21-1-2008: Punahnya Bahasa Asli Alaska Sepeninggal Penutur Terakhir

Bahasa asli Alaska, yakni bahasa Eyak dinyatakan punah. Berikut ini kisah selengkapnya.

oleh Rasheed Gunawan diperbarui 21 Jan 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2019, 06:00 WIB
Marie Smith Jones, selaku satu-satunya perwakilan suku Eyak yang tersisa. (AP)
Marie Smith Jones, selaku satu-satunya perwakilan suku Eyak yang tersisa. (AP)

Liputan6.com, Juneau - Sebuah bahasa bisa saja punah, jika tidak dilakukan upaya pelestarian ke sekitarnya. Kasus ini terjadi di Alaska.

Bahasa asli Alaska, yakni bahasa Eyak dinyatakan punah. Hal ini lantaran penutur terakhir atau satu-satunya orang yang bisa berbicara bahasa tersebut, meninggal dunia, tepat 11 tahun silam, 21 Januari 2008.

Adalah Marie Smith Jones, selaku satu-satunya perwakilan suku Eyak yang tersisa. Dia menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 89 tahun. Dulu perempuan ini belajar bahasa Eyak dari orangtuanya sejak dirinya masih kecil.

Saudara tertua Marie yang juga menguasai bahasa Eyak, lebih dahulu berpulang sekitar tahun 1990-an. Demikian seperti dimuat Wired.

Semasa hidupnya, Marie berusaha keras mempertahankan bahasa Eyak yang menjadi Bahasa Induk (Mother Tongue) bagi sukunya, dibantu ahli bahasa Michael Krauss. Pakar bahasa tersebut membantu Marie mempertahankan eksistensi bahasa Eyak sejak tahun 1961.

Eyak adalah cabang bahasa Na-Dene, yang penuturannya dilakukan oleh warga di kawasan Alaska, tepatnya di mulut Sungai Copper. Punahnya bahasa ini disebabkan oleh dua hal, yakni karena tergerus oleh bahasa Inggris dan cabang bahasa Na-Dene lainnya, yakni bahasa Tlingit.

Sebagian besar suku di Alaska semakin lama lebih dominan menuturkan bahasa Tlingit dibanding Eyak. Apalagi ketika sejumlah suku di area tersebut berkumpul dan terjadi percampuran budaya. Bahasa Tlingit yang lebih diutamakan.

Punahnya sejumlah bahasa menjadi perhatian serius bagi para pakar linguistik. Teknologi yang telah menyatukan dunia menjadi lebih mudah dan membuat dunia terasa lebih "sempit" dianggap memberikan dampak besar terhadap eksistensi bahasa-bahasa daerah.

Hal ini karena setiap orang dari berbagai penjuru kerap menggunakan bahasa internasional untuk berkomunikasi lewat jaringan internet. Bahasa pemersatu dunia kini dianggap lebih penting untuk dikuasai.

Di Indonesia, 19 bahasa daerah terancam punah, 2 bahasa daerah berstatus kritis, dan 11 bahasa daerah bahkan sudah punah, menurut Prof Dadang Sunendar selaku Kepala Badan Bahasa. 

Sejarah lain mencatat pada 21 Januari 2003, musibah terjadi di Colima, Meksiko. Saat itu gempa bermagnitudo 7,6 mengguncang, menewaskan 29 orang dan mengakibatkan sekitar 10.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Sementara pada 21 Januari 1960, penerbangan Avianca 671 mengalami kecelakaan dan terbakar setelah mendarat di Montego Bay, Jamaika. Sebanyak 37 orang meninggal dunia. Musibah ini disebut sebagai bencana udara terburuk dalam sejarah Jamaika dan yang pertama untuk Avianca.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya