Liputan6.com, Canberra - Sekilas, apa yang dilakukan para ilmuwan ini sadis. Mereka meminta para relawan berkali-kali menyerang bangkai babi dengan sebilah pedang samurai panjang dan parang. Bentuk tubuh hewan tersebut pun terbelah-belah, tak lagi utuh. Namun, ada alasan kuat di balik itu: atas nama ilmu pengetahuan.
Percobaan berdarah tersebut dilakukan untuk menganalisis cedera yang diakibatkan sabetan parang dan pedang samurai, agar bisa mengidentifikasi senjata yang digunakan dalam kasus pembunuhan, dari bekas luka yang ditinggalkan.
Baca Juga
Penelitian ini sebenarnya tak murni akademis, melainkan dilakukan di tengah penyelidikan kasus pembunuhan di mana korbannya diserang menggunakan pedang samurai atau katana, demikian menurut penulis utama studi Penny McCardle, konsultan antropologi forensik untuk Newcastle Department of Forensic Medicine, Australia.
Advertisement
Dengan alasan hukum, McCardle tak bicara banyak soal kasus-kasus yang diduga melibatkan pedang samurai. Namun, pembunuhan-pembunuhan tersebut terjadi dalam 10 tahun atau lebih. "Pelaku diduga menggunakan apa yang ada di tangan dan mereka telah tertangkap," kata dia seperti dikutip dari situs sains, LiveScience, Selasa (27/3/2018).
Saat mulai menganalisis luka di tulang korban, McCardle menyadari dengan cepat bahwa hampir tidak ada penelitian yang dilakukan pada bekas luka akibat sabetan katana. "Jadi, saya mulai melakukan lebih banyak penelitian," kata dia.
McCardle belakangan juga menemukan bahwa hanya sedikit penelitian yang pernah dilakukan, untuk menjelaskan efek sabetan parang di tulang korban.
"Meski faktanya parang tersedia di seluruh dunia dan sering digunakan dalam kejahatan dengan kekerasan, serangan teroris, dan bahkan pembantaian," kata ilmuwan perempuan tersebut kepada LiveScience.
McCardle mengaku ingin meneliti lebih dalam luka akibat sabetan pedang samurai atau katana dan parang, untuk membantu baik ahli forensik maupun arkeolog untuk bisa mengidentifikasi secara lebih baik jenis-jenis senjata yang digunakan untuk menghabisi nyawa korban.
Â
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Bangkai Babi Jantan
Para ilmuwan melakukan eksperimennya terhadap sejumlah bangkai babi jantan, yang beratnya masing-masing 45 hingga 50 kilogram -- yang dibeli dari tukang daging.
Bangkai-bangkai babi kemudian diisi dengan styrofoam untuk menjaga organ dalam mereka stabil. Hewan-hewan terseut kemudian digantung di rangka logam, sebagai simulasi dari korban manusia yang berdiri.
Para peneliti menggunakan parang buatan pabrik, katana buatan pabrik, dan katana bikinan para pengrajin yang dibuat secara tradisional.
Para relawan yang menggunakan parang dan katana buatan pabrik tak punya pengalaman menggunakan senjata tajam tersebut. Hasil potongan yang mereka hasilkan pun asal.
"Sementara relawan yang menggunakan katana yang ditempa secara tradisional punya 16 tahun pengalaman sebagai pemain pedang. Kualitas potongan yang dihasilkan sempurna," kata McCardle.
Ilmuwan perempuan itu menambahkan, para pengguna senjata amatir terkejut saat menyadari betapa sulitnya menyabetkan senjata. Mereka pun kelelahan berat.
"Mereka tak punya dorongan adrenalin yang mungkin dimiliki pelaku kejahatan yang sebenarnya."
Jejak Sabetan Khas
Para ilmuwan meneliti jejak sabetan pedang samurai atau katana pada tulang rusuk, tulang pipih seperti tulang bahu, dan tulang panjang seperti tulang tungkai.
Mereka menemukan jejak unik sabetan katana pada ketiga jenis tulang, yakni jejak melengkung yang jauh dari titik masuk sabetan.
Sementara fitur unik untuk parang pada ketiga jenis tulang adalah munculnya serpihan kecil di tepian setiap tulang.
Perbedaan jejak luka mungkin dipicu bahan, cara senjata itu digunakan, sudut serangan pada tulang, dan cara senjata dicabut dari tulang.
Para ilmuwan berharap, penelitian di masa yang akan datang bisa mengeksplorasi kemungkinan untuk menyimpulkan penggunaan senjata tajam tertentu berdasarkan jejak luka sabetan.
Para ilmuwan merinci temuan mereka dalam Journal of Forensic Sciences pada 21 Februari 2018.
Advertisement