Liputan6.com, Khartoum - Para pemimpin militer Sudan, yang merebut pemerintahan dari penguasa lama Omar al-Bashir pada 11 April, telah sepakat dengan berbagai kelompok oposisi untuk menggelar transisi kekuasaan selama tiga tahun ke depan.
Transisi itu akan secara bertahap memindahkan kendali pemerintahan dari militer hingga sepenuhnya di tangan sipil Sudan, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Rabu (15/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Berbicara kepada wartawan pada dini hari Rabu, Letnan Jenderal Yasser al-Atta mengatakan kesepakatan akhir tentang pembagian kekuasaan Sudan, termasuk pembentukan badan penguasa berikutnya --dewan kedaulatan-- akan ditandatangani bersama aliansi pengunjuk rasa dalam 24 jam.
"Kami menyetujui periode transisi tiga tahun," kata Atta.
"Kami bersumpah kepada segenap masyarakat Sudan bahwa perjanjian tersebut akan selesai sepenuhnya dalam waktu 24 jam, dan dilakukan sesuai aspirasi rakyat," tambahnya.
Ribuan pengunjuk rasa telah melakukan aksi duduk di luar markas militer di ibu kota Khartoum selama berminggu-minggu, menuntut agar para jenderal militer mundur.
Para jenderal Angkatan Darat Sudan awalnya bersikeras masa transisi akan berlangsung selama dua tahun, sementara para pemimpin protes menginginkan empat tahun.
Atta juga mengatakan bahwa, selama masa transisi, Parlemen akan terdiri dari 300 anggota, yang 67 persennya berasal dari Aliansi untuk Kebebasan dan Perubahan, serta sisanya akan berasal dari kelompok politik lain.
Enam bulan pertama periode transisi akan dialokasikan untuk menandatangani perjanjian damai dengan pemberontak di zona perang negara itu.
Aksi Protes Memicu Korban Tewas
Setidaknya lima orang tewas dan belasan lainnya terluka dalam protes pada Senin 13 Mei, ketika para penguasa militer dan pemimpin oposisi mengatakan mereka telah mencapai kesepakatan parsial untuk transisi pemerintahan.
Tokoh oposisi Abbas Madani, yang berbicara di sebuah konferensi pers bersama Atta lewat tengah malam, mengatakan dewan militer transisi telah membentuk sebuah komite untuk menyelidiki serangan para pengunjuk rasa.
Dia juga mengatakan komite bersama dibentuk dengan oposisi untuk menggagalkan upaya apa pun dalam membubarkan aksi duduk di markas tentara.
Tembakan meletus di ibu kota pada Senin malam, setelah Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter --yang kepalanya adalah wakil dewan militer-- berpatroli di jalan-jalan menggunakan gas air mata dan senjata, untuk membubarkan demonstrasi.
Advertisement
Pengunjuk Rasa Mengepung Ibu Kota
Para pengunjuk rasa, yang ingin menjaga tekanan pada militer dalam peralihan kekuasan, kembali pada hari Selasa, memblokir jalan dan jembatan dengan batu bata dan batu.
"Kami telah melihat para pengunjuk rasa meningkatkan metode mereka untuk mencoba menekan," kata Hiba Morgan dari Al Jazeera, yang melaporkan langsung dari Khartoum.
"Mereka telah memperkuat barikade di jalan-jalan yang mengarah ke markas besar tentara, mereka juga telah mendirikan barikade baru di banyak titik, dan melumpuhkan pusat kota," lanjutnya menjelaskan.
Hingga saat ini, para pengunjuk rasa dilaporkan masih bertahan di depan markas tentara Sudan. Mereka memilih menunggu untuk mendengar langsung, apakah masa transisi akan dipimpin militer atau koalisi oposisi.
"Itu akan menjadi faktor penentu," ujar Morgan.