Liputan6.com, Mumbai - Sebuah karya sinema epik Bollywood berjudul Padmaavat resmi dirilis dengan pengawalan ketak pihak keamanan di seantero India, menyusul protes keras yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Dilansir dari laman TheGuardian.com pada Kamis (25/1/2018), kru film tersebut berkali-kali diserang, beberapa lokasi syuting dirusak, dan bahkan penentang keras proyek film ini sempat mengancam akan memutilasi aktor utamanya.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa negara bagian di India telah sepakat mengajukan tuntutan hukum ke Mahkamah Agung, serta mendesak Perdana Menteri Narendra Modi untuk melarang film tersebut beredar.
Serangkaian aksi kekerasan terjadi di beberapa kota besar di India sejak Selasa, 23 Januari 2018, dalam upaya menghentikan rencana rilis film terkait.
Naskah film Padmaavat sendiri merupakan adaptasi sebuah puisi klasik Abad ke-5, yakni tentang kisah sosok ratu Hindu, Padmini, yang memilih menenggelamkan diri daripada ditaklukan oleh serangan penguasa kerajaan musuh.
Di Mumbai, massa dilaporkan membakar beberapa kendaraan. Di Gurgaon, sebuah kota satelit di selatan Delhi, massa melempari bus-bus dengan batu dan bom Molotov.
Sebuah bus sekolah di negara bagian Haryana diserang pada hari Rabu, sementara polisi anti huru-hara bentrok dengan ratusan demonstran di negara bagian bagian Uttar Pradesh dan Gujarat.
Pihak kepolisian India telah menahan 18 orang terkait serangan terhadap bus sekolah di Haryana. Sebuah rekaman video menunjukkan anak-anak sekolah menangis ketakutan ketika bus yang ditumpanginya dilempari batu oleh demonstran.
Â
Â
Rumor Kisah Cinta Ratu Hindu dan Penakluk Muslim
Kontroversi meluas itu bermula sekitar setahun lalu ketika muncul rumor tentang film yang dibintang oleh aktris Deepika PAdukone, dan disutradarai oleh Sanjay Leela Bhansali, akan memuat adegan percintaan antara seorang ratu Hindu dan penakluk Muslim, Alauddin Khilji.
Meskipun rumor tersebut tidak terbukti, namun massa terlanjur termakan emosi sehingga memicu terjadinya protes dan aksi kekerasan, terutama ketika trailer perdana film tersebut, menunjukkan tokoh Ratu Padmini menari memperlihatkan bagian perutnya.
Kisah asmara yang dirumorkan tersebut dianggap tidak menghormati Padmini, sosok yang dianggap simbol suci bagi kelompok Rajput, yakni salah satu kelompok kasta terbesar yang sangat bangga mengaku sebagai keturunan pasukan kstaria dari wilayah utara India.
"Padmini mengorbankan hidupnya sebagai bentuk perlawanan atas sikap tidak terhormat kepada wanita," ujar Giraraj Singh Lotwada, pimpinan dari kelompok Rajput Sabha yang berbasis di Jaipur.
"Dia sangat dihormati. Kami berdoa kepadanya, menganggapnya sebagai dewi," lanjutnya.
Giraraj menambahkan bahwa dirinya tidak mendukung kekerasan yang mengatas namakan upaya penyetopan film terkait, namun menyebut hal itu sebagai pembalasan terhadap tindakan keras polisi.
Namjun, kebanyakan sejarawan berargumen bahwa sosok Padmini tidak pernah ada. Ia disebut tidak lebih dari mitos yang berkembang menjadi simbol kekuatan bagi kelompok Rajput, yang hidup di sebuah negara dengan agama dan kasta yang masih mengatur bagaimana orang harus bekerja, di mana mereka tingga, dan dengan siapa mereka menikah.
Advertisement
Dilarang Tayang di Beberapa Negara Bagian
Begitu kerasnya protes terhadap film Padmaavat, bahkan mendorong beberapa wanita Rajput berani mengancam untuk bakar diri mereka hidup-hidup jika film tersebut tetap dirilis pada Kamis, 25 Januari 2018.
"Kami tidak takut mati," ujar pemimpin kelompok wanita tersebut di hadapan media India.
"Tidak akan ada yang menayangkan film itu di sini," ujar Neeraj Ahuja, general manager Wide Angle Multiplex, sebuah bioskop besar di kota Ahmedabad di negara bagian Gujarat. "Terlalu banyak gangguan. Tidak ada cukup keamanan yang membantu. Orang-orang akan membeli tiketnya dan kemungkinan besar merusak properti kami."
Gujarat merupakan salah satu dari beberapa negara bagian melarang penayangan film tersebut. Namun aturan tersebut digagalkan oleh Mahkamah Agung India, yang berpendapat bahwa kebebasan berekspresi seharusnya tidak diikuti oleh ancaman kekerasan.
Aosiasi Bioskop India, yang menaungi sekitar 75 persen layar lebar, mengatakan bahwa anggota di negara bagian Rajasthan, MAdya Pradesh, dan Goa juga merasa khawatir untuk menayangkan film tersebut.
Menariknya, beberapa analis yakin bahwa kontroversi akan membuat film itu meraih box office.
"Film itu akan meraih pendapat satu miliar rupee selama penayangan perdana di sepanjang libur panjang di India, dari Kamis hingga Minggu nanti," jelas analis perdagangan Akshaye Rathi kepada AFP.