Revolusi Besar, Bahasa Kaum Rohingya Segera Didigitalkan

Teknologi ini memungkinkan Rohingya untuk menulis email, mengirim teks dan mengunggahnya di media sosial menggunakan bahasa mereka sendiri.

oleh Afra Augesti diperbarui 21 Des 2017, 07:48 WIB
Diterbitkan 21 Des 2017, 07:48 WIB
Bahasa Rohingya
Bahasa Rohingya yang didigitalisasikan. (AFP)

Liputan6.com, Rakhine - Selama berpuluh-puluh tahun, keberadaan etnis Rohingya tidak dianggap oleh pemerintah Myanmar.

Kini, kelompok minoritas tersebut boleh merasa sedikit lega karena segera mendapatkan "identitas" unik mereka, yakni alfabet berbentuk digital.

Bahasa orang-orang Rohingya telah dimasukkan dalam upgrade Unicode Standard, sistem pengkodean global yang mengubah naskah tertulis menjadi karakter dan angka digital.

Teknologi ini memungkinkan kaum Rohingya untuk menulis email, mengirim teks dan mengunggahnya di media sosial menggunakan bahasa mereka sendiri.

Sebuah langkah besar yang ditujukan bagi etnis Rohingya yang tidak bisa membaca dan menulis dengan huruf lainnya.

Sebagaimana diketahui, korban kekerasan di Rakhine banyak menghadapi kekhawatiran lantaran tidak bisa berkomunikasi. Kebanyakan orang tidak bisa memahami bahasa mereka. Terlebih, kaum Rohingya juga tidak bisa berbicara menggunakan bahasa lain selain bahasa ibu.

Namun para ahli mengatakan, pengenalan inovasi ini kepada Rohingya merupakan bentuk simbolis untuk mengakui keberadaan mereka sekaligus memelihara kehidupan orang-orang terpinggirkan, walaupun mereka tidak bisa mencerna atau mengadopsi teknologi tersebut dengan cepat.

"Jika Anda tidak bisa menulis bahasa Anda sendiri, maka orang-orang akan menganggap Anda tidak ada," kata Mohammad Hanif, yang mengembangkan sistem penulisan untuk bahasa Rohingya di tahun 1980an, dikutip dari Daily Urdu Times, Selasa (20/12/2017).

"Dengan demikian, Anda akan lebih mudah ditekan," lanjutnya yang juga merupakan guru di sebuah madrasah untuk Rohingya di Bangladesh.

Myanmar menyebut kaum Rohingya sebagai "orang Benggala", meskipun banyak dari mereka yang telah hidup di Myanmar selama beberapa generasi.

Para ahli mengatakan bahasa adalah bagian dari permasalahan ini. Rohingya berbicara menggunakan dialek Bengali yang hanya bisa dipahami di wilayah Chittagong, bagian tenggara Bangladesh. Namun dialek itu terdengar asing di telinga umat Buddha Myanmar.

Revolusi Besar

Pengungsi Rohingya
Muslim Rohingya saat melakukan pelayaran maut untuk mengungsi dari Rakhine. (AFP)

Sekian lama, etnis Rohingya tidak memiliki bukti tertulis, hingga akhirnya Hanif mulai mempelajari nuansa bahasa mereka.

Hanif mengatakan, sekitar 50 buku pelajaran telah ditulis menggunakan bahasa Rohingya. Buku-buku itu diajarkan di beberapa sekolah Rohingya di Malaysia, Pakistan, Arab Saudi dan Kanada.

Naskah Rohingya itu dikenal sebagai "Rohingya-lish". Penemuan Hanif tersebut akan dikodekan oleh Unicode Consortium, sebuah lembaga nirlaba yang mengawasi standarisasi karakter dan angka digital secara global.

Seorang perwakilan konsorsium yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan kepada AFP melalui email bahwa naskah buatan Hanif menjadi salah satu naskah yang patut dipertimbangkan untuk versi unicode berikutnya. Keputusan akhir segera ditetapkan pada bulan Februari 2018.

Jika disetujui, inovasi ini akan memungkinkan diaspora global Rohingya, sehingga Rohingya bisa berkirim pesan melalui aplikasi layanan obrolan seperti WhatsApp. Tentunya, menggunakan alfabet digital mereka.

"Ini melegitimasi perjuangan Rohingya di bidang bahasa dan orang-orangnya yang teraniaya," kata Muhammad Noor, seorang insinyur perangkat lunak yang membuat tipografi komputer untuk bahasa Rohingya. Tipografi itu diklaim kompatibel dengan pengolah kata, namun bukan untuk penggunaan online.

Translators Without Borders, sebuah layanan terjemahan nirlaba yang menyediakan layanan amal di wilayah krisis kemanusiaan, mengatakan pentingnya memasukkan bahasa Rohingya ke ranah digital.

"Ini sebuah perubahan besar," kata salah seorang sukarelawan Rebecca Petras di Cox's Bazar, kamp pengungsi Rohingya.

"Agar bahasa mereka dianggap, naskah itu sangat diperlukan. Inovasi tersebut akan memperkuat pengakuan keberadaan Rohinya dan melestarikan bahasanya," imbuhnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya