Liputan6.com, Washington, DC - Sejumlah konflik menyeret dunia dalam kondisi suram. Mulai dari krisis nuklir Korea Utara, perluasan pengaruh China di Asia, hingga invasi Rusia ke Ukraina. Situasi internasional sekarang ini disebut sama mengerikannya seperti saat Perang Dingin.
Sebagai negara yang mengklaim dirinya "polisi dunia", Amerika Serikat tak bisa dilepaskan dari kondisi global. Pertanyaan menggelitik pun muncul, apakah deretan konflik tersebut membuat tantangan yang dihadapi Negeri Paman Sam meningkat?
Think-tank yang bermarkas di Santa Monica, California, RAND Corporation, dalam laporan terbarunya bertajuk "US Military Capabilities and Forces for a Dangerous World" menyatakan bahwa pasukan AS, didasarkan pada asumsi yang masuk akal, bisa kalah dalam peperangan berikutnya. Demikian seperti dikutip dari news.com.au pada Senin (11/12/2017).
Advertisement
Laporan yang dilansir RAND Corporation tersebut meneliti skenario konflik di masa depan, mulai dari ISIS hingga Iran serta dua hipotesis perang melawan China dan Rusia.
RAND Corporation dalam laporannya menyebutkan bahwa rasa puas diri dan prioritas di luar batas merupakan inti dari persoalan di tubuh militer AS. Alih-alih membangun kapal induk yang lebih besar dan kapal serta pesawat super canggih, militer AS dianggap harus fokus membuat kinerjanya lebih baik.
Baca Juga
"Pasukan AS hari ini yang berjumlah lebih besar dari yang diperlukan untuk berperang dalam sebuah pertempuran hebat, gagal mengikuti modernisasi kekuatan musuh utama, diposisikan dengan buruk untuk menghadapi tantangan utama di Eropa dan Asia Timur," sebut laporan itu.
Saat AS berjuang untuk meraih kemenangan di Afghanistan, kemampuan China dan Rusia telah melonjak.
Skenario tempur yang diproyeksikan AS di Eropa dan Asia, keduanya dinilai menunjukkan hasil yang buruk, ungkap laporan RAND Corporation itu.
Korea Utara, China, dan Rusia
Dalam isu Korea Utara, laporan tersebut menyatakan bahwa akuisisi senjata nuklir Pyongyang berpotensi menimbukan kerusakan besar ke Korea Selatan, Jepang, dan mungkin Amerika Serikat.
"Sulit untuk mencegah Korea Utara menggunakan senjata nuklir dengan ancaman pembalasan saja. Jadi, kami didorong untuk mencoba memiliki kemampuan untuk menghalangi mereka menggunakan senjata tersebut -- dan secara teknis itu sulit dilakukan," sebut laporan itu.
Tantangan lain yang juga dihadapi oleh Washington ke depannya adalah meningkatnya kekuatan dan kepercayaan diri militer China.
"Pemimpin militer China telah mengartikulasikan tujuan untuk mendapatkan kontrol laut atas 'rantai pulau pertama' yang mencakup semua tetangganya di Asia Timur, termasuk negara pesisir di Laut China Selatan. Bersamaan dengan itu, China mengembangkan dan menerjunkan serangkaian kekuatan udara, laut, dan rudal untuk mengambil risiko atas kemampuan militer AS dan sekutu di 'rantai pulau kedua' yang mencakup pulau-pulau di Jepang, wilayah AS di Guam dan Kepulauan Mariana dan seluruh kepulauan Filipina," tulis laporan RAND Corporation.
China disebut telah berhasil membangun sebuah kekuatan yang dirancang khusus untuk melawan kemampuan AS. Sistem pesawat terbang dan rudal modern menimbulkan ancaman nyata terhadap gugus tugas kapal induk AS yang ditugaskan di Laut Cina Selatan.
Sementara itu, langkah berani Rusia menginvasi Ukraina dinilai menunjukkan bahwa Presiden Vladimir Putin siap bersikap konfrontatif. Namun, konflik kemungkinan tidak akan pecah dalam sebuah "bentrokan tradisional".
RAND berpendapat bahwa Angkatan Udara AS yang dulu sangat dahsyat sekarang akan berjuang melawan sistem rudal Rusia yang modern.
Laporan tersebut berpendapat bahwa prioritas yang jauh lebih besar perlu dilakukan untuk memodernisasi peralatan militer AS yang ada dan memosisikan mereka sedemikian rupa untuk menghalangi -- dan mengalahkan -- agresi yang dilancarkan oleh China, Rusia, dan Korea Utara.
Advertisement