Dianggap Gagal Tangani Teror Bom Paskah, Bos Intelijen Sri Lanka Dipecat

Kini giliran bos intelijen Sri Lanka dipecat karena dianggap gagal memberitahu potensi serangan bom saat Paskah.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 09 Jun 2019, 16:54 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2019, 16:54 WIB
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (AP/Erangga Jayawerdana)
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (AP/Erangga Jayawerdana)

Liputan6.com, Kolombo - Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena memecat kepala intelijen nasional setempat. Langkah itu diambil karena ia dianggap tak memberitahukan potensi bom mematikan saat Paskah 21 April 2019 lalu.

Al Jazeera yang dikutip Minggu (9/6/2019) menyebut, agen intelijen India telah mengirim beberapa peringatan kepada pemerintah Sri Lanka tentang potensi serangan mematikan. Tetapi Sirisena dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, keduanya mengatakan mereka tidak diberitahu tentang peringatan itu sebelum serangan 21 April, yang diklaim oleh ISIS.

Komite pemilihan parlemen, yang dipimpin oleh sekutu saingan Sirisena, Wickremesinghe, sedang menyelidiki kemungkinan penyimpangan yang memungkinkan para militan menargetkan hotel dan gereja, di mana lebih dari 250 orang tewas.

Dalam kesaksiannya pada 29 Mei di hadapan komite parlemen, bos intelijen Sri Lanka, Sisira Mendis mengatakan pertemuan dewan keamanan tidak teratur, sehingga sulit untuk melindungi negara kepulauan itu.

Mendis mengatakan bahwa ketika dia mengemukakan peringatan itu dalam pertemuan pada 9 April, Direktur Badan Intelijen Negara Nilantha Jayawardena, yang memiliki hubungan langsung dengan presiden, mengatakan kepadanya bahwa Sirisena telah diberitahu.

Jayasundara mengatakan bahwa Sirisena, yang juga menteri pertahanan dan polisi, memintanya untuk mengundurkan diri untuk bertanggung jawab atas ledakan itu. Namanya pun dipastikan tak ada dalam penyelidikan selanjutnya.

Hemasiri Fernando, mantan sekretaris kementerian pertahanan yang mengundurkan diri setelah teror bom Paskah, mengatakan kepada komite bahwa Sirisena, sebagai menterinya, tidak mudah diakses untuk diskusi pribadi.

Pada hari Jumat, sehari setelah dua kesaksian kritis dibuat, Sirisena mengumumkan penghapusan Mendis.

"Semua orang yang bersaksi di depan komite terpilih adalah petugas yang saya singkirkan. Kami juga telah memecat Sisira Mendis," kata Sirisena, Jumat malam.

Minelle Fernandez dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Kolombo, pada hari Sabtu mengatakan pemecatan Mendis dapat meningkatkan ketegangan politik atas penyelidikan parlemen Sri Lanka.

"Semua orang tahu bahwa Sirisena sangat marah dengan komite parlemen. Tepat pada hari pertama, kita memiliki Kepala Intelejen Nasional di depan komite, dan memberikan kesaksian dan bukti tentang sikap tidak perduli presiden terhadap keamanan nasional."

"Sekarang pada hari kedua, kami mendengar bahwa ada upaya untuk mencoba dan menghentikan sesi komite dan bahwa presiden tidak senang dengan semua informasi yang keluar. Dia juga memerintahkan untuk menghentikan siaran langsung persidangan," katanya.

Presiden Menentang Kesaksian Polisi

Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (AP/Erangga Jayawerdana)
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (AP/Erangga Jayawerdana)

Pada hari Sabtu, unit media Sirisena mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa presiden Sri Lanka menentang polisi yang memberikan kesaksian di depan penyelidikan parlemen.

Sirisena bertemu dengan para perwira senior pada Jumat malam dan mengatakan kepada mereka dirinya tak mendukung petugas intelijen yang dipanggil oleh komite parlemen membahas perincian sensitif di hadapan media, demikian menurut unit media presiden dalam sebuah pernyataan.

Sirisena berjanji untuk melindungi petugas yang menolak menghadiri sidang komite, kata pernyataan itu.

Sirisena mengatakan ada lima kasus yang disidangkan di Mahkamah Agung sehubungan dengan ledakan itu, dan jaksa agung telah memberitahunya bahwa sidang parlemen mungkin menjadi penghalang bagi kasus-kasus pengadilan.

Para pemimpin Sri Lanka dan lembaga keamanan dikecam karena tidak bertindak berdasarkan informasi yang hampir spesifik menjelang ledakan, mengenai kemungkinan serangan terhadap gereja.

Polisi Sri Lanka mengatakan bulan lalu bahwa mereka telah membunuh atau menangkap semua yang bertanggung jawab atas pemboman itu, tetapi ancaman serangan lebih lanjut tetap ada.

Seluruh Menteri Muslim di Sri Lanka Mengundurkan Diri

Otoritas keamanan Sri Lanka berjaga-jaga di area sekitar lokasi teror bom beruntun di ibu kota Kolombo (AP Photo)
Otoritas keamanan Sri Lanka berjaga-jaga di area sekitar lokasi teror bom beruntun di ibu kota Kolombo (AP Photo)

Sebelumnya, seluruh menteri yang beragama Islam di Sri Lanka serta wakil-wakil mereka telah mengundurkan diri dari jabatan. Langkah itu diambil setelah mereka menuduh pemerintah gagal menjamin keamanan komunitas muslim di negara itu pasca-serangan bom Paskah yang terjadi pada Minggu, 21 April lalu.

Keputusan itu diambil setelah beberapa biksu garis keras Budha, termasuk Galagoda Aththe Gnanasara Thero, mengatakan saatnya bagi pemerintah untuk memecat gubernur provinsi dan seorang menteri yang beragama Islam.

Gnanasara, yang telah lama dituduh menghasut kejahatan kebencian terhadap kaum muslim, dibebaskan dari penjara atas amnesti presiden bulan lalu, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Selasa 4 Juni 2019.

Pengunduran diri sembilan menteri dan dua gubernur provinsi datang setelah ribuan orang yang dipimpin oleh para biksu Buddha mulai berdemonstrasi pagi ini di pusat kota Kandy, 115 kilometer sebelah timur ibu kota Sri Lanka, Kolombo.

Tiga pekan lalu, kelompoknya menghancurkan properti milik muslim yang menurutnya sebagai balasan atas peristiwa teror bom Paskah.

"Sangat mengganggu melihat politisi muslim dipaksa untuk mengundurkan diri dari jabatan mereka atas dasar tuduhan yang tidak terbukti," kata Alan Keenan, Direktur Proyek Sri Lanka, International Crisis Group.

"Ini menjadi preseden yang meresahkan, terutama di Sri Lanka, di mana pelanggaran berulang terhadap hak-hak minoritas dan pembangkang politik telah berkontribusi langsung pada dekade-dekade kekerasan politik ekstrem di Sri Lanka," katanya kepada Al Jazeera.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya