Liputan6.com, Doha - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson pada Minggu kemarin mengatakan, ini waktunya bagi milisi asing yang didukung Iran untuk keluar dari Irak. Pernyataannya tersebut digambarkan mengantisipasi berakhirnya perang melawan ISIS.
"Milisi tersebut harus pulang. Setiap pejuang asing di Irak harus kembali ke mereka dan membiarkan rakyat Irak untuk mengendalikan kembali wilayah yang telah direbut dari ISIS. Biarkan rakyat Irak membangun kembali kehidupan mereka dengan bantuan dari dari tetangga-tetangga mereka," ujar Tillerson, seperti dikutip dari CNN pada Senin (23/10/2017).
Pernyataan tersebut disampaikan Tillerson dalam kunjungannya ke Arab Saudi yang dilaksanakan beberapa hari setelah pasukan yang didukung AS mengumumkan pembebasan Kota Raqqa dari ISIS. Raqqa yang terletak di Suriah dijuluki ibu kota ISIS.
Advertisement
Pasukan AS saat ini masih berada di Irak untuk mendukung pemerintahan negara itu, termasuk dalam upaya memerangi ISIS. Demikian pula halnya dengan milisi yang disokong Iran.
AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump dinilai telah mengambil sikap yang lebih agresif terhadap Teheran. Sebut saja, ancaman Trump yang akan membawa AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran yang ditandatangani pada 2015.
Baca Juga
Dalam pernyataan yang disampaikannya bersama dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Tillerson juga memperingatkan negara-negara yang menjalin hubungan dengan Korps Garda Revolusi Iran.
"Kedua negara (AS dan Arab Saudi) meyakini bahwa mereka yang melakukan bisnis dengan Garda Revolusi Iran, setiap entitas mereka, benar-benar melakukannya dengan risiko besar," terang Tillerson.
Korps Garda Revolusi Iran merupakan sebuah badan militer yang terpisah dari angkatan bersenjata nasional Iran. Badan ini dibentuk pada Mei 1979 sebagai kelompok kekuatan yang loyal kepada Pemimpin Tertinggi Iran.
Oleh AS, Korps Garda Revolusi Iran dituding melakukan pelanggaran HAM dan memicu ketidakstabilan di seluruh kawasan.
Kunjungi Qatar
Usai melawat ke Arab Saudi, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson melanjutkan kunjungannya ke Qatar. Kunjungannya ke negara pimpinan Tamim bin Hamad Al Thani itu untuk membahas krisis Teluk yang telah berlangsung sejak Juni lalu.
Krisis Teluk dipicu tuduhan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Bahrain terhadap Qatar bahwa negara itu telah mendanai terorisme dan ekstremisme. Konflik berujung pada pemutusan hubungan diplomatik dan penerapan blokade darat, laut, serta udara terhadap Qatar.
Adapun Tillerson yang berada pada posisi juru damai atas krisis Teluk mengakui bahwa ia dan Trump masih mencari solusi untuk mengakhiri ketegangan. Namun, usai bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, belum lama ini Tillerson mengatakan bahwa ia tidak meyakini pihak Riyadh siap untuk berunding.
"Saya meminta untuk terus terlibat, tolong upayakan dialog," tutur Tillerson ketika berbicara di Doha. Ia menambahkan, "Tidak ada indikasi kuat bahwa mereka siap memulai dialog. Jadi, kita tidak bisa memaksa pembicaraan pada pihak yang belum siap."
Advertisement