Liputan6.com, Washington, DC - Kementerian Luar Negeri China mengumumkan telah melarang ekspor sejumlah barang dengan potensi penggunaan ganda dalam senjata pemusnah massal ke Korea Utara. Daftar barang-barang yang dilarang tersebut mencerminkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi dengan suara bulat pada September 2017.
Seperti dikutip dari straitstimes.com, Senin (9/4/2018), Kementerian Luar Negeri memberikan rincian 32 barang, teknologi dan bentuk peralatan dengan potensi penggunaan yang terkait senjata pemusnah massal. Termasuk di antaranya akselerator partikel dan sentrifugal.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, Tiongkok juga menggarisbawahi larangan terhadap sejumlah barang dengan potensi penggunaan ganda dalam senjata konvensional.
Pengumuman larangan ekspor ini muncul di tengah pengetatan ekspor dari China ke Korea Utara. Ekspor bahan bakar China ke Korea Utara melambat hingga Februari 2018.
Saksikan video pilihan berikut:
Korea Utara Siap Bahas Denuklirisasi?
Pada hari Minggu, 8 April 2018, seorang pejabat Amerika Serikat mengklaim, untuk pertama kalinya Korea Utara telah mengatakan bahwa pihaknya siap membahas denuklirisasi Semenanjung Korea dalam pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong-un. Tatap muka keduanya diperkirakan terjadi dalam waktu dekat, meski demikian rincian waktunya belum diumumkan.
"Amerika Serikat mengonfirmasi bahwa Kim Jong-un bersedia mendiskusikan denuklirisasi Semenanjung Korea," ujar pejabat Amerika Serikat tersebut.
Para pejabat Amerika Serikat dan Korea Utara dilaporkan telah menjalin kontak rahasia belum lama ini, di mana Pyongyang secara langsung menyampaikan pesan tentang kesediaannya untuk mewujudkan pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un. Informasi ini diungkapkan seorang pejabat Amerika Serikat kepada Reuters. Demikian seperti Liputan6.com kutip dari theguardian, Senin (9/4/2018).
Sejauh ini, Washington dikabarkan "bergantung" pada keyakinan Korea Selatan dalam menyikapi niat Kim Jong-un untuk mengadakan pembicaraan. Utusan Negeri Ginseng menyambangi Washington bulan lalu untuk menyampaikan undangan pertemuan dengan Kim Jong-un.
Dan Donald Trump yang selama beberapa bulan terakhir terlibat "adu mulut" dengan Kim Jong-un dengan segera menyetujui wacana pertemuan tersebut. Tindakannya itu dinilai mengejutkan dunia, mengingat belum pernah ada satupun Presiden Amerika Serikat yang duduk bersama dengan pemimpin Korea Utara.
Pejabat Amerika Serikat menolak buka suara terkait rincian pertemuan atau bagaimana komunikasi antara Amerika Serikat dan Korea Utara terjalin. Namun, mereka menegaskan bahwa telah melakukan kontak langsung.
Jika Korea Utara benar-benar bersedia melakukan denuklirisasi, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Pyongyang akan mewujudkannya. Selama ini, Korea Utara berulang kali menyatakan bahwa mereka mungkin saja akan "menyerah" dalam upaya mengejar perkembangan senjata nuklir, asalkan Amerika Serikat menarik pasukannya di Korea Selatan serta menghapurs kebijakan payung nuklirnya dari Korea Selatan dan Jepang.
Sejumlah analis berpendapat bahwa kemauan Donald Trump untuk bertatap muka dengan Kim Jong-un merupakan kemenangan diplomatik bagi Korea Utara, mengingat selama ini Amerika Serikat bersikeras bahwa pembicaraan antar pemimpin kedua negara harus didahului dengan kebijakan denuklirisasi Korea Utara.
Advertisement