Bukan Lagi Negara Adidaya, 6 Hal Ini Mengancam Amerika Serikat

Jika perang besar sampai pecah melawan China atau Rusia, AS diperkirakan ada di pihak kalah. Alasannya?

oleh Elin Yunita KristantiHappy Ferdian Syah Utomo diperbarui 20 Nov 2018, 14:48 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2018, 14:48 WIB
Bendera Amerika Serikat (AP PHOTO)
Bendera Amerika Serikat (AP PHOTO)

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat bukan lagi negara adidaya. Kekuatan militer Negeri Paman Sam kian melemah, sementara sejumlah negara yang jadi rival beratnya justru kian menguat.

Bahkan, jika perang besar sampai pecah melawan China atau Rusia, AS diperkirakan ada di pihak kalah.

Prediksi suram soal nasib negara yang dipimpin Donald Trump tersebut disampaikan oleh tim yang terdiri atas para mantan pejabat keamanan dan ahli militer.

"Keamanan dan kesejahteraan Amerika Serikat saat ini berada pada risiko yang lebih besar dari waktu mana pun selama beberapa dekade," demikian laporan yang dikeluargan National Defense Strategy Commission atau Komisi Strategi Pertahanan Nasional, seperti dikutip dari News.com.au, Selasa (20/11/2018). "Keunggulan militer Amerika telah terkikis hingga ke level bahaya."

Tak hanya itu, kemampuan AS untuk melindungi para sekutu, patner, dan kepentingan vitalnya sendiri kini kian diragukan.

"Jika AS tidak bertindak segera untuk memperbaiki keadaan ini, konsekuensinya akan menjadi serius."

Pasukan marinir AS bersenjata lengkap melakukan operasi pendaratan saat latihan militer Baltops 2018 di Laut Baltik, Lithuania (4/6). (AP/Mindaugas Kulbis)

Secara khusus, laporan tersebut menggarisbawahi bahwa jika situasi pertahanan Amerika tidak membaik, negara tersebut mungkin harus berjuang mati-matian untuk menang, bahkan bisa jadi kalah, melawan China atau Rusia.

National Defense Strategy Commission beranggotakan 12 mantan pejabat keamanan nasional dan para ahli di bidang militer.

Tahun lalu, konisi tersebut mengevaluasi pertahanan AS dan meninjau Strategi Pertahanan Nasionalnya.

"Rusia dan China menjadi tantangan bagi AS, para sekutunya, juga mitra-mitranya dalam skala yang jauh lebih besar daripada permusuhan apapun sejak berakhirnya Perang Dingin," tambah komisi.

"Jika AS harus berhadapan dengan Rusia terkait isu Baltik atau China dalam perang terkait Taiwan...Amerika Serikat bisa mengalami kekalahan yang menentukan."

 

Simak video pilihan berikut: 

6 Faktor yang Bikin AS Rentan

Ilsutrasi bendera China dan Amerika Serikat (AP/Andy Wong)
Ilsutrasi bendera China dan Amerika Serikat (AP/Andy Wong)

Komisi mengidentifikasi tren utama yang dapat secara fundamental berdampak pada situasi strategi AS, yakni.

- Munculnya kekuatan Rusia dan Cina yang kian bertumbuh. 

- Ekspansi militer penantang agresif seperti Korea Utara dan Iran.

- Intensifnya ancaman dari kelompok-kelompok 'jihadis'.

- Meningkatnya agresi 'lunak', seperti serangan dunia maya, paksaan ekonomi dan manipulasi media.

- Munculnya teknologi canggih, seperti hipersonik dan kecerdasan buatan

- Disfungsi politik dan pengurangan investasi pertahanan

Militer Rusia berparade mengibarkan bendera kebangsaan di ibu kota Moskow (AP)

Laporan tersebut menganjurkan agar AS meningkatkan anggaran pertahanannya, antara 3-5 persen di atas inflasi.

"Departemen Pertahanan juga diminta mengubah arah strategi dan tujuan strategis global Amerika".

Komisi juga merekomendasikan dibentuknya komisi independen untuk menelaah kebijakan siber AS. "Sangat jelas bahwa Amerika tidak menunjukkan persaingan atau menghalangi lawannya, seefektif yang seharusnya dilakukan, di dunia maya."

Perang Besar Akan Terjadi di Taiwan?

Bendera Taiwan bersanding dengan bendera Amerika Serikat (AFP)
Bendera Taiwan bersanding dengan bendera Amerika Serikat (AFP)

Di sisi lain, National Defense Strategy Commission memuji langkah pemerintah yang memilih fokus menghadapi Rusia dan China. Namun, komisi memprediksi perang besar selanjutnya bisa pecah terkait isu Taiwan.

Secara de facto Taiwan adalah sebuah negara, namun China menganggapnya sebagai provisi atau wilayahnya yang ingin memisahkan diri.

Para ahli telah lama memperingatkan bahwa perang terkait Taiwan bisa memicu kehancuran yang berkonsekuensi global.

"Ada sejumlah alasan masuk akal untuk mengkhawatirkan terjadinya krisis di Selat Taiwan dalam beberapa tahun ke depan," kata mantan analis CIA, Peter Mattis kepada News.com.au.

Menurutnya, ada sejumlah momentum yang saling berkelindan dalam waktu yang hampir bersamaan. Yakni, Pilpres Taiwan 2020, Pilpres AS 2020, dan Kongres Partai Komunis China 2022 di mana Xi Jinpin diperkirakan akan kembali maju.

"Jika dia (Xi Jinping) benar-benar berniat untuk tetap berkuasa, menjelma menjadi sosok mirip Deng Xiaoping -- Pemimpin Besar -- ia harus meraih sesuatu," tambah Mattis.

Seorang tentara bersembunyi saat latihan militer di Hualien, Taiwan timur, (30/1). Militer Taiwan memulai latihan gabungan dua hari untuk menunjukkan tekadnya untuk mempertahankan diri dari ancaman China. (AP Photo/Chiang Ying-ying)

Berdasarkan bocoran dokumen militer China yang didapatkan Ian Easton, seorang ahli, Taiwan akan paling dirugikan dari pada negara lain, seiring menguatnya China. Dan konflik apapun yang melibatkan Beijing dan Taipei hampir dipastikan akan melibatkan AS.

Ada dua hal yang melatarbelakangi hal ini. Pertama, AS tidak secara resmi mengakui klaim China atas Taiwan.

Tetapi yang lebih spesifik, Gedung Putih secara hukum diwajibkan berdasarkan UU Hubungan Taiwan (Taiwan Relations Act ) untuk memertahankan kemampuan militer AS untuk mempertahankan Formosa melawan kekuatan luar.

"Jika perang pecah antara AS dan China terkait Taiwan, itu akan mengubah jalannya sejarah dan memicu dampak berkelanjutan bagi generasi mendatang," tulis Easton dalam National Interest.

Tak hanya melibatkan dua kekuatan besar, Mattis mengingatkan, konflik semacam itu bisa merembet ke sejumlah penjuru dunia.

"Ini bukan hanya isu AS," kata dia. Akibatnya bisa dirasakan siapapun di kawasan, termasuk semua orang yang bergantung pada perdagangan di Lait China Selatan -- yang mencakup bagian besar dunia."

Sementara itu, Brendan Taylor, Associate Professor di ANU Coral Bell School of Asia Pacific Affairs, memperingatkan bahwa Taiwan mampu memicu konflik yang belum pernah dilihat sebelumnya di dunia.

Dalam bukunya, The Four Flashpoints: How Asia Goes to War, ia mengingatkan bahwa kemampuan militer AS memertahankan Taiwan sudah mencapat batasnya. Keunggulan AS kemungkinan akan hilang dalam satu dekade ... memungkinkan Beijing untuk menghalangi Negeri Paman Sam untuk masuk ke dalam gelanggang konflik.

Laporan itu muncul ketika Pemerintahan Donald Trump diperkirakan akan memotong anggaran pertahanannya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya