Demi Bisa Tinggal dan Berbisnis di Inggris, Para Miliarder Rela Bayar Visa Rp 30 Miliar

Para miliarder global berebut membayar investasi Rp 30 miliar untuk bisa tinggal dan berbisnis di Inggris.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 16 Jul 2018, 17:05 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2018, 17:05 WIB
Pemilik Chelsea Roman Abramovich Bercerai dengan Dasha Zhukova
Pemilik Chelsea, Roman Abramovich sebelum menyaksikan Liga Inggris antara Chelsea dan Sunderland di stadion Stamford Bridge di London pada 19 Desember 2015. Dari pernikahannya tersebut, mereka dikaruniai dua orang anak. (AP Photo/Matt Dunham)

Liputan6.com, London - Otoritas Imigrasi Kerajaan Inggris menyebut ada peningkatan sebanyak lebih dari 40 persen jumlah miliarder global, yang siap menginvestasikan 2 juta pound sterling, atau sekitar Rp Rp 38 miliar, untuk mendapat izin tinggal dan berbisnis di Inggris.

Padahal di satu sisi, Perdana Menteri Theresa May memperketat pemberian visa terhadap 'borjuis asing', guna membasmi ancaman praktik "aliran uang panas" yang masuk ke Negeri Ratu Elizabeth II itu.

Hingga akhir Maret lalu, tercatat sebanyak lebih dari 400 miliarder asing mengajukan permohonan visa investor tingkat 1, yang disebut meningkat 46 persen dibandingkan 12 bulan sebelumnya.

Dikutip dari The Guardian pada Senin (16/7/2018), skema investor tingkat 1 digambarkan secara luas sebagai "visa emas, karena memungkinkan warga asing untuk tinggal lebih dari 40 bulan di Inggris, jika mereka berinvestasi minimal 2 juta pound sterling setiap tahunnya.

Permintaan yang tinggi pada kebijakan skema visa investor tingkat 1, oleh beberapa pengamat, seolah tidak peduli dengan perubahan kebijakan imigrasi lebih ketat, yang mulai berlaku sejak 2015 lalu, yakni mengharuskan pelamar menunjukkan dengan rinci sumber kekayaan mereka.

Sebagai contoh pada awal tahun ini, pemilik klub sepakbola Chelsea, Roman Abramovich, mengalami penundaan perpanjangan visa investor tingkat 1 miliknya, sebagai bagian dari tinjauan pemerintah Inggris terhadap dugaan sumber kekayaannya yang terselubung.

Namun setelah diselidiki, pria yang merupakan bagian dari oligarki minyak bumi di Rusia itu --dan teman dekat Vladimir Putin-- terbukti tidak memiliki kejanggalan apapun terkait kekayaannya yang bernilai 10,5 miliar pound sterling, atau sekitar Rp 200 triliun.

Keterlambatan visa Abramovich menyebabkan dia kehilangan momen ketika Chelsea memenangkan Piala FA, dan menunda rencana renovasi stadion Stamford Bridge senilai 1 miliar pound sterling, atau sekitar Rp 19 triliun.

Di lain pihak, mantan Menteri Dalam Negeri, Amber Rudd, telah memerintahkan peninjauan skema visa investor tingkat 1 sebagai bagian dari tindakan keras pemerintah, atas kekhawatiran bahwa Inggris digunakan untuk lokasi pencucian uang.

"Saya telah meminta para pejabat saya untuk melihat reformasi apa yang akan kami teruskan, dan juga untuk mempelajari catatan sebelumnya (tentang) pemberian visa terkait," katanya kepada anggota parlemen pada Maret.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Lokasi Menarik untuk Pengusaha Asing

Kota London, Inggris
Kota London, Inggris (AFP)

Sementara itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Collyer Bristow, sebuah firma hukum langganan para miliarder dunia, tercatat sebanyak 405 orang mengajukan visa investor tingkat 1 pada periode Januari hingga Maret lalu.

Dari total tersebut, jumlah terbanyak ditempati oleh miliarder asal China, yang mencapai total 123 pelamar, atau meningkat 26 persen dari tahun sebelumnya. Adapun Rusia berada di posisi kedua dengan jumlah pemohon visa terkait sebanyak 52 orang.

James Badcock, mitra di Collyer Bristow, mengatakan: "Meskipun ada ketidakpastian akibat kebijakan Brexit, Inggris tetap menarik bagi banyak HNWI (sebutan untuk individu dengan kekayaan bersih tinggi) sebagai tempat tinggal dan berinvestasi."

"Bagi banyak investor luar negeri, Inggris menawarkan kesempatan luas untuk menumbuhkan investasi atau bisnis mereka di panggung internasional. Selain peluang keuangan dan investasi, daya tarik budaya yang kuat pada Inggris dan London, serta sistem pendidikan swastanya, juga menarik minat HNWI dari luar negeri," lanjut Badcock menjelaskan.

Namun Badcock mengingatkan bahwa semakin ketatnya aturan visa setelah kebijakan Brexit resmi berlaku pada Maret 2019, bisa membuat HNWI khawatir terhadap kelangsungan bisnisnya yang sangat mengandalkan posisi Inggris sebagai pusat keuangan global.

Di sisi lain, menurut penelitian oleh firma akuntansi Moore Stephens, terdapat lebih dari 8.500 orang warga Rusia, yang saat ini, terdaftar sebagai direktur perusahaan berbasis di Inggris.

"Memposisikan Inggris sebagai lokasi yang menarik bagi para pengusaha internasional, terutama untuk mengatur dan berinvestasi dalam bisnis, sangat berperan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, jadi tidak ada alasan untuk membuatnya lebih sulit," ujar Stuart Daltrey, direktur di Moore Stephens.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya