Kenang Korban Penembakan di Christchurch, Selandia Baru Mengheningkan Cipta Dua Menit

Segenap warga Selandia Baru mengheningkan cipta selama dua menit pada Jumat, 22 Maret 2019, untuk mengenang tragedi penembakan di Christchurch.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 22 Mar 2019, 09:53 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2019, 09:53 WIB
Jacinda Ardern
Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern sambangi Canterbury Refugee Centre di Christchurch, 16 March 2019. (MARTY MELVILLE / AFP)

Liputan6.com, Christchurch - Sepekan setelah serangan penembakan terhadap dua masjid di Christchurch, seluruh warga Selandia Baru mengheningkan cipta selama dua menit pada Jumat.

Perdana Menteri Jacinda Ardern dan ribuan orang lainnya berkumpul di Hagley Park, yang berseberangan dengan lokasi penembakan di masjid Al Noor, Christchurch, untuk bersama-sama mendengarkan azan salat Jumat pada pukul 13.30 waktu setempat.

Jutaan orang lainnya mendengarkan siaran langsung peringatan tersebut di radio atau menonton di televisi Selandia Baru, yang kemudian diikuti oleh dua menit mengheningkan cipta, demikian sebagaimana dikutip dari 9news.com.au pada Jumat (22/3/2019).

Imam Gamal Fouda dari masjid Al Noor, tempat sebagian besar korban tewas, membandingkan suasana hati pada hari Jumat dengan yang terjadi pada 15 Maret, ketika teror penembakan dilakukan oleh seorang pria bersenjata.

"Jumat lalu saya berdiri di masjid ini dan melihat kebencian dan amarah di mata teroris yang membunuh 50 orang tak bersalah ... dan menghancurkan hati jutaan orang di seluruh dunia," katanya.

"Hari ini, dari tempat yang sama, saya melihat keluar dan saya melihat cinta dan kasih sayang di mata ribuan rekan Selandia Baru, serta kepedulian dari manusia di seluruh dunia, yang meski tidak mengisi secara fisik, namun sangat berkenan dan menguatkan hati," lanjut Fouda.

"Teroris ini berusaha untuk membuat bangsa kita terpecah belah oleh ideologi jahat yang telah menghancurkan dunia. Tetapi, sebaliknya, kami telah menunjukkan bahwa Selandia Baru tidak bisa (diperlakukan) seperti itu, bahwa dunia dapat melihat dalam diri kami sebuah contoh cinta dan persatuan," tambahnya.

Umat Muslim berpartisipasi dalam salat Jumat di Hagley Park, Kota Christchurch, Selandia Baru, Jumat (22/3). Ibadah itu digelar sepekan selepas serangan mengerikan terhadap dua masjid di kota Christchurch yang menewaskan 50 orang. (Marty MELVILLE / AFP)

Bersamaan dengannya, dua masjid yang menjadi sasaran penembakan pada 15 Maret, Masjid Al Noor dan Linwood City Mosque, batal kembali dibuka tepat waktu untuk salat Jumat.

Polisi dan kontraktor Selandia Baru berharap untuk menyelesaikan investigasi TKP dan mengembalikan masjid Al Noor dan Linwood pada waktunya untuk ibadah umat muslim.

Mengawal agenda salat jumat yang dilakukan di ruang terbuka, ribuan orang berkumpul melakukan pengamanan, dan banyak di antaranya membentuk dinding manusia dalam rangka menunjukkan solidaritas.

"Kami menghargai dukungan yang diberikan oleh orang-orang Selandia Baru kepada kami saat ini," kata pemimpin komunitas dan ketua Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru, Mustafa Farouk.

"Kami sangat senang bahwa doa ini akan disiarkan ke seluruh dunia sehingga semua orang dapat menjadi bagian darinya," tambahnya bersyukur.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Selandia Baru Resmi Larang Senjata Semi-Otomatis dan Senapan Serbu

Senjata Api
Ilustrasi Foto Senjata Api (iStockphoto)

Sementara itu pada hari Kamis, Perdana Menteri Jacinda Ardern, mengumumkan larangan penuh semua senjata semi-otomatis dan senapan serbu untuk penggunaan non-militer, dengan harapan tragedi penembakan tidak lagi terulang di masa depan.

Sosialisasi tentang larangan tersebut, yang juga mencakup publikasi literatur dan bagian-bagian yang dapat mengubah senjata legal menjadi senjata serbu, diharapkan dalam dilakukan selambat-lambatnya pada 11 April mendatang.

"Singkatnya, setiap senjata semi-otomatis yang digunakan dalam serangan teroris pada hari Jumat akan dilarang di negara ini," kata Ardern, meyakini bahwa undang-undang terkaiy akan mendapat dukungan mayoritas di seluruh Selandia Baru.

Pemimpin Oposisi Simon Bridges mengatakan partainya akan mendukung perubahan tersebut, seperti halnya polisi dan petani, yang merupakan mayoritas pemilik senjata negara.

Setelah periode amnesti awal, termasuk pembelian kembali yang diperkirakan memakan biaya hingga 100 juta dolar Selandia Baru, atau setara Rp 975 miliar.

"Nantinya, siapa pun yang masih kedapatan memiliki senjata yang dilarang akan dituntut secara hukum," kata Komisaris Polisi Mike Bush memperingatkan.

Komisaris Bush juga mengumumkan bahwa semua 50 korban penembakan telah diidentifikasi secara resmi, dan jasad mereka siap diserahkan kepada keluarga dan kerabatnya.

Belasan jenazah telah dimakamkan pada hari Rabu dan Kamis, termasuk seorang kakek berusia 71 tahun, Haji-Daoud Nabi, yang kata-kata terakhirnya "Halo, kawan" menyambut tersangka teroris sebelum melakukan penembakan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya