapat berdampak sesuatu untuk AS, bagi Trump, terhadap dunia, maka mereka jelas-jelas tertipu," tambahnya.

Saksikan juga video berikut ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya