Liputan6.com, Tokyo - Jepang kembali "menelurkan" ide gila. Kali ini, Negeri Sakura itu melakukan dobrakan dalam bentuk bantal seks.
Dilansir dari Mirror pada Minggu (26/11/2017), bantal seks itu dirancang oleh seorang kartunis bernama Miz Uury.
Uury mengaku, gagasan itu muncul setelah sebelumnya sketsa kartun bergambar gadis setengah telanjang tengah populer di Jepang.
Advertisement
Pria itu lantas mengimplementasikan idenya itu ke dalam sebuah bantal, yang ia lukis dengan gambar tokoh gadis anime berpakaian minim dan berbentuk seperti sedang mengangkang.
Yang juga membuat bantal ini berbeda, pada bagian bawahnya dibuat sebuah rongga yang berfungsi agar kaki bisa diselipkan ke dalamnya.
Bahan dasar yang dipilih dalam pembuatan bantal ialah kain lembut, yang dibuat nyaman untuk menunjang tubuh.
Selanjutnya, Uury coba bekerja sama dengan Full Graphic Factory untuk mencetak hasil desainnya.
"Saya sangat gembira (telah membuatnya). Publik pun ikut senang atas hasil ciptaan saya," ujar Uury.
"Bantal-bantal itu bagus untuk bersantai dan menjadi teman menonton TV. Bantal ini juga dapat dipakai oleh para penderita sakit punggung untuk tidur," tambahnya berpromosi.
Pemasaran produk ini dilakukan dalam bentuk video dengan menggandeng seorang model wanita Jepang. Video itu kini telah dibagikan secara luas di media sosial.
Bantal seks itu juga nantinya akan dipasarkan di Winter Comiket (pasar komik) di Tokyo, Jepang pada 29-31 Desember 2017.
Alasan Pemuda Jepang 'Ogah' Berhubungan Seksual
Maraknya produk alat bantu seks di Jepang nampaknya diciptakan demi mengikuti situasi pasar di sana.
Sebuah survei pemerintah Jepang yang dilakukan kepada generasi milenial menunjukkan hasil, bahwa 42 persen pria dan 44,2 persen wanita lajang yang berusia antara 18 hingga 34 tahun belum pernah berhubungan seks.
Sementara itu 64 persen di kelompok umur yang sama, sedang tidak menjalin sebuah hubungan spesial.
Ada beberapa penyebab yang membuat masyarakat Jepang memilih tak melakukan hubungan seksual.
Salah seorang pria Jepang, Ano Matsui, memberikan alasan mengapa sebuah hubungan spesial bukan menjadi salah satu tujuannya saat ini. Pria berusia 26 tahun itu, pernah ditolak oleh seorang wanita.
Ia mengatakan, laki-laki sepertinya menganggap perempuan sebagai sosok yang 'menakutkan'. Ia juga lebih memilih menghabiskan waktunya untuk menjalankan hobinya seperti menonton anime.
"Aku membenci diriku, tapi aku tak bisa melakukan apa pun untuk itu," ujar Matsui.
Sementara itu seorang perempuan berusia 24 tahun, Anna, mengaku senang dengan status lajangnya sekarang. Ia meyakini bahwa memiliki kekasih justru akan membatasi kebebasannya.
"Ketika aku kuliah, aku mendapatkan kebebasan dari orangtuaku. Akhirnya aku dapat begadang dan minum-minum dengan teman-teman," ujar Anna.
"Seorang kekasih hanya akan membatasi kebebasanku. Aku tak menginginkan itu," kata Anna yang menambahkan bahwa dirinya lebih memilih tidur dan makan di banding beruhubungan seks.
Seorang seniman berusia 45 tahun, Rokudenashiko, mengatakan bahwa baginya seks dalam sebuah hubungan merupakan sebuah hal yang penting. Namun ia mengaku, laki-laki menganggap terlalu banyak usaha yang harus dikeluarkan untuk berhubungan badan.
Karena itu, ia memilih pelarian dengan menonton pornografi.
Meski Jepang dikenal akan industri seks komersialnya, namun budaya tradisional Jepang menganggapnya sebagai hal yang tabu.
"Banyak dari kita tak bisa mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Itu lah budaya kita, menyembunyikan perasaan yang sebenarnya," ujar seorang perempuan dalam saluran situs berbagi video 'Find Your Love in Japan'.
Sementara itu seorang profesor diplomasi publik dari Kyoto University of Foreign Studies, Nancy Snow mengatakan, bahwa perubahan norma sosial dan ekonomi berkontribusi pada menurunnya hubungan antara pria dengan wanita.
"Beberapa identitas personal pria terikat dengan gaji, dan mereka merasa terancam dengan wanita yang berkuasa atas dirinya sendiri," ujar Snow.
Snow menjelaskan bahwa berkurangnya pendapatan membuat pria di Jepang merasa kurang percaya diri dalam menarik perhatian wanita, di mana kaum hawa di negara tersebut banyak yang telah sukses dan memperoleh pendapatan sendiri serta memprioritaskan dirinya.
Terdapat juga laporan dari Business Insider yang mengungkap, bahwa pernikahan di Jepang 'mandek' karena panjangnya jam kerja. Menurut laporan tersebut, orang Jepang bekerja 10 hingga 12 jam sehari. Berbeda dengan negara berkembang lain di mana penduduknya rata-rata bekerja delapan jam per hari.
Advertisement