Korea Utara: Tak Akan Ada Perlucutan Senjata Nuklir Jika Sanksi AS Tetap Berlaku

Korea Utara menegaskan bahwa pihaknay tidak akan melucuti senjata nuklir jika tidak ada timbal balik yang sepadan dari AS.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 30 Sep 2018, 13:32 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2018, 13:32 WIB
Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho (AP/Richard Drew)
Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho (AP/Richard Drew)

Liputan6.com, Jakarta Menteri luar negeri Korea Utara Ri Yong-ho memperingatkan komunitas global, bahwa negaranya tidak akan melucuti senjata nuklir (denuklirisasi) jika sanksi AS terus dijalankan.

Pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Ri Yong-ho saat berpidato di salah satu agenda Sidang Umum PBB di New York, Sabtu 29 September. Ia menambahkan bahwa sanksi tersebut memperdalam ketidakpercayaan Korea Utara terhadap AS.

Dikutip dari BBC pada Minggu (30/9/2018), Pyongyang telah berulang kali meminta pencabutan sanksi PBB dan AS, di mana hal itu mendapat dukungan besar dari Rusia dan China.

Tetapi Gedung Putih mengatakan bahwa sanksi harus tetap berlaku sampai Korea Utara melakukan denuklirisasi penuh.

Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sempat bertemu tatap muka pada bulan Juni di Singapura, di mana menghasilkan kesepatan bahwa Pyongyang akan bekerja menuju perlucutan senjata nuklir.

Di satu sisi, Korea Utara mendesak pencabutan sanksi karena pihaknya merasa sudah menjalankan komitmen denuklirisasi.

Namun di sisi lain, AS menuding bahwa Korut belum sepenuhnya melakukan denuklirisasi, dan bersikeras bahwa sanksi tidak akan dicabut hingga Pyongyang benar-benar mencerabut habis program nuklirnya.

Menanggapi tudingan AS, Menlu Ri mengatakan bahwa kebuntuan denuklirisasi disebabkan karena Negeri Paman Sam bergantung pada langkah-langkah koersif yang mematikan untuk membangun kepercayaan.

"Tanpa kepercayaan di AS, tidak akan ada kepercayaan pada keamanan nasional kami dan dalam keadaan seperti itu, tidak ada cara kami akan secara sepihak melucuti diri terlebih dahulu," tegas Menlu Ri.

"Persepsi bahwa sanksi dapat membawa kami berlutut adalah mimpi dari orang-orang yang tidak peduli tentang kami," tambahnya.

 

Simak video pilihan berikut:

Naik Turun Pelaksanaan Denuklirisasi

Jabat Tangan Perdana Trump dan Kim Jong-un
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un berpose sebelum pertemuan mereka di resor Capella, Pulau Sentosa, Selasa (12/6). Pertemuan Trump dan Kim sudah banyak dinantikan dunia. (Host Broadcaster Mediacorp Pte Ltd via AP)

Kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan puncak di Singapura, mengatakan Korea Utara akan bekerja menuju denuklirisasi, tetapi tidak menyebut kepastian waktu, rincian atau mekanisme untuk memverifikasi proses terkait.

Pada bulan Agustus lalu, Presiden Trump menuduh Korea Utara sebagai sekutu China dalam merongrong kemajuan denuklirisasi, di mana hal tersebut berkaitan dengan perselisihan dagang antara Washington dan Beijing.

Namun, awal bulan ini, pemimpin Korea Selatan Moon Jae-in menyelesaikan kunjungan tiga hari ke Pyongyang, di mana hal itu merupakan yang pertama kali dilakukan oleh pemimpin Selatan ke ibu kota Korea Utara dalam satu dekade terakhir.

Presiden Moon mengatakan bahwa dia telah "dapat mengkonfirmasi komitmen tegas Ketua Kim untuk menyelesaikan denuklirisasi", dan bahwa dia juga menyatakan keinginannya untuk bertemu Donald Trump sesegera mungkin.

Di lain pihak, Kim Jong-un juga berjanji akan membongkar tempat uji coba dan peluncuran rudal utama Korea Utara. Ia juga mengatakan dapat hentikan situs uji nuklir utama, jika AS mengambil tindakan timbal balik.

Sementara itu Trump mengatakan dia berharap akan mengadakan pertemuan kedua dengan Kim dalam "masa depan yang tidak terlalu jauh".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya