Rayakan Valentine, Mayoritas Perempuan Jepang Beli Cokelat untuk Diri Sendiri

Menurut survei, 60 persen perempuan Jepang membeli cokelat di hari Valentine untuk diri sendiri.

oleh Siti Khotimah diperbarui 14 Feb 2019, 16:03 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2019, 16:03 WIB
Ilustrasi perempuan Jepang membeli cokelat di Hari Valentine (AFP Photo)
Ilustrasi perempuan Jepang membeli cokelat di Hari Valentine (AFP Photo)

Liputan6.com, Tokyo - Sebuah survei yang dilakukan pusat perbelanjaan di Tokyo mengungkap, 60 persen perempuan Jepang membeli cokelat di Hari Valentine untuk dirinya sendiri. Hanya 35 persen dari mereka yang mengatakan hendak memberikan kepada pasangan.

Kaum hawa Negeri Sakura disebut-sebut telah "memberontak" dari tradisi lama Valentine yang mengharuskan untuk memberi cokleat pada laki-laki.

"Hari Valentine (di Jepang) telah berubah menjadi simbol patriarki --sebuah sistem dimana laki-laki dianggap pemegang kekuasaan utama," kata Jeff Kingston, seorang ahli dalam sistem masyarakat Jepang di Temple University, Tokyo.

Sebelumnya, karyawati Jepang diharapkan memberikan cokelat kepada kolega laki-laki setiap tanggal tanggal 14 Februari. Cokelat yang dimaksud biasanya berupa 'giri choco' atau 'honmei choco,' dikutip dari CNN pada Kamis (14/2/2019).

Budaya memberi cokelat di Jepang telah ada sejak 1958. Kala itu, perusahaan Mary Chocolate merekomendasikan kaum hawa untuk memberikan produknya kepada laki-laki.

Budaya Hari Valentine itu sangat berbeda dengan Barat, di mana laki-laki adalah pihak yang terbiasa memberi hadiah cokelat dan bunga di hari kasih sayang.

Pada 1980, peusahaan cokelat Jepang menginisiasi White Day yang jatuh pada tanggal 14 Maret. Di hari itu, laki-laki diharapkan membalas kebaikan perempuan.

Sayangnya, jumlah coklat yang diberikan pada White Day selalu lebih sedikit dibanding dengan Valentine.

Baru-baru ini, sejumlah aktivis di Jepang yang tergabung dalam Revolutionary Alliance of Unpopular People (RAUP) menentang budaya memberikan cokelat yang dianggap "komersialisasi kasih sayang".

 

Simak pula video berikut:

Mengapa Cokelat Identik dengan Valentine?

Cokelat jadi kado Valentine (iStockPhoto)
Cokelat jadi kado Valentine (iStockPhoto)

Memberi dan menerima cokelat telah menjadi salah satu cara paling populer untuk memperingati hari kasih sayang yang dikenal dengan hari Valentine. Dikutip dari Elite Daily pada Minggu (10/2/2019), ada latar belakang sains di balik fenomena unik yang menjelma sebagai bagian dari cara mengungkapkan cinta ini.

Kita semua pernah mendengar pembicaraan tentang manfaat super yang dimiliki oleh biji kakao. Menurut Forbes, cokelat telah terbukti baik untuk kesehatan jantung, meningkatkan fungsi kognitif, dan secara mengejutkan kaya akan nutrisi.

Lalu, banyak pula yang mengklaim --mulai dari budaya kuno hingga era modern-- bahwa cokelat hitam diketahui mampu meningkat gairah dalam bercinta, alias sebagai afrodisiak alami.

Jika Anda berpikir bahwa hubungan antara cinta dan cokelat itu cukup baru, jangan terlalu cepat menyimpulkan.

Tautan rekaman pertama antara cokelat dan bangkitnya gairah bisa ditelusuri kembali hingga ke masa Aztec kuno. Menurut The New York Times, kaisar terkenal Montezuma dikabarkan telah mengonsumsi biji kakao layaknya camilan cokleat sebagai "bahan bakar kencan romantisnya."

Meski begitu, para peneliti belum bisa menyepakati temuan bahwa cokelat berperan sebagai afrodisiak. Secara ilmiah, biji kakao mengandung tryptophan dan phenylethylamine, dua bahan kimia yang memengaruhi pusat kesenangan dan penghargaan otak.

Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa jumlah bahan kimia yang terkandung dalam cokelat ini terlalu sedikit untuk memiliki efek nyata pada keinginan akan gairah seksual.

Selanjutnya, harian The Independent pernah menulis, banyak "komentator era Victoria" mengamati bahwa hampir naluriah ketika pria tahu cokelat adalah jalan untuk memikat lawan jenis, yakni melalui peningkatan gairah yang memuncak.

Dan ketika para pengiklan zaman itu terus memperkuat hubungan antara cokelat dan cinta, The Independent mencatat bahwa buku-buku etiket di era Victoria memberi peringatan lebih jauh kepada para wanita, untuk tidak menerima sekotak coklat dari seseorang yang bukan tunangan mereka.

Pada akhirnya, sejarah cokelat yang berkaitan dengan cinta begitu mendarah daging dalam banyak iterasi di masa lalu, yang masih tetap relevan untuk diterapkan di era modern seperti sekarang, termasuk dalam perayaan Hari Valentine.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya