Jelang KTT ASEAN, PM Malaysia Janjikan Bantuan untuk Muslim Rohingya

Mahathir Mohamad mengecam pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, saat pertemuan ASEAN di Singapura tahun lalu lantaran sikapnya terhadap muslim Rohingya. Tahun ini, ia mengambil sikap.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 22 Jun 2019, 16:35 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2019, 16:35 WIB
Mahathir Mohamad
Mahathir Mohamad pada hari Rabu, 9 Mei 2018, saat mendeklarasikan kemenangan oposisi yang dipimpinnya atas koalisi Barisan Nasional yang dinakhodai Najib Razak (AP Photo/Adrian Hoe)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad berjanji akan membantu muslim Rohingya mencari perlindungan di Negeri Jiran.

Hal ini ia lakukan juga sebagai seruan agar para pemimpin Asia Tenggara "menghentikan penindasan" dari kelompok minoritas.

Pada 2018, Mahathir Mohamad mengecam pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, saat pertemuan ASEAN di Singapura karena membela serangan militer terhadap warga etnis minoritas Rohingya.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Sabtu (22/6/2019), kecaman langsung Mahathir ini berbeda dari sikap datar para pemimpin ASEAN menanggapi kondisi domestik negara anggotanya selama ini.

Krisis yang terjadi di Rakhine State telah menyebabkan banyak warga Rohingya yang mengungsi.

Bukan hanya ke Bangladesh, tetapi mereka yang putus asa juga bertaruh nyawa naik kapal menuju Thailand, Malaysia hingga Indonesia.

Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah orang Rohingya telah naik kapal ke Malaysia -- negara mayoritas Muslim yang diyakini lebih bersimpati pada nasib buruk mereka.

Menjelang KTT ASEAN, Mahathir Mohamad bersumpah untuk terus membantu Rohingya.

"Mereka adalah pengungsi. Sebanyak yang dapat kami lakukan untuk mereka, kami akan melakukannya," kata perdana menteri yang berusia 93 tahun itu.

"Kami berharap sesuatu dapat dilakukan untuk menghentikan penindasan terhadap Rohingya," katanya.

Bangladesh Muak...

Etnis Muslim Rohingya, yang baru saja melintas perbatasan Myanmar menuju Bangladesh, sedang menunggu giliran menerima bantuan makanan dekat kamp pengungsi Balukhali (AP)
Etnis Muslim Rohingya, yang baru saja melintas perbatasan Myanmar menuju Bangladesh, sedang menunggu giliran menerima bantuan makanan dekat kamp pengungsi Balukhali (AP)

Seorang pejabat senior untuk Kementerian Luar Negeri Bangladesh kecewa pada tertundanya proses pemulangan ratusan ribu Rohingya dari pengungsian di Cox's Bazaar ke Myanmar.

Kini, menjelang tenggat waktu repatriasi yang disepakati Bangladesh - Myanmar (yakni pada 2020), seorang pejabat di Dhaka menilai prosesi itu semakin berlarut-larut --terutama disebabkan oleh sikap Myanmar yang tidak bertanggungjawab.

Bangladesh telah mendesak Myanmar untuk menyediakan 'paket' jelang pemulangan ratusan ribu orang Rohingya --yang harus menyeberang ke Cox's Bazar untuk menghindari penganiayaan di Rakhine pada 2017-- agar mereka dapat kembali pulang secara bermartabat.

'Paket' yang diminta oleh Bangladesh terutama mencakup penciptaan situasi yang kondusif di Rakhine, meyakinkan pengungsi yang berlindung di Cox's Bazar untuk kembali ke rumah mereka, dan memudahkan proses verifikasi, lanjut pejabat itu.

"Kami sudah muak dengan permainan petak-umpet Myanmar. Kami tidak akan mendatangi mereka sampai mereka siap dengan 'paket' yang akan memastikan pemulangan para Rohingya secara bermartabat, aman, dan berkelanjutan," kata seorang pejabat senior kepada the Dhaka Tribune.

"Kami telah membuat perasaan kami diketahui dengan sangat jelas," kata pejabat itu.

Ia juga kembali mengingatkan, sesuai dengan perjanjian bilateral yang ditandatangani Bangladesh dan Myanmar di Naypyidaw pada 23 November 2017, proses repatriasi pengungsi Rohingya dimulai pada 22 Januari 2018 dan selesai dalam dua tahun --tepatnya pada Januari 2020.

"Tapi, tidak ada yang terjadi karena keengganan pemerintah Myanmar. Kami mulai berpikir kami tak bisa menerima ini lagi," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya