Arab Saudi dan Rusia Meningkatkan Produksi Minyak Secara Diam-Diam

Arab Saudi dan Rusia dilaporkan diam-diam menaikkan jumlah produksi minyak untuk mengamankan pasar.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 05 Okt 2018, 08:01 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2018, 08:01 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah laporan media mengatakan bahwa Rusia dan Arab Saudi telah menaikkan produksi minyak secara diam-diam, dengan tujuan mendinginkan harganya di pasar global.

Disebutkan bahwa kedua produsen minyak mentah dunia itu mencapai kata sepakat pada bulan September, dan telah memberitahu Amerika Serikat (AS) tentang hal itu, sebelum pertemuan anggota OPEC di Aljazair, demikian sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Kamis (4/10/2018).

Sebelumnya, Presiden Donald Trump menyalahkan OPEC  atas tingginya harga minyak, dan meminta untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebelum pemilihan paruh waktu pada 6 November.

Kesepakatan itu juga menyoroti peran Rusia dan Arab Saudi yang makin sering memutuskan kebijakan produksi minyak secara bilateral, tanpa berkonsultasi dengan anggota OPEC lainnya.

Dalam serangkaian pertemuan, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih dan Menteri Energi Rusia Alexander Novak setuju untuk menaikkan produksi minyak dari September hingga Desember, menurut para sumber yang tidak diungkap identitasnya.

Harga minyak dunia sekarang sudah merangkak naik di atas US$ 85 (setara Rp 1,2 juta dengan kurs Rp 15.167 per satu dolar ) per barel. 

"Rusia dan Saudi sepakat untuk diam-diam menambah pasokan minyak ke pasar agar tidak terlihat bertindak atas perintah Trump,” kata salah satu sumber.

"Menteri Saudi memberitahu (Menteri Energi AS Rick) Perry bahwa negaranya akan menaikkan peroduksi, bila para konsumen meminta tambahan minyak," kata sumber lain.

Awalnya kedua negara berharap bisa mengumumkan tambahan produksi minyak sebanyak 500 ribu barel per hari.

Namun karena ditentang oleh sebagian anggota OPEC, termasuk Iran yang dikenai sanksi AS, keduanya pun memutuskan untuk menunda keputusan resmi hingga pertemuan besar pada bulan Desember.

 

Simak video pilihan berikut: 

Kenaikan Cadangan AS Bikin Harga Minyak Turun

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Sementara itu, harga minyak sedikit mengalami tekanan pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) setelah sebelumnya mampu reli dalam tiga sesi dan mencetak level tertinggi.

Pada perdagangan sehari sebelumnya memang harga minyak mencetak level tertinggi sejak 2014 karena adanya kekhawatiran berkurangnya pasokan minyak global, karena adanya sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran.

Selain itu harga minyak menyentuh rekor tertinggi juga karena adanya permintaan global yang tetap kuat meskipun saat ini ada perang dagang.

Mengutip Reuters, Rabu 3 Oktober, harga minyak Brent yang merupakan patokan harga global turun 18 sen menjadi USD 84,80 per barel, sehari setelah mencapai level tertinggi empat tahun di USD 85,45 per barel.

Sedangkan untuk harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 7 sen menjadi USD 75,23 per barel, setelah sebelumnya menyentuh tertinggi empat tahun di USD 75,91 per barel.

Analis yang disurvei oleh Reuters meramalkan bahwa stok minyak mentah AS naik sekitar 2 juta barel untuk periode lalu. Kelompok industri American Petroleum Institute (API) akan mengeluarkan data pada Selasa sore waktu setempat dan untuk pemerintah AS akan mengeluarkan data pada hari Rabu pagi.

Harga minyak mentah naik tiga kali lipat dari posisi terendah yang dicapai pada Januari 2016 setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia memangkas produksi.

Sentimen pasar minyak terangkat oleh kesepakatan terakhir Minggu untuk menyelamatkan NAFTA sebagai pakta trilateral antara Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya