Mengapa Wanita Gemar Selfie Seksi? Ini Kata Ilmuwan

Seorang akademisi di Sydney, Dr Khandis Blake, berpendapat bahwa wanita yang memposting selfie seksi sering disalahartikan dan manfaat perbuatan itu diabaikan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 18 Apr 2018, 09:09 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2018, 09:09 WIB
selfie
Ilustrasi Orang lagi selfie (iStockPhoto)

Liputan6.com, Canberra - Apa yang Anda pikirkan ketika melihat wanita muda memposting foto-foto selfie atau swafoto provokatif mereka di media sosial?

Apakah Anda berpikir bahwa para wanita itu sedang dieksploitasi, sedang merendahkan diri sendiri, atau bahwa mereka memang memiliki harga diri yang rendah?

Seorang akademisi di Sydney, Dr Khandis Blake, berpendapat bahwa wanita yang memposting selfie seksi sering disalahartikan dan manfaat perbuatan itu diabaikan.

Psikolog sosial di Universitas NSW ini meneliti hubungan antara prevalensi selfie seksi, ketimpangan pendapatan dan ketidaksetaraan gender, demikian dikutip dari laman AustralianPlus Indonesia, Rabu (18/4/2018).

"Salah satu cara mengartikan narsis yaitu sesuatu yang dilakukan wanita ketika mereka dipaksa melakukan mengeksploitasi tubuh mereka secara seksual," kata Dr Blake kepada ABC Australia.

"Kita sering berpandangan tentang perilaku semacam ini bahwa mereka itu tidak berdaya. Bahwa wanita yang menjadikan Instagram, sebagai pekerjaan dengan banyak memajang selfie itu, hidupnya hampa dan mereka hanya narsistik," ujarnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Meneliti Selfie

selfie
Ilustrasi Orang lagi selfie (iStockPhoto)

Dr Blake bersama timnya meneliti selfie dari para wanita di media sosial termasuk Instagram dan Twitter.

Mereka mengamati bagaimana aspek lingkungan sosial, ekonomi dan politik cenderung menunjukkan lebih banyak selfie seksi di lokasi tertentu dibandingkan lokasi lainnya.

"Idenya, dalam pandangan feminis, yaitu bahwa di tempat-tempat di mana wanita kurang kuat maka mereka melakukan lebih banyak selfie seksi," katanya.

"Apa yang saya temukan yaitu selfie seksi paling cenderung tidak terjadi di lokasi di mana pengekangan jender merupakan permasalahan besar.

"Kita melihat lebih banyak selfie seksi di lokasi di mana banyak terjadi ketidaksetaraan pendapatan," jelas Dr Blake.

Timnya mengamati tren selfie di 100 negara lebih, namun juga fokus pada data dari Amerika Serikat yang mengungkapkan ketimpangan pendapatan menjadi faktor signifikan.

"Tampaknya sangat banyak terjadi di negara-negara maju. Semakin tidak setara kota Anda, lingkungan Anda, negara Anda, semakin besar kemungkinan akan lebih banyak selfie seksi di situ," ungkapnya.

Secara pribadi, Dr Blake menganggap masyarakat melihat fenomena selfie yang seksi secara hitam-putih.

Menurut dia foto-foto tersebut hanya satu cara bagi wanita untuk mendaki hierarki sosial, terutama bagi mereka yang menemukan cara untuk mengeruk keuntungan dari foto-foto mereka sebagai influencer media sosial.

"Jika memiliki satu juta follower di Instagram, Anda dapat menghasilkan ratusan ribu dolar untuk postingan yang ditata dengan baik," katanya.

"Yang kita lupakan yaitu bahwa hal ini bisa menjadi strategi kompetitif dengan imbalan yang sangat besar," tambah Dr Blake.

"Ketika seseorang menginvestasikan banyak waktu dan usaha dalam pendidikan sehingga kelak mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri, kita tidak melihat hal ini sebagai narsistik," katanya.

"Namun jika seseorang menginvestasikan banyak waktu, usaha dan sumber daya untuk memiliki brand online dan menghasilkan uang dalam jumlah besar, kita menganggapnya narsistik," ujarnya.

"Toh akhirnya keduanya dapat mencapai tujuan yang sama dengan cara berbeda," tambah Dr Blake.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya