Liputan6.com, Canberra - Konsulat China di Melbourne memperingatkan mahasiswa dari Tiongkok agar selalu waspada terhadap lingkungan mereka. Imbauan ini semakin gencar diumumkan pascaterjadinya serangkaian serangan.
"Baru-baru ini, muncul beberapa kasus penyerangan terhadap mahasiswa China di Australia," kata konsulat dalam pernyataan tertulisnya, seperti dilansir dari South China Morning Post, Selasa (19/12/2017).
Baca Juga
Meski konsulat tidak merinci jumlah mahasiswa yang menjadi korban, pihaknya tetap meminta kepada siapa saja yang berada dalam situasi berbahaya agar segera menghubungi polisi, atau melapor ke kedutaan jika merasa dalam situasi tak aman.
Advertisement
"Kami mengimbau mereka untuk waspada di manapun mereka berada di Australia," lanjut pernyataan itu, yang ditulis dalam Bahasa Mandarin.
Pada bulan Oktober, tiga mahasiswa China diserang oleh dua pemuda di sebuah terminal bus di Canberra. Menurut laporan, kedua pemuda itu meminta rokok dari tiga mahasiswa tersebut, namun permintaan mereka ditolak. Satu mahasiswa dilarikan ke rumah sakit setelah dihajar dan kedua pemuda itu telah diamankan polisi.
Kasus ini memicu protes di kalangan masyarakat Tionghoa yang tinggal di Australia. Mereka mendesak pemerintah setempat untuk segera bertindak. Menurut mereka, penyerangan itu bisa merusak reputasi Negeri Kanguru sebagai negara yang aman bagi mahasiswa asing.
Dalam kasus yang lebih serius, pada bulan Agustus, seorang mahasiswa Australia di Australian National University menyerang dosen pengajar dan teman sekelasnya menggunakan tongkat baseball. Empat mahasiswa China terluka dan dilarikan ke rumah sakit.
Di Melbourne, pada bulan Juli, poster anti-China ditemukan di dua universitas kota tersebut. Mengetahui hal itu, otoritas akademik langsung mencopot poster dan menyelidiki kasus ini.
Australia memang menjadi salah satu tujuan populer bagi mahasiswa China. Pada tahun 2015, total mahasiswa yang belajar di Negeri Kanguru itu mencapai 27 persen, menurut data dari Australian Department of Education and Training.
Namun tensi antara Canberra dan Beijing meningkat pada tahun lalu, diduga karena campur tangan China dalam duina perpolitikan dan diplomasi Australia.
Senator Australian Labor Party atau Partai Buruh, Sam Dastyari, mengumumkan pengunduran dirinya pekan lalu setelah dituduh memiliki kedekatan dengan para "pendonor" partainya, termasuk pengusaha keturunan China-Australia, Huang Xiangmo.
Di samping itu, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull telah memperingatkan China atas campur tangannya dalam urusan politik Australia. Beijing membantah dan menegaskan bahwa tuduhan itu bias dan paranoid.
Universitas Australia Dituduh Berbagi Penelitian dengan China
Sebelumnya, Mantan Pejabat Senior Pertahanan Australia, Peter Jennings, mengatakan kepada Program AM milik ABC Radio bahwa kemungkinan sejumlah universitas melanggar aturan soal teknologi yang dapat digunakan untuk militer.
Peter mengatakan, sudah waktunya bagi Departemen Pertahanan untuk melakukan penyelidikan mendalam.
"Departemen Pertahanan harus mulai mengaudit kinerja universitas, karena kita berbicara soal kepentingan China, bukan kepentingan komersial, bahkan kepentingan nasional atau keamanan Australia," ujarnya, mengutip ABC Australia Plus, Jumat (15/12).
Ada peraturan ketat yang melarang berbagi penelitian yang dapat digunakan untuk tujuan militer oleh musuh potensial Australia, termasuk China.
Universitas di Australia melakukan penelitian di bidang teknologi, seperti kecerdasan buatan, komputer super, dan teknologi mobil tanpa pengemudi, yang dapat disesuaikan untuk keperluan militer.
Departemen Pertahanan mengatakan, mereka mengandalkan penilaian dari pihak universitas sendiri untuk mengatur interaksi para akademisi di institusinya dengan akademisi luar negeri.
"Pada akhirnya, adalah tanggung jawab masing-masing institusi untuk memastikan mereka (universitas) mematuhi undang-undang tersebut," kata departemen kepada ABC, saat menanggapi pertanyaan seputar hubungan peneliti Australia dan China.Â
Advertisement