Liputan6.com, New York -- Presiden Venezuela Nicolas Maduro muncul secara tidak terduga di Sidang Umum PBB pada Rabu, 26 September 2018. Dia "menyampaikan pembelaan" ketika enam negara menuduhnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan untuk mengambil tindakan militer.
Kunjungan mengejutkan itu terjadi setelah Maduro mengancam akan melewatkan agenda Sidang Umum PBB. Dia khawatir bisa dibunuh karena negara kaya minyak tersebut dilanda krisis ekonomi yang brutal, hingga memicu tekanan internasional agar dirinya mundur dari kursi kepresidenan.
Dalam pidato yang sebagian besar mengkritik kebijakan AS, Presiden Maduro berbicara melebihi waktu yang ditentukan.
Advertisement
Dikutip dari Time.com, Kamis (27/9/2018), pemimpin Venezuela itu mengatakan bahwa AS "ingin terus memberikan perintah kepada dunia seolah-olah dunia adalah miliknya sendiri."
"Dari pidato ini, sebuah ancaman dikeluarkan kemarin kepada pemerintah dunia bahwa perintah dan kebijakan AS harus diikuti, atau negara-negara lain akan menderita akibatnya," kata Maduro.
Baca Juga
Pernyataan Maduro tersebut, menurut banyak pengamat, merujuk pada pidato Donald Trump pada Selasa, 25 September. Ketika itu, Presiden AS menyampaikan alasan untuk kebijakan "America First" yang lebih sepihak.
Namun, para pengamat juga mengatakan bahwa Maduro kemungkinan besar tidak akan berpapasan dengan Trump. Namun begitu, sebelumnya, muncul pernyataan dari Gedung Putih bahwa Presiden AS bersedia bertemu dengan mitranya dari Venezuela, jika hal itu bisa membantu meringankan penderitaan di negara Amerika Selatan tersebut.
"Saya bersedia untuk bertemu dengan siapa saja, kapan saja saya (untuk) menyelamatkan nyawa, membantu orang," kata Trump ketika dia diserbu pertanyaan wartawan tentang kemungkinan campur tangan militer AS untuk melengserkan pemimpin Venezuela.
Maduro menanggapi komentar kemungkinan pertemuan itu dengan baik, mengatakan bahwa dia dan Trump "pasti memiliki perbedaan, tetapi itulah yang harus kami dialogkan."
"Donald Trump mengatakan dia khawatir tentang Venezuela, dia ingin membantu Venezuela," kata Maduro.
"Baik. Saya siap untuk berbicara dengan agenda terbuka tentang segala hal yang mungkin ingin dia bicarakan dengan Amerika Serikat," dia menegaskan.
Simak video pilihan berikut:
Maduro Digugat ke Pengadilan Internasional
Pada Rabu, presiden dari lima pemerintahan konservatif Amerika Latin dan Perdana Menteri Kanada bertemu di New York. Mereka menandatangani pengaduan ke Pengadilan Internasional, meminta untuk menyelidiki Maduro dengan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Ini adalah pertama kalinya negara-negara anggota PBB merujuk negara lain ke pengadilan Internasional yang berbasis di Denhaag, Belanda.
Mereka menunjuk sebuah laporan hak asasi manusia yang menuduh pasukan keamanan Venezuela melakukan penangkapan sewenang-wenang, pembunuhan, eksekusi di luar hukum, penyiksaan, pelecehan seksual dan pemerkosaan atas perintah dari Presiden Maduro.
Sementara itu, jaksa agung yang digulingkan Venezuela, Luisa Ortega, meminta Amerika Serikat mengambil kesempatan dari kunjungan Maduro untuk menangkapnya atas tuduhan kejahatan terorganisir, korupsi dan genosida.
Sekelompok kecil orang Venezuela berteriak "Assassin!" --bahasa Inggris untuk menyebut pembunuh", saat mereka memprotes kehadiran Presiden Maduro di luar markas besar PBB.
Kedatangan Maduro ke New York berselang sehari setelah pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi keuangan kepada empat anggota lingkaran dalamnya, termasuk istrinya dan wakil presiden Venezuela, atas tuduhan korupsi.
Trump juga menyebut Maduro dapat dengan mudah digulingkan dalam kudeta militer, mengulangi komentarnya tahun lalu bahwa semacam "solusi militer" mungkin diperlukan untuk memulihkan demokrasi Venezuela.
"Ini adalah sanksi sepihak yang ilegal kepada kami," kata Maduro menanggapi sanksi terkait.
Advertisement