Liputan6.com, London - Seorang perempuan berusia 22 tahun asal Nottingham, Inggris, menderita kelainan langka. Ia alergi terhadap semua benda, bahkan oleh air mata dan rambutnya sendiri.
Natasha Coates mengalami kelainan imunologi yang disebut mast cell activation syndrome atau sindrom aktivasi sel mast (MCAS). Kelainan ini menyebabkan tubuhnya mengalami reaksi buruk terhadap pemicu spesifik.
Baca Juga
Jenis pemicu itu bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan kondisi pengidap dan perubahan dari waktu ke waktu. Kelainan ini disebabkan ketika sel mast -- sejenis sel darah -- di dalam tubuh bereaksi terhadap pemicu tersebut dengan melepaskan histamin dan bahan kimia lainnya.
Advertisement
Tubuh Coates memiliki reaksi alergi terhadap air matanya sendiri, pertumbuhan rambutnya, perubahan cuaca, makanan dan pencernaan.
"Reaksi alergiku bisa bermacam-macam. Ada yang disebabkan oleh cuaca, gatal, kelelahan atau lidah dan tenggorokan yang bengkak," ungkap Coates, dilansir New York Post, Kamis (11/1/2108).
Saat rambutnya tumbuh, kulit kepalanya melepuh dan mengalami luka bakar. Saat dia menangis, air mata menyebabkan ruam merah di wajahnya dan beberapa makanan tertentu bahkan hampir bisa membunuhnya.
"Suatu hari saya makan sandwich keju dan saya baik-baik saja. Keesokan harinya, saya makan makanan sama dan tubuh saya bereaksi. Rasanya seperti mau mati. Lusa, saya juga makan makanan yang sama, tapi saya baik-baik saja. Saya tidak tahu reaksi apa selanjutnya," katanya melanjutkan.
"Ada begitu banyak reaksi yang ditimbulkan dari tubuh saya; karena perubahan suhu, alat mandi, produk kecantikan, deodoran, semprotan, makeup yang berbeda, barang di sekitar rumah. Saya tidak bisa melakukan banyak hal seperti yang kebanyakan orang lakukan. Saya tidak bisa minum alkohol. Saya bahkan tidak bisa mengoleskannya di kulit," ucapnya.
Ibunya Turun Tangan, Rajin Bersih-Bersih Rumah Sendiri
Untuk menghindari kasus potensial, ibunda Coates, Adele, hanya memasak makanan tertentu yang dirasa aman. Adele juga terus menjaga kebersihan rumah.
Sang ibu memastikan orang-orang yang datang mengunjungi rumahnya harus mencuci tangan terlebih dahulu, sehingga alergi anaknya tidak kambuh.
"Demi mencegah alergi Coates kambuh, saya selalu membersihkan, menghilangkan debu, menyeka seluruh permukaan rumah, memastikan orang mencuci tangan saat mereka datang ke rumah," tutur Adele.
Coates memiliki banyak reaksi dalam sehari, biasanya migrain, gatal dan bengkak. Dia telah mengonsumsi lebih dari 250 EpiPens dan menjalani banyak perawatan di rumah sakit karena alergi itu mengancam jiwanya.
Padahal, sejak lahir sampai umur 18 tahun, Coates menjalani kehidupan normal. Akan tetapi, memasuki umur 20, semua gejala itu mulai tampak. Butuh dua tahun baginya untuk mendiagnosis MCAS.
"Menjelang akhir 2012 saya mulai alergi terhadap buah. Bibir saya akan melepuh sedikit dan terasa gatal. Pertama, karena makan apel, lalu stroberi, kemudian tomat. Saya langsung dilarikan ke ahli alergi dan diberi tahu bahwa saya menderita sindrom alergi oral. Oleh sebabnya, saya harus rutin mengkonsumsi EpiPen untuk berjaga-jaga," kenang ahli senam ini.
"Suatu hari saya pergi bersama teman ke sebuah acara. Saya belum makan atau minum sama sekali, tapi tiba-tiba saya merasa sangat tidak sehat. Hal berikutnya yang saya tahu, mereka (teman-teman) meletakkan masker oksigen di wajah saya dan kemudian saya pingsan. Saya diberi tahu dokter bahwa saya mengalami reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa."
Â
Advertisement
Gemar Olahraga, tapi...
Coates juga memiliki reaksi alergi terhadap olahraga. Meski demikian, dia menolak untuk membiarkan penyakitnya menghalangi jalannya.
Coates adalah pesenam difabel. Namun dia telah berkompetisi dalam Kejuaraan Disabilitas Inggris (Disability British Championships) dan berada di peringkat nomor satu di Inggris.
"Saya telah melakukan senam sejak usia delapan tahun, hanya berawal dari hobi, dan ketika saya tumbuh kondisi ini, saya tidak dapat mengikuti senam biasa pada umumnya sehingga saya beralih ke senam untuk penyandang cacat."
"Ada banyak hambatan yang ditemui saat berolahraga, karena faktor kimiawi mempengaruhi otak saya. Saya tak bisa merasakan apapun dari siku dan lutut ke bawah. Jadi, ketika berdiri di atas balok, saya tidak bisa merasakan kaki saya, saya hanya bisa melihat balok untuk mengetahui di mana mereka berada."
"Saya pikir cukup banyak orang yang menganggap saya normal, tidak cacat, mereka membuat frustrasi saat saya membutuhkan adaptasi. Saya melihat banyak pasang mata yang menatap seolah berkata 'Kamu tidak terlihat sakit' atau 'Kamu tidak terlihat cacat', karena mereka tidak merasakan kesakitan saya, mereka tidak melihat organ tubuh saya yang bengkak secara internal," ucap Coates menutup pembicaraan.Â