Iran Tolak Ide Pembentukan Pasukan Maritim Pimpinan Uni Eropa

Iran menolak keras ide Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dalam membentuk pasukan maritim pimpinan Uni Eropa.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 24 Jul 2019, 10:51 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2019, 10:51 WIB
Ilustrasi bendera Iran
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Teheran - Pemerintah Iran menolak keras rencana pembentukan pasukan keamanan laut yang dipimpin Eropa di Teluk Persia.

Ironisnya, rencana yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt itu juga mendapat perlawanan dari pendukung Boris Johnson, yang akan segera menjabat sebagai pemimpin politik Negeri Ratu Elizabeth II.

Tidak hanya itu, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Rabu (24/7/2019), para pakar industri pelayaran Inggris juga menolak gagasn tersebut, karena dinilai tidak menghadirkan solusi jangka pendek untuk mengatasi krisis pelayaran dengan bendera Union Jack di perairan Teluk.

Senin lalu, Menlu Hunt mengusulkan pembentukan pasukan keamana maritim yang dipimpin Eropa, dengan menambahkan itu sebagai saingan pasukan AS yang kemungkinan dilitat oleh Iran sebagai lengkah eskalasi.

Pengunduran diri AS dari kesepakatan Iran pada Mei 2018 telah memicu serangkaian tensi naik turun, yang berpuncak pada penyitaan kapal Stena Impero yang brbendera Inggris.

Menlu Hunt mengutuk hal tersebut sebagai tindakan pembajakan negara.

Wakil presiden Iran, Eshaq Jahangiri, mengatakan koalisi internasional apa pun untuk melindungi Teluk hanya akan membawa rasa tidak aman.

"Tidak perlu membentuk koalis, karena hal semacam ini dan kehadiran orang asing di kawasan itu sendiri menciptakan rasa tidak aman," katanya.

"Dan selain meningkatkan rasa tidak aman itu tidak akan mencapai solusi apapun," tambah Jahangiri.

 

Didukung Eropa, Diragukan Pelayaran Inggris

Ilustrasi bendera Uni Eropa (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Uni Eropa (AFP Photo)

Sebagian besar pemimpin Benua Biru menyambut gagasan Hunt untuk membentuk pasukan maritim di Teluk, meski terlihat ironis karena Inggris berencana meninggalkan Uni Eropa.

Inggris membayangkan operasi maritim multinasional yang juga dapat mencakup negara-negara di kawasan Teluk.

Operasi multinasional dianggap lebih cepat untuk dibentuk daripada misi Uni Eropa, karena pemerintah Inggris menghadapi tekanan dari industri migas, untuk melindungi setengah triliun dolar yang melewati selat Hormuz setiap tahunnya.

Seorang diplomat Inggris mengatakan: "Kami melibatkan mitra kami di seluruh dunia, termasuk di dalam Uni Eropa. Mereka telah menyatakan minatnya terhadap proposal kami."

Namun, perwakilan pelayaran Inggris mengaku khawatir pembentukan pasukan maritim itu akan memakan waktu hingga empat bulan agar siap beroperasi, sedangkan kapal-kapal mereka terus melewati Selat Hormuz dengan perasaan tidak aman, takut ditangkap oleh Iran.

Mereka mendesak ide tersebut ditangguhkan dan menggantinya dengan perlindungan cepat ketika dibutuhkan. Pihak pelayaran Inggris juga tengah mengupayakan pembicaraan dengan kementerian transportasi setempat untuk meminta perlindungan sementara.

Eksekutif pelayaran Inggris melaporkan biaya asuransi perang untuk pengiriman yang melewati selat Hormuz melonjak. Mereka mengatakan biaya perjalanan terkait untuk kapal induk minyak mentah yang sangat besar (VLCC), supertanker yang paling umum di kisaran 200.000 hingga 400.000 ton, diperkirakan akan naik menjadi US$ 500.000, atau sekitar Rp 70 miliar.

Iran: Kami Tidak Mencari Konfrontasi

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (AP/Vesa Moilanen/Lehtikuva)
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (AP/Vesa Moilanen/Lehtikuva)

Di lain pihak, Iran telah mengirim salah satu diplomat paling seniornya, Abbas Araghchi, ke Paris untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, dalam upaya untuk menemukan jalan keluar terkait konflik di Teluk Persia.

Araghchi dikatakan membawa pesan tertulis dari Presiden Iran Hassan Rouhani.

Selain itu, Iran juga mengatakan akan menghadiri pertemuan hari Minggu di Wina, yang diikuti oleh para diplomat dari negara-negara yang masih mendukung kesepakatan nuklir 2015.

Sementara itu, Menteri luar negeri Iran Javad Zarif bersikeras bahwa calon perdana menteri Inggris yang baru, Boris Johnson, perlu memahami Iran tidak mencari konfrontasi.

Berbicara setelah bertemu dengan rekannya dari Nikaragua, Denis Moncada, pada hari Senin, ia mengatakan kepada wartawan: "Sangat penting bagi semua orang untuk menyadari, penting bagi Boris Johnson untuk memahami, bahwa Iran tidak mencari konfrontasi. Iran ingin memiliki hubungan normal berdasarkan saling menghormati."

Meski tidak menunjuk langsung pada pasukan maritim pimpinan Uni Eropa yang diusulkan Inggris, Zarif mengatakan: "Kami menguasai 1.500 mil dari garis pantai di Teluk Persia. Kami bertanggung jawab atas keamanan dan kebebasan navigasi di Teluk Persia. Itu adalah tugas kami."

Ditambahkan oleh Zarif, bahwa Iran bertindak menyita Stena Impero setelah Inggris melanggar peraturan maritim.

"Kapal Inggris telah menolak sinyalnya selama lebih dari yang diizinkan (dan) melewati saluran yang salah, membahayakan keselamatan dan keamanan pengiriman dan navigasi di selat Hormuz, yang menjadi tanggung jawab kami," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya