Liputan6.com, Canberra - Perdana Menteri Australia Scott Morrison menegaskan bahwa pemerintahnya mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota dari Israel.
"Pemerintah Australia mengakui Yerusalem barat, sebagai kedudukan dari Knesset (Parlemen Israel) dan lembaga pemerintahan lainnya. Dalam hal ini adalah Ibu Kota Israel," kata Morrison dalam sebuah pidato.
Meski demikian, dia menegaskan bahwa kedutaan besar Australia tidak akan dipindahkan dari Tel Aviv sampai upaya perdamaian telah selesai,” demikian dikutip dari laman BBC, Sabtu (15/12/2018).
Advertisement
"Kami akan memindahkan kedutaan besar kami ke Yerusalem Barat ketika sudah memungkinkan," katanya.
Baca Juga
PM Scott Morrison juga mengatakan bahwa Australia akan terus mendengarkan aspirasi dari Palestina, perihal ibu kotanya di Yerusalem Timur.
Status Yerusalem adalah merupakan salah satu masalah yang paling sering diperbincangkan. Dimana, kota ini menjadi rebutan antara Palestina dan Israel.
Amerika Serikat (AS) akhir tahun lalu telah mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Presiden Donald Trump telah memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei lalu. Keputusan Trump ini membuat marah orang-orang Palestina, dunia Arab dan sekutu Barat.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rencana Australia Bermuatan Politis
Perdana Menteri Australia Scott Morrison, pada 16 Oktober 2018, mempertimbangkan opsi untuk memindahkan kedutaan Australia di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Rencana itu dinilai bermuatan politis domestik, karena diumumkan menjelang pemilihan anggota House of Representative Australia (setara DPR) yang diselenggarakan pada 20 Oktober 2018.
Tujuannya, demi mendulang suara calon pemilih Yahudi --sebanyak 12 persen-- kepada kandidat dari partai yang sama dengan Morrison, Partai Liberal Australia.
Palestina dan sejumlah negara pendukungnya, termasuk Indonesia, mengkhawatirkan keras rencana tersebut.
Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki, pada 16 Oktober, mengatakan bahwa niat Australia --jika terlaksana-- merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan berbagai Resolusi Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB.
Maliki juga mengatakan, "Niat Australia berisiko mengganggu hubungan bisnisnya dengan seluruh dunia, terutama, negara Arab dan negara mayoritas muslim."
Indonesia, sebagai salah satu negara pendukung setia Palestina, mengkhawatirkan dan mempertanyakan niat Australia tersebut.
"Indonesia menyatakan kekhawatirannya terhadap pengumuman Australia dan kami mempertanyakan maksud dari hal itu," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat menyampaikan keterangan pers bersama dengan Menlu Maliki di Jakarta pada 16 Oktober 2018.
Retno juga menjelaskan bahwa isu Yerusalem merupakan salah satu dari 6 isu yang harus dinegosiasikan dan diputuskan sebagai bagian akhir dari perdamaian yang komprehensif. Itu sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB serta kesepakatan berbagai proses perundingan yang telah dilakukan.
"Karena itu Indonesia meminta Australia dan negara lain untuk terus mendukung proses perdamaian Palestina-Israel sesuai dengan kesepakatan yang sudah disepakati dan tidak ambil langkah yang dapat mengancam proses perdamaian dan stabilitas keamanan dunia."
Advertisement