Liputan6.com, Khartoum - Aliansi oposisi Sudan dan kelompok-kelompok protes mengadakan pemogokan hari pertama pada Selasa 28 Mei 2019, sementara ketegangan-ketegangan meningkat dengan penguasa militer negara itu terkait transisi menuju demokrasi.
Pembicaraan antara Dewan Militer Peralihan (TMC) dan Deklarasi Kekuatan Kebebasan dan Perubahan (DFCF) belum mengalami kemajuan kendati perundingan-perundingan sudah berjalan beberapa pekan mengenai apakah pihak sipil atau militer akan lebih dominan setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir yang sudah berkuasa lama bulan lalu.
Sebagian besar staf di sektor medis, kantor-kantor kelistrikan dan karyawan-karyawan di bank sentral dan juga bank-bank komersial melakukan pemogokan tetapi sektor-sektor lain hanya sebagian terpengaruh, demikian seperti dilansir Antara, Rabu (29/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Banyak toko tetap buka sementara bus-bus masih mengangkut penumpang, kata seorang saksi mata Reuters.
Namun, Al Jazeera melaporkan bahwa sejumlah restoran populer dan transportasi publik di Khartoum tidak beroperasi.
Sedangkan bandar udara di Khartoum beroperasi seperti biasa meski mengalami gangguan akibat pemogokan, kata satu sumber otoritas penerbangan dan kantor berita Sudan, SUNA.
"Baru hari ini dua pesawat maskapai Ethiopia dan Saudi mendarat di bandara, tetapi beberapa karyawan maskapai melakukan protes dan memicu gangguan," kata seorang otoritas penerbangan lain seperti dilansir Al Jazeera.
Situs pelacakan penerbangan menunjukkan beberapa penerbangan inter nasional di Sudan tetap terjadwal pada Selasa 28 Mei, tetapi status sebagian besar penerbangan "tidak diketahui" atau "dibatalkan", lanjut Al Jazeera.
DFCF mengatakan pemogokan dua-hari itu akan mencakup perusahaan publik dan swasta, termasuk sektor penerbangan sipil, kereta api, perminyakan, perbankan, komunikasi dan kesehatan.
Simak video pilihan berikut:
Pemogokan Bisa Berlanjut Berhari-hari
Jika persetujuan tidak tercapai dengan TMC, DFCF akan menyerukan pemogokan terbuka dan pembangkangan hingga kekuasaan diserahkan kepada pihak sipil, kata Wagdy Saleh, wakil koalisi di dalam DFCF, dalam sebuah jumpa pers.
Saleh juga mengatakan TMC telah menuntut mayoritas dua-pertiga dari delapan jadi tiga di dewan kedaulatan yang akan memimpin negara itu. Aliansi DFCF menginginkan pihak sipil mendominasi dewan tersebut.
Advertisement