Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Inggris Punya Museum Vagina Pertama di Dunia, Seperti Apa?

Inggris segera memiliki museum vagina pertama di dunia. Penciptanya merupakan seniman Yahudi.

oleh Afra Augesti diperbarui 06 Jan 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2018, 21:00 WIB
Vagina Alat Kelamin Perempuan
Ilustrasi Foto Vagina (iStockphoto)

Liputan6.com, Birmingham - Seorang komedian Yahudi, Florence Schechter, menciptakan museum vagina pertama di dunia. Museum itu terletak di Brighton, 50 mil selatan London, Inggris.

Menjelang pembukaan museum pada bulan ini, Schechter mulai menuai banyak lelucon sarkasme dari publik. Bahkan ketika ia menciptakannya pada musim semi 2017.

Salah satu sindiran datang dari Conan O'Brien, seorang pembawa acara televisi dan pelawak Amerika Serikat yang pernah memenangkan penghargaan Emmy Award.

"Ini akan menjadi museum pertama dimana saat Anda memasukinya harus melewati toko suvenir terlebih dulu," candanya, dikutip dari Times of Israel, Sabtu (6/1/2018).

Sindiran seperti itu juga mencuat ke media sosial. Bahkan ayahnya yang juga merupakan seorang seniman, mulai meledek anak perempuannya.

Tapi Schechter sangat serius dengan rencana pembukaan museum vagina miliknya. Pengakuan ini dia sampaikan di hadapan lebih dari 30 orang yang hadir dalam Limmud Festival di Birmingham, Inggris.

Schechter mengatakan bahwa dia mulai mengerjakan museum vagina pada bulan Maret 2017, setelah mempelajari bahwa Islandia memiliki satu-satunya museum penis di dunia. Dia menyebut sindiran-sindiran yang dilontarkan kepadanya sebagai bentuk adanya ketidaksetaraan gender.

"Sekarang, museum ini adalah bagian dari hidup saya. Saya kini menjadi wanita vagina," ucapnya.

Lelucon mengejek yang didengarnya sejak Maret tahun kemarin hanya memperkuat tekadnya saja. Baginya, candaan sarkas seperti itu membuktikan bahwa masih banyak yang menganggap vagina sebagai sesuatu yang bias untuk diperbincangkan di publik.

"Mereka sangat konyol sampai Anda menyadari intinya bahwa vagina menjadi hal buruk, itu sangat mengerikan. Dunia benar-benar membutuhkan museum vagina," imbuh Schechter.

Untuk saat ini, ada satu situs web yang memberikan akses kepada penduduk Inggris untuk mendukung pembuatan logo museum. Tapi Schechter mengakui bahwa dia tidak mengumpulkan dana dari manapun untuk membuka museum miliknya.

Kampanye Kesetaraan Gender

Florence Schechter
Komedian Yahudi Florence Schechter saat diskusi dalam acara Limmud Festival di Birmingham, Inggris, 28 December 2017. (Cnaan Liphshiz/JTA/AFP)

Di museum vagina, Schechter berencana mengkampanyekan kesetaraan gender, tentunya berkaitan dengan vagina, dalam hal ini mengacu pada wanita.

Pertama, mengenai pemotongan alat kelamin perempuan atau sunat wanita.

"Saya ingin museum ini menjadi bagian dari perlawanan itu," ungkap Schechter.

Dia juga mencatat bahwa di berbagai belahan dunia, masih banyak ditemukan kasus perbudakan seks, kekerasan seksual, pelanggaran hak-hak LGBT, dan postingan di media online yang mempermalukan kaum hawa.

"Saya ingin orang-orang masuk (ke dalam museum), melihat permasalahan global ini dan berpikir bahwa kita harus melakukan sesuatu, kita harus mengubahnya," Schechter menambahkan.

Selain kampanye positif mengenai wanita, di dalam museum akan dipamerkan grafik anatomi vagina. Menurut Schechter, grafik ini dimaksudkan untuk membantu memberikan informasi tentang organ reproduksi wanita.

Bagian lain dari museum akan mempertontonkan mengenai persalinan dan kontrasepsi.

Di museum vagina juga akan ada sentuhan imajinasi. Misalnya, kafe museum yang menyuguhkan cupcake vulva -- kue kering dengan krim merah muda -- dan patung yang terbuat dari cetakan plester 400 vulva wanita (ini adalah instalasi dari pameran Schechter pada tahun 2008 yang berjudul "The Great Wall of Vagina").

Selain itu, lukisan karya maestro Georgia O'Keeffe 1926, bernama "Black Iris", juga dipajang di museum itu.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya