Liputan6.com, Istanbul - Penyelidik Turki menduga, seorang jurnalis warga negara Arab Saudi yang merupakan kontributor harian The Washington Post dan kritikus terhadap Negeri Petrodollar, diduga kuat telah dibunuh dalam sebuah pembunuhan berencana di konsulat Saudi di Istanbul, kantor berita Associated Press melaporkan, mengutip laporan koran Washington Post, Sabtu 6 Oktober 2018.
"Dugaan awal kepolisian Turki adalah bahwa Jamal Khashoggi (59) telah dibunuh di konsulat Arab Saudi di Istanbul. Kami percaya bahwa pembunuhan itu direncanakan dan jasadnya kemudian dipindahkan dari konsulat," kata seorang penyelidik Turki yang berbicara dalam kondisi anonimitas, seperti dikutip dari Al Jazeera (7/10/2018).
Pejabat konsulat Saudi di Istanbul membantah bahwa Khashoggi telah tewas dalam kantor itu dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tuduhan itu tidak berdasar.
Advertisement
Kejadian hilangnya Khashoggi bermula pada Selasa 2 Oktober 2018 ketika ia memasuki Konsulat Saudi di Istanbul untuk mendapatkan dokumen-dokumen bagi pernikahannya.
Baca Juga
Tunangannya, yang bernama Hatice A mengatakan, dirinya menunggu di luar konsulat, tetapi Khashoggi tidak pernah keluar dari gedung itu. Ia lantas melaporkan tentang hilangnya Khashoggi kepada otoritas Turki.
Merespons, pemerintah Turki segera memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Turki yang berkedudukan di ibukota Ankara guna menjelaskan duduk perkara.
Berbagai laporan media menyebutkan bahwa duta besar Saudi bertemu dengan Deputi Menteri Luar Negeri Turki, Rabu 3 Oktober dan Jumat 5 Oktober.
Seusai pertemuan itu, pihak Arab Saudi konsisten dengan pernyataan yang membantah bahwa mereka telah menahan Khashoggi.
Sementara itu, pada Sabtu 6 Oktober, sumber anonim mengatakan kepada Al Jazeera bahwa delegasi 15 pejabat Saudi tiba di Turki pada hari Khashoggi menghilang.
"Para pejabat Saudi terbang ke Istanbul pada dua penerbangan yang berbeda pada hari Selasa," kata koresponden Al Jazeera di Istanbul mengutip sumbernya, menambahkan bahwa tidak jelas apakah delegasi Saudi terdiri dari pejabat keamanan atau diplomatik.
Pengungkapan itu datang ketika Turki memperluas penyelidikannya tentang hilangnya Khashoggi. Ankara tak setuju dengan klaim Arab Saudi yang beralasan bahwa Khashoggi telah meninggalkan konsulat pada Selasa 2 Oktober. Turki berargumen, alasan yang dikemukakan oleh Saudi, tidak didukung oleh bukti kuat.
Partai berkuasa Turki juga mengatakan akan "mengungkap" rincian seputar hilangnya Khashoggi, menambahkan bahwa sensitivitas negara terhadap masalah itu berada di "tingkat tertinggi".
"Kondisi wartawan yang hilang, rincian tentang dia dan siapa yang bertanggung jawab atas hal ini akan terungkap," juru bicara Partai AK, Omer Celik mengatakan kepada wartawan pada pertemuan puncak partai yang diketuai oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan itu.
Sedangkan, Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan pada Jumat 5 Oktober bahwa pemerintah Saudi akan mengizinkan Turki untuk menggeledah konsulatnya di Istanbul demi mencari petunjuk tentang keberadaan Khashoggi.
"Kami akan mengizinkan mereka untuk masuk dan mencari dan melakukan apa pun yang ingin mereka lakukan ... Kami tidak menyembunyikan apa pun," kata MBS kepada Bloomberg, Jumat 5 Oktober.
Menindaklanjuti pernyataan Pangeran MBS, pihak Arab Saudi mengundang sekelompok wartawan ke dalam konsulatnya di Istanbul pada hari Sabtu 6 Oktober, dalam upaya untuk menunjukkan bahwa Khashoggi tidak ada di tempat.
"Saya ingin menegaskan bahwa ... Jamal tidak ada di konsulat atau di Kerajaan Arab Saudi, dan konsulat dan kedutaan sedang bekerja untuk mencari dia," kata konsul jenderal Mohammad al-Otaiba.
Hingga berita ini dimuat, keberadaan jelas Khashoggi masih belum diketahui.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Simak video pilihan berikut:
Ditahan Karena Bersikap Kritis kepada Saudi?
Sebagai catatan, Jamal Khashoggi --warga negara Saudi dan kontributor harian untuk The Washington Post-- mengasingkan diri di Amerika Serikat sejak tahun lalu sewaktu pihak berwenang Saudi melakukan penindakan terhadap para terduga pembangkang.
Khashoggi sendiri adalah salah satu figur yang bersikap sangat kritis terhadap Putra Mahkota Saudi Pangeran Muhammad bin Salman.
Dalam tulisannya untuk Washington Post, Khashoggi telah mengecam kebijakan Saudi terhadap Qatar dan Kanada, perang di Yaman, dan penindasan terhadap perbedaan pendapat dan media di kerajaan.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah meminta Arab Saudi untuk memverifikasi keberadaan Khashoggi, dengan Human Rights Watch menyerukan kepada Turki untuk memperdalam penyelidikan atas kasus tersebut, mengatakan jika Arab Saudi telah menahan Khashoggi tanpa mengakuinya, penahanannya merupakan bentuk penghilangan paksa.
"Jika otoritas Saudi diam-diam menahan Khashoggi, ini akan menjadi eskalasi lain dari pemerintahan Pangeran Muhammad bin Salman yang menindas terhadap para pembangkang dan pengkritik yang bersikap damai," kata Sarah Leah Whiteson, direktur Human Rights Watch Timur Tengah.
"Beban pembuktian ada pada Arab Saudi yang harus memberikan bukti atas klaimnya bahwa Khashoggi meninggalkan konsulat sendirian, dan bahwa agen-agen Saudi tidak menahannya."
Pada Jumat 5 Oktober, surat kabar The Washington Post menerbitkan kolom kosong dengan judul "A Missing Voice" sebagai bentuk solidaritas bagi Khashoggi.
Tunangannya mengatakan kepada surat kabar itu bahwa Khashoggi "sebelumnya sempat khawatir untuk pergi ke konsulat Saudi di Istanbul."
Ia mengatakan, "Bagaimana bisa nyaman apabila ia tidak disukai oleh negaranya?"
Advertisement