Liputan6.com, Paris - Brigitte Macron akhirnya buka suara terkait hubungannya dengan sang suami yang merupakan Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Kisah cinta mereka jadi perbincangan karena perbedaan usia yang signifikan.
"Saya tidak merasa seperti ibu negara," sebut perempuan berusia 64 tahun tersebut, seperti dikutip dari Independent, Jumat (18/8/2017).
Perkataan tersebut keluar dari mulut Brigitte dalam wawancara pertamanya sejak tinggal di istana presiden, Elysee Palace.
Advertisement
Dia mengatakan, hubungan cintanya dengan sang presiden dimulai sejak 20 tahun yang lalu. Tanpa ragu, dirinya melayangkan pujian terhadap suaminya tersebut.
"Kesalahan satu-satunya Emmanuel adalah dia lebih muda dari saya," sebutnya.
Saat pertama kali bertemu Emmanuel, ia berusia 24 tahun lebih tua. Brigitte pun ketika itu adalah seorang guru drama yang telah menikah dan mempunyai tiga anak.
Ia melihat Emmanuel sebagai sosok remaja yang ambisius. Awal hubungan mereka dinilainya sangat berat.
Alasannya, kedua orang tua Emmanuel membencinya. Namun, fakta tersebut tidak jadi halangan. Pasangan tersebut akhirnya menikah pada 2007.
"Ketika saya melihat hubungan saya, ini merupakan kisah yang sederhana," kata Brigitte.
"Jika saya membuat pilihan untuk tidak bersamanya, saya akan kehilangan nyawa saya," ucap dia.
Walau begitu, Brigitte mengatakan awalnya ia berpikir adalah kemustahilan dirinya bisa menerima cinta Emmanuel. Namun, semuanya berubah kala mereka terlibat dalam pertunjukan seni komedi adaptasi cerita Eduardo De Fillipon.
Momen itulah yang membuat Brigitte menyadari hubungannya sudah berubah. Meski menyadari perubahan rasa dalam dada, dia masih mencoba menolaknya.
Bahkan ada satu momen, Brigitte mengusir Emmanuel. Ia menyuruh kekasihnya pergi ke Paris untuk menyelesaikan studi.
Baca Juga
Namun, sesudah itu, mereka akhirnya memutuskan untuk hidup bersama dan menampik semua kabar miring mengenai hubungan tersebut.
Kini, ia merasa hubungan beda lebih dari 20 tahun tersebut tidak berarti apa-apa.
"Kami selalu sarapan bersama. Wajah saya memang sudah keriput, sementara dia begitu segar dengan kemudaannya. Begitulah adanya."
Terkait posisinya sekarang, Brigitte mengakui bukan hal yang mudah mendapat sebutan dan peran ibu negara atau First Lady Prancis.
"(Ibu negara) itu adalah terjemahan dari ekspresi Amerika dan saya tidak suka segala sesuatu yang berhubungan dengan itu. Saat saya mendengar sebutan itu, saya langsung berbalik badan dan bertanya apa yang sedang kalian bicarakan," ucap dia.
"Sangat penting untuk menjelaskan segalanya, termasuk apa yang ada depan saya. Aku akan mengambil peran publik tersebut tapi warga Prancis harus tahu pula mengenai apa kemampuan yang saya miliki," tambahnya.
Prancis Tolak Brigitte Jadi First Lady
Brigitte juga menyebut ia tak mau ambil pusing dengan adanya petisi penolakan terhadap dirinya untuk menjadi ibu negara. Petisi tersebut pada pekan lalu telah ditandatangani 315 ribu orang.
"Status saya tidak akan ditentukan oleh undang-undang, tetapi melalui sesuatu yang transparan dan saya tidak mau terima bayaran dengan apa yang dituju dan kemampuan saya," papar dia.
"Jadi pemikiran saya jelas. Masyarakat memilih Emmanuel, bukan saya," kata Brigitte.
Langkah untuk memblokir Nyonya Macron agar tidak mengambil peran formal di Istana Élysée dipicu oleh keputusan Emmanuel Macron untuk terus maju dengan undang-undang "moralitas" yang kontroversial. UU ini nantinya akan melarang anggota parlemen untuk mempekerjakan anggota keluarga sebagai upaya mengatasi korupsi.
Peranan First Lady saat ini tidak ada dalam konstitusi Prancis dan biaya yang dikeluarkan istri Presiden diambil dari anggaran umum untuk Istana Élysée.
Meskipun Nyonya Macron tidak akan dibayar untuk peran tersebut, ia akan diberi kantor, staf tambahan, dan anggaran terpisah.
"Ketika Anda terpilih sebagai presiden Republik, Anda tinggal dengan seseorang, Anda bekerja siang dan malam, Anda mengorbankan kehidupan publik dan kehidupan pribadi Anda," kata Macron kepada penyiar TF1 Prancis mengenai peran sang istri.
"Jadi, orang yang tinggal bersama Anda harus memiliki peran dan dikenali dalam peran itu."
Keputusan Macron terhadap undang-undang itu dinilai sangat kontroversial karena berimbas pada pemotongan belanja militer serta anggaran perumahan.
Dengan manuver Macron yang seperti itu, pada bulan lalu terlihat penurunan popularitas terbesar bagi seorang Presiden Prancis sejak Jacques Chirac pada 1995.
Advertisement